Pages

Sunday, November 27, 2011

Gereja Katedral Jakarta

Gereja Katedral Jakarta (De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur Neo Gothic dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja selama beberapa abad yang lalu. Sebenarnya gereja ini memiliki nama panjang sebagai tambahan dari Katedral yakni dengan nama Gereja Katedral Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, gereja itu pun sempat roboh.
Bangunan Gereja Katedral Jakarta yang sekarang berada di Jalan Katedral Nomor 2, merupakan hasil karya arsitek gereja yaitu Pastor Antonius Dijkmans, SJ. Seorang Pastor Belanda yang bertugas di Indonesia pada waktu itu. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Gereja Katedral Jakarta
Flashback
Arsitektur gereja dibuat dengan gaya neo gothic. Denah bangunan berbentuk salib dengan panjang 60 m dan lebar 20 m. Pada kedua belah terdapat balkon selebar 5 m dengan ketinggian 7 m. Konstruksi bangunan ini dikerjakan oleh tukang batu dari Kwongfu, China. Konstruksi bangunan ini terdiri dari batu bata tebal yang diberi plester dan berpola seperti susunan batu alam. Dinding batu bata ini menunjang kuda-kuda kayu jati yang terbentang selebar bangunan. Di samping itu gereja ini memiliki tiga Menara yakni Menara Daud, Menara Gading, dan Menara Angelus Dei, dan ketiga menara ini terbuat dari besi.
Di Menara Gading terdapat sebuah jam besar sebagai penanda waktu. Selain menara tempat ini memiliki lonceng juga sebagaimana umumnya gereja-gereja yang sudah ada, lonceng tersebut berada pada Menara Daud yang dihadiahkan oleh Clemens George Marie Van Arcken. Terdapat juga patung Kristus Raja yang tersimpan pada bagian depan gereja, dan juga Gua Maria yang berada di samping gereja dan tempat ini biasanya cukup ramai pada bulan Santa Maria menurut kepercayaan umat Katholik.
Berbicara interior desain, gereja ini memiliki beberapa ruangan khusus yaitu Serambi Gereja yang terdapat pada pintu utama dan di situ ada sebuah batu pualam yang isinya hendak memberitahu bahwa gereja ini didirikan oleh Arsitek Marius Hulswit (1899-1901). Pada tembok sebelah selatan terdapat batu pualam putih yang menjelaskan bahwa gedung ini digambarkan oleh Antonius Dijkmans. Sedangkan di bagian tengah terdapat ruangan umat tempat berlangsungnya misa, di dalam ruangan ini terdapat replika dari karya Michaelangelo yang menggambarkan Maria yang memangku jasad Yesus setelah diturunkan dari salib, Lukisan Jalan Salib yang dilukis di atas ubin yang dibuat oleh Theo Malkenboet, Lukisan foto Uskup.
Gereja Katedral Jakarta: Gereja Katedral Jakarta (1870-1900)
Dan yang cukup unik di Gereja Katedral ini terdapat museum di dalamnya, isi museum Katedral adalah teks doa berbingkai yang mempunyai dua versi buku misa berbahasa Latin yang dipakai pada masa pra-Vatikan II, mitra dan tongat gembala Paus Paulus VI, Piala dan Kasula Paus Yohanes Paulus II, replika pastoran, perangko, lukisan dari batang pohon pisang karya Kusni Kasdut seorang legenda penjahat di tahun 70 an yang bertobat dan memeluk katholik, replika perahu Pastor P. Bonnike, SJ, Relikui Santo dan Santa.
Pada tanggal 27 Juli 1826, terjadi kebakaran di segitiga Senen. Pastoran turut lebur menjadi abu bersama dengan 180 rumah lainnya, sementara itu gedung gereja selamat namun gedungnya sudah rapuh juga dan tidak dapat digunakan lagi.
Pada waktu itu yang menjabat sebagai Komisaris Jenderal adalah Leonardus Petrus Josephus Burggraaf Du Bus de Ghisignies, seorang ningrat yang juga beragama Katolik, berasal dari daerah Vlaanderen di Belgia. Ia memiliki wewenang penuh di Batavia, serta lebih tinggi kekuasaannya dari seorang Gubernur Jenderal. Selama jabatan Du Bus de Ghisignies (1825-1830) Gereja Katolik Indonesia bisa bernafas lega. Ia beragama Katolik dan sangat memperhatikan kebutuhan umat. Ia juga sangat berjasa dalam menciptakan kebebasan kehidupan beragama di Batavia waktu itu. Salah satu jasanya adalah Regeringsreglement yang dibuatnya, pada pasal 97 diletakkan: "Pelaksanaan semua agama mendapat perlindungan pemerintah". Ia juga mendesak Pastor Prinsen untuk segera menetap di Jakarta.
Gereja Katedral Jakarta: Gereja Katedral Jakarta (1950-1960)
Melihat kebutuhan umat yang mendesak akan adanya gereja untuk tempat ibadah, Du Bus mengusahakan tempat untuk mendirikan Gereja baru. Ia memberi kesempatan kepada Dewan Gereja Katedral untuk membeli persil bekas istana Gubernur Jenderal di pojok barat/utara Lapangan Banteng (dulu Waterlooplein) yang waktu itu dipakai sebagai kantor oleh Departemen Pertahanan. Pada waktu itu, di atas tanah tersebut berdiri bangunan bekas kediaman panglima tentara Jenderal de Kock. Umat Katolik saat itu diberi kesempatan untuk membeli rumah besar tersebut dengan harga 20.000 gulden. Pengurus gereja mendapat pengurangan harga 10.000 gulden dan pinjaman dari pemerintah sebesar 8.000 gulden yang harus dilunasi selama 1 tahun tanpa bunga.
Pada tahun 1826 juga Du Bus memerintahkan Ir. Tromp untuk menyelesaikan Gedung Putih yang dimulai oleh Daendels (1809) dan kini dipakai Departemen Keuangan di Lapangan Banteng. Ir. Tromp diminta juga membangun kediaman resmi untuk komandan Angkatan Bersenjata (1830) dan sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila di Jalan Pejambon. Order ketiga pada Ir. Tromp adalah merancang Gereja Katolik pertama di Batavia. Tempatnya adalah yang sekarang dipakai Gereja Katedral.
Atas desakan Komisaris-Jenderal Du Bus De Ghisignies, Ir. Tromp merancang gereja baru berbentuk salib sepanjang 33 x 17 m. Ruang altar dibuat setengah lingkaran, sedang dalam ruang utama yang panjang dipasang enam tiang. Gaya bangunan ini bercorak barok-gothic-klasisisme; jendela bercorak neo gothic, tampak muka bergaya barok, pilaster dan dua gedung kanan kiri bercorak klasisistis. Menara tampak agak pendek dan dihiasi dengan kubah kecil di atasnya. Maka, gaya bangungan itu disebut eklektisistis. Ditambah lagi dua gedung untuk pastoran yang mengapit gereja di kanan kiri serta deretan kamar-kamar dibelakangnya. Rupanya rancangan Ir. Tromp ini membutuhkan dana yang cukup besar dan melampaui kemampuan finansial gereja waktu itu. Maka rancangan ini tidak pernah terlaksana.
Oleh karena itu, gedung yang diperoleh umat Katolik tersebut, atas usul Ir. Tromp dirombak sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk gereja. Bangunan ini sebenarnya adalah gedung dengan sebuah ruangan luas di antara dua baris pilar. Di kedua sisi panjangnya dilengkapi dengan gang. Di tengah atap dibangun sebuah menara kecil enam persegi. Di sebelah timur sebagian dari rumah asli tetap dipertahankan untuk kediaman pastor dan di sebelah barat untuk koster. Altar Agungnya merupakan hadiah dari Komisaris Jenderal du Bus Ghisignies. Gereja yang panjangnya 35 m dan lebarnya 17 m ini pada tanggal 6 November 1829 diberkati oleh Monseigneur Prinsen dan diberi nama Santa Maria Diangkat ke Surga.
Gereja Katedral Jakarta: Interior Gereja Katedral Jakarta
Gereja itu cukup membantu para imam dalam menjalankan misi pelayanannya di Batavia. Umat yang mengikuti misa semakin banyak. Untuk pertama kalinya, pada tanggal 8 Mei 1834, empat orang pribumi suku Jawa dibaptis di gereja ini.
De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming-Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga diresmikan oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, seorang Vikaris Apostolik Jakarta pada tanggal 21 April 1901. Dalam upacara peresmian tersebut banyak dihadiri para pejabat dan umat. Mgr. Luypen berdoa sejenak di hadapan patung Maria yang terdapat di antara dua pintu utama, lalu tepat pada pukul 08.00 pagi, Mgr. Luypen mulai mengelilingi seluruh gereja dan memerciki dengan air suci sambil diiringi paduan suara Santa Sesilia, yang pada tanggal 22 November 1865 didirikan oleh C.G.F. can Arcken. Prosesi terdiri dari pembawa salib, putra altar, para imam dan akhirnya sang Vikaris Apostolik. Di muka altar semua berlutut dan menyanyikan litani Segala Orang Kudus. Misa Pontifikal dengan liturginya yang kuno nan luhur diselenggarakan oleh Bapa Uskup, didampingi lima imam. Paduan Suara Santa Sesilia dengan pimpinan Bapak Toebosch dan dengan iringan organ menyanyikan Misa karangan Benoit.
Mulai sejak itu gereja utama di Jakarta itu layak disebut Katedral, karena didalamnya terdapat cathedra, yakni Tahta Uskup.
Berbagai peristiwa mewarnai lebih dari 100 tahun berdirinya Gereja Katedral ini. Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya seorang Uskup ditahbiskan dalam Gereja Katedral, yaitu Mgr. A. Van Velsen SJ dan tahun berikutnya sidang pertama Majelis Wali-wali Gereja Indonesia diadakan dalam Pastoran Katedral.
Gereja Katedral Jakarta
Seiring dengan masa 100 tahun ini, pada tahun 1988 dilakukan pemugaran untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan dan membersihkan lumut serta pengecatan ulang. Disamping itu juga dibangun gedung Pastoran dan gedung pertemuan yang baru dibagian belakang gereja. Pada 13 Agustus 1988, purnakarya pemugaran gereja Katedral diresmikan oleh Bapak Soepardjo Roestam yang pada saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, hadir mewakili Presiden Soeharto. Acara dimeriahkan dengan konser orgel oleh bapak Hub Wolfs, organis dari basilica Santo Servatius di kota Maastricht dan oleh Pastor Alfons Kurris Pr, dosen di konservatorium pada kota yang sama. Mgr. Leo Soekoto memberkati orgel pipa yang baru dan megah itu, sebuah orgel yang mempunyai 15 register dan diperlengkapi dengan 1.000 buah pipa. Berselang-seling kedua organis yang professional itu memperdengarkan karya-karya klasik, yang oleh komponis-komponis seperti Vivaldi, Bach, dan Cesar Frank diciptakan khusus untuk instrumen rajawi itu.
Present
Masa krisis gereja ini adalah pada waktu memasuki awal tahun 2000 gereja ini sering mendapatkan teror-teror bom, jadi tidak perlu kaget bila perayaan hari besar gereja seperti Natal dan Paskah selalu saja tempat ini mendapatkan pengamanan ekstra ketat dari pihak yang berwajib.
Pada tahun 2002 juga sempat dilakukan pembersihan dan pengecatan ulang pada dinding luar gedung gereja Katedral karena lumut banyak tumbuh merambat di dinding.
Ketika gedung ini pertama kali dibangun dulu, para pejabat genie (pasukan zeni) waktu itu menilai gedung gereja yang menghabiskan biaya 628.000 gulden rancangan P.A. Dijkmans tersebut sebagai gedung yang terlampau kuat mengingat struktur gedung dan material yang digunakan sungguh-sungguh pilihan yang terbaik. Maka sampai sekarang—100 tahun sesudahnya—gereja Katolik utama di Jakarta tetap berdiri tegak.

(geDoor/Kateral Jakrta Website/Satu Kebenaran Banyak Ekspresi/Wikipedia)

No comments:

Post a Comment