Pages

Wednesday, November 2, 2011

Gelora Bung Karno

Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah sebuah stadion serbaguna di Jakarta, Indonesia yang merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno. Stadion ini umumnya digunakan sebagai arena pertandingan sepak bola tingkat internasional. Stadion ini dinamai untuk menghormati Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang juga merupakan tokoh yang mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini. Dalam rangka de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama stadion ini diubah menjadi Stadion Utama Senayan.
Sebuah ciri khas stadion ini adalah atap yang disebut oleh Bung Karno sebagai Temu Gelang, yaitu sebuah atap konstruksi baja besar yang membentuk cincin raksasa dan melindungi para penonton dari panas dan hujan.
Dengan kapasitas sekitar 100.000 orang, stadion yang mulai dibangun pada pertengahan tahun 1958 dan penyelesaian fase pertamanya pada kuartal ketiga 1962 ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Menjelang Piala Asia 2007, dilakukan renovasi pada stadion yang mengurangi kapasitas stadion menjadi 88.083 penonton.
Gelora Bung Karno
Flashback
Dari sejumlah literatur dan peta yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau Batavia pada tahun 1902, kawasan Senayan  itu semula bernama Wangsanajan, atau Wangsanayan menurut Ejaan Yang diperbaharui.
Konon Wangsanayan adalah pemilik tanah yang kini menjadi salah satu tempat elit di Jakarta itu. Mungkin penyebutannya agak sulit, lambat laun nama kawasan itu berubah jadi Senayan.
Informasi lainnya adalah bahwa kata Senayan dalam bahasa Betawi berarti Senenan atau jenis permainan berkuda. Nama itu diperkirakan muncul sejak masa penjajahan Thomas Raffles (1808-1811). Saat itu, kawasan Senayan dijadikan sebagai tempat warga Inggris bermain Polo.
Gelora Bung Karno: Pembangunan Gelora Bung Karno Tahun 1962
Bermula dari Asian Games III tahun 1958 yang digelar di Tokyo, Jepang. Pada saat itu, Asian Games Federation menunjuk Indonesia menjadi penyelenggara Asian Games IV pada tahun 1962. Selain kebanggaan karena memperoleh kepercayaan tersebut, pada sisi lain juga menjadi tantangan besar. Mampukah Indonesia yang kondisi sosial ekonomi dan politiknya baru saja stabil menyelenggarakan event besar tersebut? Apalagi, pada saat itu fasilitas olahraga jumlahnya amat terbatas. Rupanya Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, justru menyambut gembira tantangan tersebut. Bung Karno bergerak cepat. Pertama, segera menetapkan Senayan sebagai lokasi gelanggang olahraga terpadu.
Tak lama kemudian, tanggal 8 Februari 1960, Bung Karno memancangkan tiang pertama dan disaksikan langsung Wakil PM Uni Soviet Anastas Mikoyan sebagai tanda dimulainya pembangunan Stadion Utama di kawasan komplek olahraga tersebut. Total luas kompleks olahraga yang akan dibangun sekitar 300 ha. Pembangunannya menelan empat kampung yaitu Senayan, Petunduan, Kebun Kelapa, dan Bendungan Hilir. Pada 19 Mei 1959, dimulailah pembebasan tanah dan pembongkaran bangunan. Warga yang tergusur mencapai 60.000 orang. Mereka dipindahkan ke Tebet, Slipi, dan Ciledug.
Gelora Bung Karno: Pembangunan Gelora Bung Karno Tahun 1962
Selain dibangun dalam rangka penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta, mega proyek yang dananya diperoleh dari kredit lunak Uni Soviet sebesar US$ 12,5 juta atau Rp 117,6 miliar ini juga diharapkan nantinya kompleks olahraga ini dapat dijadikan sebagai paru-paru kota dan ruang terbuka tempat warga berkumpul.
Setelah selesai, maka pada tanggal 21 Juli 1962 pukul 17.00 WIB Presiden Soekarno meresmikan penggunaan Stadion Utama. Stadion ini memiliki kapasitas tempat duduk 100.000 orang. Sebulan berikutnya, pada 24 Agustus 1962, digelar upacara pembukaan menandai penyelenggaraan Asian Games IV. Pada event tersebut atlet tuan rumah menunjukan prestasi terbaiknya. Ketika itu Indonesia menduduki peringkat kedua dalam pengumpulan medali setelah Jepang yang keluar sebagai juara umum. Indonesia merebut 11 emas, 12 perak dan 28 perunggu. Suatu prestasi yang hingga kini belum pernah terulang lagi.
Nama Gelanggang Olahraga Bung Karno diumumkan pertama kali oleh Ir. Djuanda, selaku pejabat presiden selama Presiden Soekarno saat itu berada di luar negeri yang mengumumkannya sebagai nama yang akan diberikan pada kompleks olahraga Asian Games IV itu. Usai Asian Games nama Gelora Bung Karno resmi digunakan dengan status sebagai yayasan yaitu Yayasan Gelora Bung Karno (YGBK), dibentuk secara resmi melalui Keppres No. 318 Tahun 1962 tanggal 24 September 1962. Namun, kesulitan ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1966 membuat pemerintah mencabut subsidi bagi YGBK dan sejak saat itu pula YGBK berubah nama menjadi Yayasan Gelanggang Olahraga Senayan (YGOS).
Gelora Bung Karno
YGOS yang ditugaskan mengelola gelora tersebut dikarenakan tidak mendapat subsidi dari pemerintah maka menggandeng mitra usaha sebagai sumber pendanaan dengan membangun sarana olahraga dan non-olahraga yaitu lapangan golf 20 ha (1968), Golf Driving Range (1970), Hotel Hilton 13 ha (1971), dan Balai Sidang Jakarta (1974).
Pada tahun 1984, YGOS bubar dan mengalihkan tugas pengelolaan ke tangan Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada masa dikelola oleh BGPS, komplek olah raga senayan semakin terbuka terhadap kehadiran perkantoran, hotel, dan pusat perbelanjaan. Hasilnya komplek yang pada mulanya mempunyai luas sebesar 279,1 ha namun sekarang telah mengalami penyusutan wilayah menjadi hanya tinggal 136,84 ha (49%) saja.
Dari jumlah yang 51% yang hilang itu, 67,52 ha (24,2% dari luas semula) digunakan untuk berbagai bangunan pemerintah seperti Gedung MPR/DPR, Kantor Kementerian Kehutanan, Kantor Kementerian Pendidikan Nasional, Gedung TVRI, Graha Pemuda, Kantor Kelurahan Gelora, SMAN 24, Puskesmas, dan rumah makan. Sisanya yang 26,7% atau 74,74 ha disewakan (dijual ?) untuk berbagai bangunan seperti Hotel Hilton (sejak dikelola YGOS), kompleks perdagangan Ratu Plaza, Hotel Mulia, Hotel Atlet Century Park, Taman Ria Remaja Senayan, Wisma Fairbanks, Plaza Senayan dan berbagai bangunan komersial lainnya.
Gelora Bung Karno
Pada era reformasi setelah lengsernya Soeharto, maka sejak digunakannya kembali nama Gelora Bung Karno oleh Presiden Abdurrahman Wahid melalui Keppres No. 7 Tahun 2001, maka pengelola GBK juga berubah seiring pergantian nama dari istora senayan menjadi GBK yaitu dari Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) menjadi Badan Pengelola Gelora Bung Karno (BPGBK). Secara ex-officio, baik BPGS maupun BPGBK diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara.
Present
Pada awalnya Gelora Bung Karno adalah suatu kawasan yang didesain oleh Bung Karno sebagai sarana olahraga, paru-paru kota, dan ruang publik. Namun kini dengan banyaknya bangunan yang tidak sesuai dengan konsep awal tersebut dinilai telah merugikan kepentingan masyarakat dan mengkhianati cita-cita Bung Karno itu sendiri. Bung Karno berharap dengan didirikannya komplek olah raga tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan prestasi olah raga para atlit Indonesia yang nantinya dapat meningkatkan harga diri bangsa di dunia Internasional.
Karena kawasan Gelora Bung Karno di masa sekarang telah menjadi pusat bisnis maka dikhawatirkan arena olah raganya itu sendiri akan hilang sehingga jangan kaget jika suatu saat namanya berubah menjadi Gelora Bisnis Center Bung Karno.

(Kaskus/Proshop X-Wear/VIVAnews/Wikipedia)