Museum Sumpah Pemuda adalah sebuah museum sejarah perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di Jalan Kramat Raya Nomor 106,
Jakarta Pusat dan dikelola oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia. Museum ini dibuka untuk umum, setiap hari Selasa sampai dengan Jumat
dari pukul 08.00-15.00 WIB, setiap Sabtu dan Minggu pada pukul 08.00-14.00 WIB,
dan setiap hari Senin dan hari besar nasional, museum ini ditutup untuk umum.
Museum Sumpah Pemuda |
Bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda,
adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.
Flashback
Di gedung milik Sie Kok Liong ini pernah tinggal beberapa tokoh
pergerakan, seperti Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad
Tamzil atau Assaat dt Moeda. (Wikipedia)
Sejak 1908 Gedung Kramat disewa pelajar Stovia (School tot Opleiding
van Inlandsche Artsen) dan RS (Rechtsschool) sebagai tempat tinggal dan
belajar. Saat itu dikenal dengan nama Commensalen Huis. Mahasiswa yang pernah
tinggal adalah Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi
(Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing,
Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil,
Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana. Sejak tahun
1927 Gedung Kramat 106 digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda
untuk melakukan kegiatan pergerakan. Bung Karno dan tokoh-tokoh Algemeene
Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format
perjuangan dengan para penghuni Gedung Kramat 106. (Attayaya Belajar)
Museum Sumpah Pemuda: Pemuda Kaum Betawi |
Sejak 1925 gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang
tergabung dalam Jong Java. Mereka kebanyakan pelajar Sekolah Pendidikan Dokter
Hindia alias Stovia. Aktivis Jong Java menyewa bangunan 460
m² ini karena kontrakan sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan
diskusi politik dan latihan kesenian Jawa. Anggota Jong Java dan mahasiswa
lainnya menyebut gedung ini Langen Siswo.
Sejak 1926, penghuni gedung ini makin beragam. Mereka kebanyakan
aktivis pemuda dari daerahnya masing-masing. Kegiatan penghuni gedung itu juga
makin beragam. Selain kesenian, mahasiswa di gedung ini aktif dalam kepanduan
dan olahraga. Gedung ini juga menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar
Indonesia (PPPI), yang berdiri pada September 1926, usai kongres pemuda
pertama. Penghuni kontrakan, dengan payung PPPI, sering mengundang tokoh
seperti Bung Karno untuk berdiskusi. Para pelajar menyewa gedung itu dengan
tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara dengan 40 liter beras
waktu itu. Mereka memiliki pekerja yang mengurus rumah yang dikenal dengan nama
Bang Salim.
Pemerintah Hindia Belanda selalu mengawasi dengan ketat kegiatan rapat
pemuda. Pemerintah memang mengakui hak penduduk di atas 18 tahun mengadakan
perkumpulan dan rapat. Namun bisa sewaktu-waktu memberlakukan vergader-verbod
atau larangan mengadakan rapat, karena dianggap menentang pemerintah. Setiap
pertemuan harus mendapat izin dari polisi. Setelah itu, rapat dalam pengawasan
penuh Politieke Inlichtingen Dienst (PID), semacam dinas intelijen politik.
Rumah 106 ini juga selalu dalam kuntitan dinas intelijen ini, termasuk rapat
ketiga Kongres Pemuda II.
Di gedung ini juga muncul majalah Indonesia Raya, yang dikelola PPPI.
Karena sering dipakai kegiatan pemuda yang sifatnya nasional, para penghuni
menamakan gedung ini Indonesische Clubhuis, tempat resmi pertemuan pemuda
nasional. Sejak 1927, mereka memasang papan nama gedung itu di depan. Padahal
Gubernur Jenderal H.J. de Graff sedang menjalankan politik tangan besi.
Kegiatan pemuda dialihkan ke Jalan Kramat 156 setelah para penghuni
Kramat 106 tidak melanjutkan sewanya pada 1934. Gedung itu lalu disewakan
kepada Pang Tjem Jam sebagai tempat tinggal pada 1937-1951. Setelah itu, gedung
disewa lagi oleh Loh Jing Tjoe, yang menggunakannya sebagai toko bunga dan
hotel. Gedung Kramat 106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran
pada 1951-1970. (Wikipedia)
Di gedung ini memang dihasilkan keputusan yang lebih maju, yang
kemudian dikenal sebagai sumpah pemuda. Setelah peristiwa Sumpah Pemuda banyak
penghuninya yang meninggalkan gedung Indonesische Clubgebouw karena sudah lulus
belajar. Setelah para pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung
kemudian disewakan kepada Pang Tjem Jam selama tahun 1934-1937. Pang Tjem Jam
menggunakan gedung itu sebagai rumah tinggal. Kemudian pada tahun 1937-1951
gedung ini disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga
(1937-1948) dan Hotel Hersia (1948-1951). Pada tahun 1951-1970, Gedung Kramat
106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan
karyawannya. (Attayaya Belajar)
Museum Sumpah Pemuda |
Gagasan mendirikan Museum Sumpah Pemuda berasal dari pelaku Kongres
Pemuda Kedua. Mereka berpendapat bahwa nilai-nilai persatuan yang dirintis
generasi 28 harus diwariskan kepada generasi yang lebih muda. Untuk itu, pada
tanggal 15 Oktober 1968, Prof. Mr. Soenario berkirim surat kepada Gubernur DKI
Jakarta, Ali Sadikin, untuk meminta perhatian dan pembinaan terhadap Gedung
Kramat 106 agar nilai sejarah yang terkandung di dalamnya terpelihara. Gubernur
DKI Jakarta melalui SK Gubernur No. cb.11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie
Staatsblad No. 238 tahun 1931, tanggal 10 Januari 1972, kemudian menetapkan
Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya.
Sebagai tindak lanjut SK Gubernur tersebut, Gedung Kramat 106 dipugar
Pemda DKI Jakarta pada 3 April 1973. Pemugaran selesai 20 Mei 1973. Gedung
Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda.
Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei
1973. Pada 20 Mei 1974 Gedung Sumpah Pemuda kembali diresmikan oleh Presiden
RI, Soeharto.
Pada 16 Agustus 1979, Gedung Sumpah Pemuda diserahkan Pemda DKI Jakarta
kepada Pemerintah Pusat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pengelolaannya
diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olah
Raga. Menurut rencana, Gedung Sumpah Pemuda akan dijadikan Pusat Informasi
Kegiatan Kepemudaan dibawah Kantor Menteri Muda Urusan Pemuda (kemudian menjadi
Menteri Muda Urusan Pemuda dan Olah Raga). Pada tanggal 28 Oktober 1980
diadakan pembukaan selubung papan nama Gedung Sumpah Pemuda oleh Dra. Jos
Masdani, atas permintaan Menteri Muda Urusan Pemuda Mayor TNI AU dr. Abdul
Gafur, sebagai tanda penyerahan pengelolaan gedung dari Pemda DKI Jakarta
kepada Departemen P dan K. Tiga tahun kemudian, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, mengeluarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 029/O/1983, tanggal 7 Februari 1983, yang
menyatakan bahwa Gedung Sumpah Pemuda dijadikan UPT dilingkungan Direktorat
Jenderal Kebudayaan dengan nama Museum Sumpah Pemuda.
Bersamaan dengan dibentuknya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata oleh
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid pada tahun 1999, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda
diserahkan dari Departemen Pendidikan Nasional kepada Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata. Penyerahan dilakukan Menteri Pendidikan Nasional, Dr. Yahya A.
Muhaimin, kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Drs. I Gede Ardhika.
Seiring dengan perubahan struktur pemerintahan, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata dijadikan Kementerian Negara. Untuk menampung unit-unit yang tidak
tertampung dalam Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata dibentuklah Badan
Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. Pengelolaan Museum Sumpah Pemuda yang
semula ada di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata kemudian diserahkan
kepada Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. Bersamaan dengan
reorganisasi di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, pengelolaan Museum
Sumpah Pemuda kembali dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Present
Sebagai museum khusus, koleksi museum ini terdiri dari koleksi yang
berhubungan dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Pada tahun 2007, keseluruhan
koleksi berjumlah 2.867 koleksi, dimana koleksi utamanya adalah Gedung Kramat
106 yang merupakan tempat direncanakan dan dilaksanakannya Kongres Pemuda
Kedua, 27-28 Oktober, 1928. Gedung ini terbagi atas bangunan utama dan
paviliun. Bangunan utama terdiri atas serambi depan, satu ruang tamu, 5 kamar,
dan satu ruang terbuka atau ruang rapat. Sedangkan bangunan paviliun memiliki 2
kamar.
Museum Sumpah Pemuda: Koleksi Museum |
Di dalam Museum Sumpah Pemuda ini memiliki koleksi tentang sejarah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, seperti koleksi foto kegiatan pemuda
di masa itu, patung, stempel, bendera organisasi pemuda, naskah sumpah pemuda,
biola milik W.R.Supratman, Piagam penghargaan, buku-buku, dokumen-dokumen dan
masih banyak lainnya.
(Attayaya Belajar/KapanLagi.com/Sumpah
Pemuda/Wikipedia)