Menjulang di tengah hiruk-pikuk Pasar Ikan dan Pelabuhan Sunda Kelapa,
berdirilah bangunan kolonial Menara Syahbandar yang dibangun Belanda tahun
1834. Beberapa pucuk kanon mengawasi dari arah barat dan timur Menara
Syahbandar yang di masa lalu berfungsi memandu keluar-masuk kapal ke Batavia
sebelum Pelabuhan Tanjung Priok dibuka. (oudBatavia)
Menara Syahbandar |
Menara tersebut dibangun pada tahun 1839 oleh Gubernur Jenderal
Daendels. Menara ini berfungsi sebagai gardu dan pos pengamatan lalu lintas
laut di Pelabuhan Sunda Kalapa kala itu. Selain itu, menara ini juga sebagai
isyarat bagi kapal-kapal yang akan berlabuh. Sebab, di bagian ujung menara
terdapat bendera. Sayangnya, ketika Pelabuhan Tanjung Priok dioperasikan mulai
tahun 1886, menara tersebut kehilangan fungsinya. (Berita Jakarta/Wikipedia)
Menara Syahbandar, atau yang zaman Belanda disebut sebagai Uitkijk Post
ini, didirikan di bekas bastion (benteng) Culemborg yang dibangun sekitar 1645 dan
merupakan tembok kota Batavia. Memasuki menara, tepat di bawah tangga terdapat
sebuah prasasti bertulisan Cina. Tulisan ini jika diartikan kira-kira
berbunyi, "Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan serta di
sinilah titik nol Batavia". Nah, secara geografis, Menara Syahbandar di
masa silam menjadi patokan titik 0 (Kilometer 0) Kota Jakarta. Namun, pada
tahun '80-an patokan Kilometer 0 Jakarta kemudian dipindah ke Monumen Nasional
(Monas).
Salah satu saksi bisu perkubuan Belanda adalah pintu besi di bawah
Menara Syahbandar yang berupa jalan masuk ke dalam lorong bawah tanah menuju
Benteng Frederik Hendrik (sekarang Masjid Istiqlal).
Sesudah masa kemedekaan, beberapa bangunan didekatnya dirobohkan untuk
perluasan Jalan Pakin. Bangunan ditengah antara menara dan gedung administrasi,
diganti dengan Prasasti di tugu yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Ali
Sadikin tahun 1977 sebagai penanda Kilometer 0 di masa lalu.
Bertambahnya usia bangunan hingga saat ini membuat bangunan setinggi 12 m dengan ukuran 4 x 8 m secara perlahan menjadi
miring sehingga kerap disebut Menara Miring. Posisinya yang persis disisi
jalan raya Pakin, dimana setiap hari padat oleh kendaraan dan tak jarang jenis
kendaraan berat seperti truk kontainer, menambah beban getar disisi selatan
menara. Menara ini juga disebut Menara Goyang karena menara ini
terasa bergoyang ketika mobil melewati sekitarnya. (Wikipedia)
Menara Syahbandar: Menara Syahbandar Tahun 1910 |
Ada tiga ruangan yang ada di dalam menara. Sebuah ruangan di lantai dasar,
sebuah ruangan di bagian tengah, dan sebuah ruangan lagi di bagian atas. Lantai
dasar sebagai pintu masuk ke Menara Syahbandar, lantai dua merupakan bangunan
kosong dengan lebar kurang lebih 6x7 m, dan lantai atas merupakan tempat
pengintaian. Di bagian bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulunya
digunakan sebagai penjara.
Menaiki tangga menara, menelusuri ruang-ruangnya, serta mencapai puncak
dan memandang kapal- kapal aneka rupa di Pelabuhan Sunda Kelapa adalah daya
tarik menara ini.
Menara Syahbandar: Menara Syahbandar Tahun 1946 |
Di sekitar menara juga terdapat tiga bangunan lain, yakni satu bangunan
berada di depan menara. Bangunan ini berfungsi sebagai ruang navigasi. Kemudian
satu bangunan berada di bagian bawah atau pas di depan pintu masuk. Bangunan
ini berfungsi sebagai tempat transaksi perdagangan. Dan terakhir bangunan
terdapat di samping menara yang berfungsi sebagai menara. Sesuai dengan
fungsinya, di sekitar Menara Syahbandar terdapat tujuh meriam. Tiga diantaranya
mengarah ke Pasar Ikan.
Tepat di sebelah selatan menara terdapat Kafe VOC Galangan yang di masa
lalu merupakan galangan kapal Serikat Dagang Hindia Timur Belanda (Verenigde
Oost Indische Compagnie). Lokasi itu sebelumnya merupakan kediaman Pangeran
Jayawikarta penguasa Jayakarta dan loji Inggris, yang kemudian dihancurkan
Belanda tahun 1619 saat merebut Jayakarta. Kemudian Belanda menamakan Jayakarta
sebagai Batavia.
Dan tepat di seberang timur Kafe VOC Galangan merupakan perkubuan
Belanda yang kini menjadi bangunan bioskop yang sudah tutup. Kubu tersebut
merupakan benteng Mauritius dan Nassau yang kemudian berkembang menjadi
perkubuan Jakarta.
Present
Salah satu keunikan dari Menara Syahbandar adalah kemiringannya. Ya,
jika boleh disamakan, seperti Menara Pisa di Italia, yang berdiri miring
beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Pada saat pengukuran tahun 2001,
sudut kemiringan menara yang dibangun pada 1839 itu baru mencapai 2°15′54″ ke
arah selatan dan 0°15′58″ ke arah barat, tapi sekarang mungkin sudah lebih
miring lagi! Hal ini disebabkan oleh kondisi fondasi dan tanah yang labil.
Kalau dua atau tiga kontainer yang memuat alat-alat berat melewati jalan di depan
menara, getarannya bakalan sangat heboh terasa oleh orang-orang yang berada
dalam menara.
Selain peninggalan sejarah, pemandangan di kawasan ini juga sangat
indah. Apalagi, jika berada di bagian atas menara, tepatnya di ruang
pengamatan. Setelah memanjat beberapa anak tangga dan mencapai pos pengamatan,
pengunjung akan mendapatkan suatu pandangan yang indah dari kapal-kapal kayu
tradisional di Sunda Kelapa, dan hamparan laut yang luas. Jika kita pandai
menyelami masa kejayaan Pelabuhan Sunda Kalapa tempo dulu, maka pasti akan
terbuai betapa majunya aktivitas perdagangan kala itu. Pada awal April 2007,
telah dilakukan perbaikan oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai realisasi Program
Revitalisasi Kota Tua yang dicanangkan sejak tahun 2006.
Menara Syahbandar: Menara Syahbandar Tahun 2006 |
Meski menjadi tujuan wisata, tempat itu kurang terawat. Sejak beberapa
bulan terakhir toko suvenir dan kantor administrasi pelabuhan zaman Belanda itu
kini tidak digunakan. Bahkan, sebagian besar atap bangunan bocor di waktu
hujan. Demikian pula beberapa konstruksi kayu di Menara Syahbandar sudah lapuk.
Padahal, hanya sepelemparan batu dari Menara Syahbandar menjadi tempat
kembalinya Soekarno ke Batavia pada awal 1942 untuk memimpin pergerakan
Indonesia semasa penjajahan Jepang. Ayunan langkah pertama kembalinya Bung
Karno di Batavia dimulai dari titik 0 di kawasan tersebut.
(Berita
Jakarta/detikForum/oudBatavia/Wikipedia)