Pages

Thursday, October 20, 2011

Menara Syahbandar

Menjulang di tengah hiruk-pikuk Pasar Ikan dan Pelabuhan Sunda Kelapa, berdirilah bangunan kolonial Menara Syahbandar yang dibangun Belanda tahun 1834. Beberapa pucuk kanon mengawasi dari arah barat dan timur Menara Syahbandar yang di masa lalu berfungsi memandu keluar-masuk kapal ke Batavia sebelum Pelabuhan Tanjung Priok dibuka. (oudBatavia)
Menara Syahbandar
Menara tersebut dibangun pada tahun 1839 oleh Gubernur Jenderal Daendels. Menara ini berfungsi sebagai gardu dan pos pengamatan lalu lintas laut di Pelabuhan Sunda Kalapa kala itu. Selain itu, menara ini juga sebagai isyarat bagi kapal-kapal yang akan berlabuh. Sebab, di bagian ujung menara terdapat bendera. Sayangnya, ketika Pelabuhan Tanjung Priok dioperasikan mulai tahun 1886, menara tersebut kehilangan fungsinya. (Berita Jakarta/Wikipedia)
Menara Syahbandar, atau yang zaman Belanda disebut sebagai Uitkijk Post ini, didirikan di bekas bastion (benteng) Culemborg yang dibangun sekitar 1645 dan merupakan tembok kota Batavia. Memasuki menara, tepat di bawah tangga terdapat sebuah prasasti bertulisan Cina. Tulisan ini jika diartikan kira-kira berbunyi, "Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan serta di sinilah titik nol Batavia". Nah, secara geografis, Menara Syahbandar di masa silam menjadi patokan titik 0 (Kilometer 0) Kota Jakarta. Namun, pada tahun '80-an patokan Kilometer 0 Jakarta kemudian dipindah ke Monumen Nasional (Monas).

Flashback
Salah satu saksi bisu perkubuan Belanda adalah pintu besi di bawah Menara Syahbandar yang berupa jalan masuk ke dalam lorong bawah tanah menuju Benteng Frederik Hendrik (sekarang Masjid Istiqlal).
Sesudah masa kemedekaan, beberapa bangunan didekatnya dirobohkan untuk perluasan Jalan Pakin. Bangunan ditengah antara menara dan gedung administrasi, diganti dengan Prasasti di tugu yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin tahun 1977 sebagai penanda Kilometer 0 di masa lalu.
Bertambahnya usia bangunan hingga saat ini membuat bangunan setinggi 12 m dengan ukuran 4 x 8 m secara perlahan menjadi miring sehingga kerap disebut Menara Miring. Posisinya yang persis disisi jalan raya Pakin, dimana setiap hari padat oleh kendaraan dan tak jarang jenis kendaraan berat seperti truk kontainer, menambah beban getar disisi selatan menara. Menara ini juga disebut Menara Goyang karena menara ini terasa bergoyang ketika mobil melewati sekitarnya. (Wikipedia)
Menara Syahbandar: Menara Syahbandar Tahun 1910
Menara Syahbandar memiliki ketinggian 18 m dengan luas bangunan 10x6 m. Pada bagian bawah terdapat ruang tahanan bagi awak kapal yang melanggar peraturan. Sedangkan pada bagian puncak terdapat ruang pengamatan yang dilengkapi dengan empat jendela. Jika dicermati, bangunan menara tidaklah tegak lurus, namun sedikit miring. (Berita Jakarta)
Ada tiga ruangan yang ada di dalam menara. Sebuah ruangan di lantai dasar, sebuah ruangan di bagian tengah, dan sebuah ruangan lagi di bagian atas. Lantai dasar sebagai pintu masuk ke Menara Syahbandar, lantai dua merupakan bangunan kosong dengan lebar kurang lebih 6x7 m, dan lantai atas merupakan tempat pengintaian. Di bagian bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulunya digunakan sebagai penjara.
Menaiki tangga menara, menelusuri ruang-ruangnya, serta mencapai puncak dan memandang kapal- kapal aneka rupa di Pelabuhan Sunda Kelapa adalah daya tarik menara ini.
Menara Syahbandar: Menara Syahbandar Tahun 1946
Sebagai bekas benteng, dilantai bawah masih terdapat ruang bawah tanah untuk perlindungan dan pintu terowongan bisa tembus hingga Fatahillah (Museum Fatahillah, dulu Stadhuis) bahkan kemungkinan hingga Masjid Istiqlal karena dulu pernah ada Benteng Frederik Hendrik. Saat ini pintu menuju terowongan sudah ditutup, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Di sekitar menara juga terdapat tiga bangunan lain, yakni satu bangunan berada di depan menara. Bangunan ini berfungsi sebagai ruang navigasi. Kemudian satu bangunan berada di bagian bawah atau pas di depan pintu masuk. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat transaksi perdagangan. Dan terakhir bangunan terdapat di samping menara yang berfungsi sebagai menara. Sesuai dengan fungsinya, di sekitar Menara Syahbandar terdapat tujuh meriam. Tiga diantaranya mengarah ke Pasar Ikan.
Tepat di sebelah selatan menara terdapat Kafe VOC Galangan yang di masa lalu merupakan galangan kapal Serikat Dagang Hindia Timur Belanda (Verenigde Oost Indische Compagnie). Lokasi itu sebelumnya merupakan kediaman Pangeran Jayawikarta penguasa Jayakarta dan loji Inggris, yang kemudian dihancurkan Belanda tahun 1619 saat merebut Jayakarta. Kemudian Belanda menamakan Jayakarta sebagai Batavia.
Dan tepat di seberang timur Kafe VOC Galangan merupakan perkubuan Belanda yang kini menjadi bangunan bioskop yang sudah tutup. Kubu tersebut merupakan benteng Mauritius dan Nassau yang kemudian berkembang menjadi perkubuan Jakarta.
Present
Salah satu keunikan dari Menara Syahbandar adalah kemiringannya. Ya, jika boleh disamakan, seperti Menara Pisa di Italia, yang berdiri miring beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Pada saat pengukuran tahun 2001, sudut kemiringan menara yang dibangun pada 1839 itu baru mencapai 2°15′54″ ke arah selatan dan 0°15′58″ ke arah barat, tapi sekarang mungkin sudah lebih miring lagi! Hal ini disebabkan oleh kondisi fondasi dan tanah yang labil. Kalau dua atau tiga kontainer yang memuat alat-alat berat melewati jalan di depan menara, getarannya bakalan sangat heboh terasa oleh orang-orang yang berada dalam menara.
Selain peninggalan sejarah, pemandangan di kawasan ini juga sangat indah. Apalagi, jika berada di bagian atas menara, tepatnya di ruang pengamatan. Setelah memanjat beberapa anak tangga dan mencapai pos pengamatan, pengunjung akan mendapatkan suatu pandangan yang indah dari kapal-kapal kayu tradisional di Sunda Kelapa, dan hamparan laut yang luas. Jika kita pandai menyelami masa kejayaan Pelabuhan Sunda Kalapa tempo dulu, maka pasti akan terbuai betapa majunya aktivitas perdagangan kala itu. Pada awal April 2007, telah dilakukan perbaikan oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai realisasi Program Revitalisasi Kota Tua yang dicanangkan sejak tahun 2006.

Menara Syahbandar: Menara Syahbandar Tahun 2006
Kini menara yang dikenal dengan nama Menara Syahbandar itu menjadi salah satu objek wisata menarik di kawasan Jakarta Utara. Sayangnya, saat ini warga Jakarta dan para pengunjung dari luar daerah belum banyak mengetahui hal itu. Karenanya, tak heran jika kawasan wisata ini masih sepi pengunjung. Di sana hanya terlihat segelintir wisatawan yang datang. Jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang ada di bangunan utama Museum Bahari, maka jumlahnya tak sampai separuhnya.
Meski menjadi tujuan wisata, tempat itu kurang terawat. Sejak beberapa bulan terakhir toko suvenir dan kantor administrasi pelabuhan zaman Belanda itu kini tidak digunakan. Bahkan, sebagian besar atap bangunan bocor di waktu hujan. Demikian pula beberapa konstruksi kayu di Menara Syahbandar sudah lapuk.
Padahal, hanya sepelemparan batu dari Menara Syahbandar menjadi tempat kembalinya Soekarno ke Batavia pada awal 1942 untuk memimpin pergerakan Indonesia semasa penjajahan Jepang. Ayunan langkah pertama kembalinya Bung Karno di Batavia dimulai dari titik 0 di kawasan tersebut.

(Berita Jakarta/detikForum/oudBatavia/Wikipedia)