Pages

Sunday, October 16, 2011

Hotel des Indes

Hotel des Indes adalah hotel yang beroperasi mulai tahun 1856 hingga tahun 1960 di Weltevreden, Batavia (Jakarta). Di hotel ini ditandatangani Perjanjian Roem Royen pada 7 Mei 1949.
Hotel ini letaknya berdekatan dengan gedung BTN dan Jalan Jaga Monyet (kini Jalan Suryopranoto). Dulu di sini terdapat benteng penjagaan. Konon, karena lebih sering menjaga monyet-monyet yang berkeliaran ketimbang musuh, dinamakan Jaga Monyet. Maklum pada abad ke-18 daerah ini masih hutan belukar. Banyak yang menyayangkan kenapa nama Jaga Monyet diganti. Sampai kini mereka yang berusia lanjut lebih masih mengenal Jaga Monyet daripada Jalan Suryopranoto.
Hotel des Indes: Hotel des Indes Tahun 1957
Hotel terbesar di Batavia yang terletak dekat ujung selatan Molenvliet West (Jalan Gajah Mada), berdiri di atas tanah seluas 3,1 ha. Semula merupakan pemukiman pribadi seorang insinyur VOC (1747). De Klerk juga pernah menjadi pemilik tanah ini pada tahun 1760. Pemerintah kemudian membeli rumah dan menjadikannya sekolah asrama bagi para gadis (1832). Namun sekolah ini dipindah ke lokasi lain karena guru wanitanya menikah. (jakarta.go.id)
Hotel ini sebagian besar berdiri di atas lahan milik Reyner de Klerk (pernah menjadi gubernur jenderal) yang pada 1774 ia jual dan terus berpindah kepemilikan ke beberapa pembesar Belanda. Akhirnya pada 1829 tempat itu diubah menjadi Hotel Chaulan seturut dengan nama siempunya, warga Perancis, Surleon Antoine Chaulan. Kemudian hotel itu berubah nama lagi menjadi Hotel de Provence, pada 1835 dan kembali berubah nama pada 1851 menjadi Het Rotterdamsch Hotel (Hotel Rotterdam).
Flashback
Pada tahun 1852, Auguste Emile Wijss membeli Hotel Rotterdam, dari Chaulan, seharga 40.000 gulden pada 20 April 1852. Pada 1 Mei 1856, Wijjs menamakan hotel ini sebagai Hotel des Indes atas usulan Douwes Dekker. Pada tahun 1860 ia menjualnya ke Louis Cressonnier yang memiliki hotel ini hingga 1880. Menurut Alfred Russel Wallace yang berada di Batavia pada tahun 1861,
“Hotel des Indes sangat nyaman, setiap tamu disediakan kamar duduk dan kamar tidur menghadap ke beranda. Di beranda, tamu dapat menikmati kopi pagi dan kopi sore. ... Pada pukul sepuluh disediakan sarapan table d'hôte, dan makan malam mulai pukul enam, semuanya dengan harga per hari yang pantas.”
Hotel des Indes
Setelah Cresonnier meninggal dunia pada tahun 1870, keluarganya menjual hotel ini kepada Theodoor Gallas. Pada tahun 1886, Gallas menjual hotel ini kepada Jacob Lugt yang memperluas hotel secara besar-besaran dengan cara membeli tanah di sekeliling hotel dan lahan hotel ini bertambah hingga seluas 6,5 ha. Setelah Lugt mendapat masalah keuangan, Hotel des Indes dijadikan perseroan terbatas N.V. Hotel des Indes pada tahun 1897. Pada tahun 1903, hotel ini berada di bawah manajemen J.M. Gantvoort sebelum dikelola oleh Nieuwenhuys. (arkeologi.web.id)
John T. McCutcheon menulis pada tahun 1910 bahwa bila dibandingkan dengan Hotel des Indes, semua hotel di Asia berada di bawahnya. Lebih lanjut, ia bercerita tentang kemewahan rijsttafel di hotel ini,
“Anda harus makan siang lebih awal agar ada cukup waktu untuk menikmatinya sebelum makan malam. Makan siang disajikan oleh 24 orang pelayan yang berbaris memanjang, mulai dari dapur hingga ke meja, dan kembali ke dapur dengan berbaris. Setiap pelayan membawa sepiring makanan berisi salah satu lauk dari keseluruhan 57 lauk pauk untuk rijsttafel. Anda mengambil sendiri lauk dengan sebelah tangan hingga lelah, lalu bergantian dengan tangan yang sebelah lagi. Ketika Anda sudah siap makan, piring anda terlihat seperti bunker di padang golf yang dipenuhi nasi.”
Hotel des Indes
Di samping terkenal dengan makanannya terutama rijsttafel dan berbagai masakan Eropa lainnya, hotel setiap malam menampilkan artis tahun 1950-an dan 60-an dalam berbagai acara hiburan. Pada tahun tersebut, beberapa diplomat asing yang menghadapi kesulitan perumahan di Jakarta, tinggal dan berkantor di Hotel des Indes.
Para tamu di Hotel des Indes menunjukkan tipologi masyarakat campuran. Mereka duduk bersama untuk saling beradu pendapat di "rumah sementara mereka" setelah mengunjungi Societeit Harmonie atau tempat lain. Ketika hotel dimiliki oleh Etienne, selain menyuguhkan evening ice dan memanfaatkan lapangan di depan hotel untuk pertunjukan sirkus kecil di tahun 1848. Di lantai bawah terdapat kafe kopi yang dioperasikan Louis Dimier, seorang bekas kepala rumah tangga di rumah-rumah Belanda di Paris, Brussel, dan London. Sebuah bangunan di samping kanan hotel merupakan writing rooms yang digunakan untuk kelas ketika gedung digunakan untuk sekolah pada tahun 1801.
Hotel des Indes: Duta Merlin
Ketika penyerahan kedaulatan, Bung Karno mengganti nama Hotel des Indes jadi Hotel Duta Indonesia (HDI). Hotel ini pada masa akhir pendudukan Jepang, pernah menjadi tempat menginap para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang dalam sidangnya pada 18 Agustus 1945 di Pejambon, menetapkan UUD 1945, memilih Bung Karno dan Bung Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.
Present
Pada tahun 1971, bangunan hotel dibongkar untuk didirikan Pertokoan Duta Merlin.

(arkeologi.web.id/jakarta.go.id/Santai Sejenak/Wikipedia)