Pages

Wednesday, January 30, 2013

Masjid Cipaganti

Dari sejumlah masjid yang ada di Kota Bandung, Masjid Besar Cipaganti merupakan salah satu masjid tertua dan paling banyak menyimpan banyak sejarah. Masjid Cipaganti merupakan masjid tertua kedua di Bandung, setelah masjid Raya Agung Bandung. Masjid ini dibangun pada 1933 diarsiteki oleh Kamal Wolf Schoemaker yang tutup usia pada tahun 1949, Proses pembuatan dan perencanaan terlihat dalam catatan yang berada di salah satu tembok masjid tersebut.
Masjid yang terletak di Jalan Cipaganti Nomor 85, Kecamatan Sarijadi, Bandung ini sebagai saksi sejarah yang tak lekang dimakan zaman meski berada ditengah-tengah bangunan modern yang menjulang.
Beratapkan sirap, tiang-tiang kokohnya terbuat dari kayu jati yang terpahat ukiran-ukiran kaligrafi, arsitektur Masjid Cipaganti menggabungkan arsitektur Eropa dengan arsitektur Jawa. Lampu antik berbahan kuningan menggantung di langit-langit, penghias yang menjadi salah satu petanda kekunoannya.
Dibangun di atas areal 2.025 m persegi bangunan asli hasil karya Wolf Schomaker hanyalah area tengah yang berukuran 19x15 m. Sedangkan bagian sayap kiri dan sayap kanan masjid yang masing-masing berukuran 17x15 m dibangun tahun 1965. Selebihnya digunakan untuk pekarangan masjid.
Masjid Cipaganti

Saturday, December 29, 2012

Gedung Perundingan Linggarjati

Gedung Perundingan Linggarjati yang terletak di kaki Gunung Ceremai Kabupaten Kuningan menyimpan sejarah lama perjalanan bangsa Indonesia. Perundingan pertama kali antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda pada 10-13 November 1946, mengukir nama Linggarjati, sebuah desa kecil yang sejuk dan jauh dari keramaian.
Secara astronomis Gedung Perundingan Linggarjati terletak pada koordinat 06º52’7” LS dan 108º28’9” BT. Terletak sekitar 15 kilometer dari Kota Kuningan dan 20 kilometer dari Kota Cirebon. Letaknya berada di bawah kaki Gunung Ceremai, di ketinggian 400 mdpl. Termasuk Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Gedung Perundingan Linggarjati ini memiliki luas 500 m² dan memiliki halaman yang luas sekitar 2,5 ha.
Flashback
Gedung ini pertama kali dibangun oleh Tuan Mergen atau yang dikenal juga dengan sebutan Tuan Tersana sekitar tahun 1921. Tuan Tersana adalah pemilik pabrik gula Tersana Baru di daerah Cirebon. Setelah mengawini seorang janda kembang bernama Jasitem, konon ia kemudian membangun rumah peristirahatan semi permanen di desa Linggarjati untuk istrinya. Kawasan Linggarjati memang cocok untuk lokasi rumah peristirahatan atau vila, sebab daerah yang berada di ketinggian sekitar 400 m dpl ini cukup sejuk dengan latar belakang pemandangan Gunung Ciremai yang indah.
Gedung Perundingan Linggarjati

Friday, November 16, 2012

Museum Perjuangan Bogor

Museum Perjuangan Bogor didirikan melalui musyawarah para tokoh Pejuang Karesidenan Bogor dengan maksud untuk mewariskan semangat dan jiwa juang serta nilai-nila ‘45 kepada generasi sekarang dan yang akan datang yang meliputi Kota dan Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Depok. Diprakasai dan diresmikan oleh Mayor Ishak Djuarsah PEKUMIL. Daerah Res. INF. 8 Suryakancana Devisi III Siliwangi, pada tanggal 10 November 1957. Pendirian museum dimaksudkan untuk mewariskan semangat dan jiwa juang serta nilai-nilai '45 kepada generasi sekarang dan yang akan datang.
Dengan sederet nama para pejuang revolusi kemerdekaan seperti  Jalan Kapten T.B. Muslihat, Jalan Mayor Oking Djajaatmadja, Jalan Merdeka, Jalan Veteran, Jalan Tentara Pelajar, Jalan Dr Semeru dsb. Museum Perjuangan Bogor ini tepatnya berlokasi di Jalan Merdeka Nomor 56 Bogor Kota.
Museum Perjuangan Bogor
Flashback
Gedung yang digunakan sebagai museum, sebelumnya adalah  milik seorang pengusaha Belanda yang bernama Wilhelm Gustaf Wissner. Dibangun pada tahun 1879 yang pada awalnya digunakan sebagai gudang ekspor komoditas pertanian sebelum dikirim ke negara-negara di Eropa. Pada masa pergerakan gedung ini digunakan oleh Parindra pada tahun 1935  dengan nama gedung Persaudaraan, dan digunakan sebagai tempat kegiatan pemuda dibawah panji-panji Kepanduan Indonesia yaitu Pandu Suryawirawan.

Tuesday, August 28, 2012

Istana Cipanas

Terletak di kaki Gunung Gede, bangunan yang kini menjadi Istana Cipanas sejak awal benar-benar tempat tetirah bagi para Gubernur Jenderal, bukan gedung pemerintahan atau rumah dinas seperti Istana Bogor atau Istana Merdeka. Pemandian air panas, sumber air mineral, serta udara pegunungan yang bersih, makin menyempurnakan kompleks itu sebagai tempat persinggahan yang digemari para pejabat tinggi. Penciptanya adalah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff, yang juga menggagas Puri Buitenzorg.
Istana Cipanas yang merupakan Istana Kepresidenan. Tepatnya lebih kurang 103 km dari Jakarta ke arah Bandung melalui Puncak, atau sekitar 20 km dari kota Kabupaten Cianjur. Istana ini terletak di Desa Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, di kaki Gunung Gede, Jawa Barat, pada ketinggian 1.100 m dpl. Luas areal kompleks istana ini lebih kurang 26 ha, namun sampai saat ini hanya 7.760 m² yang digunakan untuk bangunan. Selebihnya dipenuhi dengan tanaman dan kebun tanaman hias yang asri, kebun sayur dan tanaman lain yang ditata seperti hutan kecil.
Istana Cipanas dibangun sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan. Halamannya terbagi dalam dua areal, yakni areal taman istana dan areal hutan istana. Dalam areal hutan istana hingga tahun 2001, menurut katalog Pertama Daftar Tanaman Koleksi Istana Kepresidenan Cipanas terbitan Istana Kepresidenan Cipanas, yang bekerja sama dengan Kebun Raya Cibodas, LIPI, tercatat sebanyak 1.334 spesimen, 171 spesies, 132 marga (yang 14 nomor di antaranya diketahui nama marganya), serta 61 suku.
Flashback
Dari keenam istana Presiden, ternyata yang kurang dibekali dengan kisah-kisah perjuangan bangsa Indonesia dari dulu sampai sekarang adalah Istana Cipanas. Letaknya yang terpencil di daerah kaki gunung Gede itu memang tidak memungkinkannya menjadi pusat kegiatan politik/pemerintahan atau bahkan menjadi tempat tinggal yang tetap.
Seperti pesanggrahan di Bogor, pembangunan gedung itu juga diprakarsai oleh van Imhoff. Ketika itu sedang mengadakan perjalanan turne, ia mendapat laporan dari penduduk yang menyebutkan bahwa terdapat sumber air panas di suatu tempat di Cipanas. Contoh air yang khabarnya bisa menyembuhkan berbagai penyakit itu kemudian dibawa ke Batavia. Setelah diketahui bawa air panas itu memang mengandung zat belerang dan besi, dan dapat menyembuhkan penderita-penderita yang sulit disembhkan di Batavia, maka van Imhoff memutuskan untuk membangun sebuah gedung kesehatan di sekitar sumber air panas tersebut.Pembangunan kemudian terhenti di tengah jalan karena beayanya lebih tinggi dari yang disediakan. Kurang diketahui oleh siapa, kapan dan bagaimana istana itu diselesaikan, tetapi menurut catatan, pemblian tanah dilakukan pada tahun 1740.
Waktu tempat itu diketemukan van Imhoff, disebutkan bahwa jaraknya 24 pal dari Buitenzorg. Dengan kereta kuda, jarak dai Batavia ke Buitenzorg saja sudah memakan waktu setengah hari. Apalagi ke Cipanas yang letanya lebih ke atas lagi, melewati daerah Puncak. Dan kereta-api Batavia-Buitenzorg baru mulai menjalankan dinasnya pada tahun 1864. Sebelum itu orang bepergian dengan berkendaaan kuda atau kereta kuda.
Istana Cipanas

Thursday, August 2, 2012

Observatorium Bosscha

Di ketinggian 1.320 m dpl, berdiri dengan anggun Observatorium Bosscha. Digunakan pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda selama ±2 tahun (1919-1922) yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia untuk menentukan lokasi yang tepat bagi peropongan bintang, maka terpilihnya area Observasi Bosscha ini. (Disbudpar Jawa Barat)
Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Jawa Barat, sekitar 15 km di bagian utara Kota Bandung dengan koordinat geografis 107° 36' Bujur Timur dan 6° 49' Lintang Selatan. Tempat ini berada pada ketinggian 1.310 m dpl atau pada ketinggian 630 m dari plato Bandung. Kode observatorium Persatuan Astronomi Internasional untuk observatorium Bosscha adalah 299. (Wikipedia)
Observatorium Bosscha berdiri di atas tanah seluas 6 ha. Berada pada salah satu anak pegunungan Tangkuban Perahu, dengan ketinggian 1.300 m dpl, memiliki pemandangan yang lepas dari arah timur, barat atau pun selatan. Serta memiliki udara yang sejuk dan tenang (saat itu jauh dari keramaian kota). Tanah ini adalah buah kemurahan hati dari Ursone bersaudara, pemilik PT Baroe Adjak dihibahkan untuk observatorium yang awalnya bernama Bosscha Strennwach. Di lokasi sama, sebelumnya telah berdiri stasiun Meteorologi tempat penentuan koordinat di bumi, berdiri tahun 1895. Bekas perlengkapannya, seperti tower dan instalasi lainnya masih bisa disaksikan meski sudah tidak berfungsi lagi. (Bandung Heritage)
Observatorium Bosscha: Refraktor Ganda
Zeiss 60 cm