Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah sebuah stadion serbaguna di
Jakarta, Indonesia yang merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Stadion ini umumnya digunakan sebagai arena pertandingan
sepak bola tingkat internasional. Stadion ini dinamai untuk menghormati
Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang juga merupakan tokoh yang
mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini. Dalam rangka
de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama stadion ini diubah menjadi Stadion
Utama Senayan.
Sebuah ciri khas stadion ini adalah atap yang disebut oleh Bung Karno
sebagai Temu Gelang, yaitu sebuah atap konstruksi baja besar yang
membentuk cincin raksasa dan melindungi para penonton dari panas dan hujan.
Dengan kapasitas sekitar 100.000 orang, stadion yang mulai dibangun
pada pertengahan tahun 1958 dan penyelesaian fase pertamanya pada kuartal
ketiga 1962 ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Menjelang Piala
Asia 2007, dilakukan renovasi pada stadion yang mengurangi kapasitas stadion
menjadi 88.083 penonton.
Gelora Bung Karno |
Flashback
Dari sejumlah literatur dan peta yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau Batavia pada tahun
1902, kawasan Senayan itu semula bernama
Wangsanajan, atau Wangsanayan menurut
Ejaan Yang diperbaharui.
Konon Wangsanayan adalah pemilik tanah yang kini menjadi salah satu
tempat elit di Jakarta itu. Mungkin penyebutannya agak sulit, lambat laun nama
kawasan itu berubah jadi Senayan.
Informasi lainnya adalah bahwa kata Senayan dalam bahasa Betawi berarti
Senenan atau jenis permainan berkuda. Nama itu diperkirakan muncul sejak masa
penjajahan Thomas Raffles (1808-1811). Saat itu, kawasan Senayan dijadikan
sebagai tempat warga Inggris bermain Polo.
Gelora Bung Karno: Pembangunan Gelora Bung Karno Tahun 1962 |
Bermula dari Asian Games III tahun 1958 yang digelar di Tokyo, Jepang.
Pada saat itu, Asian Games Federation menunjuk Indonesia menjadi penyelenggara
Asian Games IV pada tahun 1962. Selain kebanggaan karena memperoleh kepercayaan
tersebut, pada sisi lain juga menjadi tantangan besar. Mampukah Indonesia yang
kondisi sosial ekonomi dan politiknya baru saja stabil menyelenggarakan event
besar tersebut? Apalagi, pada saat itu fasilitas olahraga jumlahnya amat
terbatas. Rupanya Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, justru menyambut gembira
tantangan tersebut. Bung Karno bergerak cepat. Pertama, segera menetapkan
Senayan sebagai lokasi gelanggang olahraga terpadu.
Tak lama kemudian, tanggal 8 Februari 1960, Bung Karno memancangkan
tiang pertama dan disaksikan langsung Wakil PM Uni Soviet Anastas Mikoyan
sebagai tanda dimulainya pembangunan Stadion Utama di kawasan komplek olahraga
tersebut. Total luas kompleks olahraga yang akan dibangun sekitar 300 ha.
Pembangunannya menelan empat kampung yaitu Senayan, Petunduan,
Kebun Kelapa, dan Bendungan Hilir. Pada 19 Mei 1959, dimulailah pembebasan
tanah dan pembongkaran bangunan. Warga yang tergusur mencapai 60.000 orang.
Mereka dipindahkan ke Tebet, Slipi, dan Ciledug.
Gelora Bung Karno: Pembangunan Gelora Bung Karno Tahun 1962 |
Selain dibangun dalam rangka penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962
di Jakarta, mega proyek yang dananya diperoleh dari kredit lunak Uni Soviet
sebesar US$ 12,5 juta atau Rp 117,6 miliar ini juga diharapkan nantinya
kompleks olahraga ini dapat dijadikan sebagai paru-paru kota dan ruang terbuka
tempat warga berkumpul.
Setelah selesai, maka pada tanggal 21 Juli 1962 pukul 17.00 WIB
Presiden Soekarno meresmikan penggunaan Stadion Utama. Stadion ini memiliki
kapasitas tempat duduk 100.000 orang. Sebulan berikutnya, pada 24 Agustus 1962,
digelar upacara pembukaan menandai penyelenggaraan Asian Games IV. Pada event tersebut atlet tuan rumah
menunjukan prestasi terbaiknya. Ketika itu Indonesia menduduki peringkat kedua
dalam pengumpulan medali setelah Jepang yang keluar sebagai juara umum.
Indonesia merebut 11 emas, 12 perak dan 28 perunggu. Suatu prestasi yang hingga
kini belum pernah terulang lagi.
Nama Gelanggang Olahraga Bung
Karno diumumkan pertama kali oleh Ir. Djuanda, selaku pejabat presiden
selama Presiden Soekarno saat itu berada di luar negeri yang mengumumkannya
sebagai nama yang akan diberikan pada kompleks olahraga Asian Games IV itu.
Usai Asian Games nama Gelora Bung Karno resmi digunakan dengan status sebagai
yayasan yaitu Yayasan Gelora Bung Karno (YGBK), dibentuk secara resmi melalui
Keppres No. 318 Tahun 1962 tanggal 24 September 1962. Namun, kesulitan ekonomi
yang melanda Indonesia pada tahun 1966 membuat pemerintah mencabut subsidi bagi
YGBK dan sejak saat itu pula YGBK berubah nama menjadi Yayasan Gelanggang
Olahraga Senayan (YGOS).
Gelora Bung Karno |
YGOS yang ditugaskan mengelola gelora tersebut dikarenakan tidak
mendapat subsidi dari pemerintah maka menggandeng mitra usaha sebagai sumber
pendanaan dengan membangun sarana olahraga dan non-olahraga yaitu lapangan golf
20 ha (1968), Golf Driving Range (1970), Hotel Hilton 13 ha (1971), dan Balai
Sidang Jakarta (1974).
Pada tahun 1984, YGOS bubar dan mengalihkan tugas pengelolaan ke tangan
Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden. Pada masa dikelola oleh BGPS, komplek olah raga senayan semakin
terbuka terhadap kehadiran perkantoran, hotel, dan pusat perbelanjaan. Hasilnya
komplek yang pada mulanya mempunyai luas sebesar 279,1 ha namun sekarang telah
mengalami penyusutan wilayah menjadi hanya tinggal 136,84 ha (49%) saja.
Dari jumlah yang 51% yang hilang itu, 67,52 ha (24,2% dari luas semula)
digunakan untuk berbagai bangunan pemerintah seperti Gedung MPR/DPR, Kantor Kementerian
Kehutanan, Kantor Kementerian Pendidikan Nasional, Gedung TVRI, Graha Pemuda, Kantor
Kelurahan Gelora, SMAN 24, Puskesmas, dan rumah makan. Sisanya yang 26,7% atau
74,74 ha disewakan (dijual ?) untuk berbagai bangunan seperti Hotel Hilton
(sejak dikelola YGOS), kompleks perdagangan Ratu Plaza, Hotel Mulia, Hotel
Atlet Century Park, Taman Ria Remaja Senayan, Wisma Fairbanks, Plaza Senayan
dan berbagai bangunan komersial lainnya.
Gelora Bung Karno |
Pada era reformasi setelah lengsernya Soeharto, maka sejak digunakannya
kembali nama Gelora Bung Karno oleh
Presiden Abdurrahman Wahid melalui Keppres No. 7 Tahun 2001, maka pengelola GBK
juga berubah seiring pergantian nama dari istora senayan menjadi GBK yaitu dari
Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) menjadi Badan Pengelola Gelora Bung Karno
(BPGBK). Secara ex-officio, baik BPGS maupun BPGBK diketuai oleh Menteri
Sekretaris Negara.
Present
Pada awalnya Gelora Bung Karno adalah suatu kawasan yang didesain oleh
Bung Karno sebagai sarana olahraga, paru-paru kota, dan ruang publik. Namun kini
dengan banyaknya bangunan yang tidak sesuai dengan konsep awal tersebut dinilai
telah merugikan kepentingan masyarakat dan mengkhianati cita-cita Bung Karno
itu sendiri. Bung Karno berharap dengan didirikannya komplek olah raga tersebut
dapat meningkatkan kemampuan dan prestasi olah raga para atlit Indonesia yang
nantinya dapat meningkatkan harga diri bangsa di dunia Internasional.
Karena kawasan Gelora Bung Karno di masa sekarang telah menjadi pusat
bisnis maka dikhawatirkan arena olah raganya itu sendiri akan hilang sehingga
jangan kaget jika suatu saat namanya berubah menjadi Gelora Bisnis Center Bung
Karno.
(Kaskus/Proshop X-Wear/VIVAnews/Wikipedia)