Gereja Sion dikenal juga dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis berada di sudut Jalan
Pangeran Jayakarta dan Mangga Dua Raya. Bangunan gereja ini memiliki kemegahan
arsitektur serta daya tahan yang kokoh. Portugeesche Buitenkerk atau Gereja
Portugis selesai dibangun pada tahun 1695. Peresmian gedung gereja dilakukan pada
hari Minggu, 23 Oktober 1695 dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas.
Pembangunan fisik memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan batu pertama
dilakukan Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693.
Meski berada di wilayah Kota
Tua, namun dulunya gereja ini masih berada diluar tembok pusat kota yang
berpusat di Batavia. Maka tak heran jika saat itu, gereja ini diberi nama Gereja Portugeesche Buitenkerk yang
artinya, Gereja orang Portugis yang berada di luar tembok Kota. Maklum saja
saat Belanda berkuasa, tembok besar dibangun sebagai pembatas antar kota,
dimana orang Tionghoa diasingkan ke Glodok.
Gereja Sion |
Cerita lengkap pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda
pada sebuah papan peringatan. Sampai sekarang, masih bisa dilihat di dinding
gereja.
Gereja ini merupakan gedung tertua di Jakarta yang masih dipakai untuk
tujuan semula seperti saat awal didirikan. Rumah ibadah ini masih memiliki
sebagian besar perabot yang sama juga. Gereja ini pernah dipugar pada 1920 dan
sekali lagi pada 1978. Bangunan gereja ini dilindungi oleh pemerintah lewat SK
Gubernur DKI Jakarta CB/11/1/12/1972.
Flashback
Asal nama Gereja Sion adalah De Nieuwe Portugeesche Buitenkerk (Gereja
Portugis Baru diluar tembok kota), dinamakan demikian karena Gereja Sion
terletak di luar tembok kota Betawi. Pendirinya ialah pengusaha Belanda di
zaman VOC pada abad ke-17, bekerja sama dengan kalangan Gereja Protestan.
Gereja Sion: Litografi Gereja Sion (1883-1889) |
Persetujuan rencana proyek dilakukan tahun
1692 dengan perancang bangun Mr. Ewout Verhagen dari Rotterdam, seorang
saudagar berkebangsaan Belanda.
Bangunan gereja tua ini juga memiliki nama Belkita, semasa Hindia Belanda menguasai Batavia. Karena pada masa
pendududukan Belanda setelah mengambil alih pendudukan Portugis, pemerintahan
Belanda masa itu membangun tembok batas pertahanan kota pemerintahannya.
Portugeesche Buitenkerk yang berada di luar tembok pemerintahan Belanda. Karena
sampai pada awal abad ke-19 pun masih ada gereja Portugis lain yang ada di
dalam kota.
Gereja ini membentuk ruang
besar dan luas layaknya seperti sebuah aula yang digunakan sebagai pusat
peribadatan. Sebuah mimbar bergaya barok, berdiri di tengah altar. Sisi kanan
menghadap altar berderet kursi besar berukir buatan pertengahan abad ke-17.
Dibuat khusus bagi para petinggi VOC, termasuk buat gubernur jenderal Belanda.
Sedangkan di tengah atas sandaran kursi yang terbuat dari kayu hitam itu
terukir kitab suci yang terbuka.
Gereja Sion: Gambar Tembok Batavia dan Portugese Buitenkerk Tahun 1709 |
Di sisi lain, Gereja Sion dibangun sebagai pengganti sebuah pondok
terbuka yang sangat sederhana. Pondok ini sudah tak memadai bagi warga Portugis
Mardijkers berstatus tawanan yang
berasal dari Malaya dan India untuk beribadah. Sebagai tawanan, mereka dibawa
ke Batavia oleh VOC bersamaan dengan jatuhnya wilayah kekuasaan Portugis di
India, Malaya, Sri Lanka, dan Maluku.
Dalam sejarahnya, gereja Sion beberapa kali terancam. Pada masa
pendudukan Jepang, gereja ini sempat akan dijadikan tempat abu tentara yang
gugur. Kemudian pada 1984, halaman gereja menyempit karena harus mengalah pada
kepentingan pelebaran jalan.
Setelah Indonesia merdeka, Portugeesche Buitenkerk berganti nama
menjadi Gereja Portugis. Sebagai peralihan kekuasaan pemerintahan, Pemerintahan
Belanda memberikan kepercayaan pengelolaan asset peninggalannya kepada
Gereja-gereja Protestan di Indonesia (GPI). Wilayah pelayanan GPI pada bagian
barat Indonesia diemban oleh Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB).
Maka, pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957 Gereja Portugis, diputuskan untuk
bernama GPIB Jemaat Sion. Dan masyarakat kini mengenal bangunan itu dengan
Gereja Sion. Sion berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina berbahasa
Ibrani dan merupakan lambang keselamatan pada bangsa Israel kuno. (Wikipedia)
Anggota Majelis Gereja Sion,
Hadikusumo, menuturkan pada tahun 1957, rapat akbar umat gereja memutuskan
untuk mengganti nama Gereja Portugis ini menjadi Gereja Sion yang berarti
lambang bukit keselamatan. Hingga saat ini nama Gereja Sion masih digunakan dan
sebagai tempat beribadatan uman Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat atau
GPIB. (BeritaJakarta.com)
Gereja Sion: Altar Gereja Sion |
Gereja dibangun dengan fondasi 10.000 batang kayu dolken atau balok
bundar. Konstruksi ini berdasarkan rancangan Mr E. Ewout Verhagen dari
Rotterdam. Seluruh tembok bangunan terbuat dari batu bata yang direkatkan
dengan campuran pasir dan gula tahan panas.
Gereja Portugis termasuk gereja bangsal (hall church). Gereja ini
membentuk satu ruang panjang dengan tiga bagian langit-langit kayu yang sama
tingginya dan melengkung seperti setengah tong. Langit-langit itu disangga enam
tiang.
Ada mimbar unik bergaya Barok. Salah satu perabot asli gereja ini
merupakan persembahan indah dari H. Bruijn. Letaknya ada di bagian belakang
bersama bangunan tambahan. Mimbar ini bertudung sebuah kanopi, yang ditopang
dua tiang bergulir dengan gaya rias Ionic
serta empat tonggak perunggu.
Present
Bangunan berbentuk persegi empat ini punya luas total 24 x 32
m². Pada
bagian belakang, dibangun bangunan tambahan berukuran 6 x 18
m². Gereja mampu
menampung 1.000 jemaat. Sedang luas tanah seluruhnya 6.725
m².
Gereja Sion |
Di bagian dalam, beberapa kursi berukiran bagus dan bangku dari kayu
hitam atau eboni masih juga dipakai. Dilengkapi meja kayu, kursi-kursi itu
dipakai untuk kepentingan rapat gereja. Tak ketinggalan acara sidang pencatatan
sipil bagi anggota jemaat yang akan menikah secara gerejawi.
Pada salah satu dinding
gereja, ada batu bertulis dalam bahasa Belanda. Konon tulisan ini merupakan
sejarah berdirinya Gereja Sion. Bagian atas, belakang, terletak orgel atau
orgen tiup tua dengan pipa-pipa panjang. Orgel itu dulu digunakan sebagai
pengiring saat jemaat tengah bersembahyang. Organ ini diletakkan di
balkon yang disangga empat tiang langsing. Organ ini pemberian putri seorang
pendeta bernama John Maurits Moor ini terakhir kali dipakai pada 8 Oktober
2000.
Di pintu barat gereja terdapat 11 makam kuno dengan batu nisan besar
khas zaman Belanda. Kesebelas nisan makam ini dipasang secara mendatar. Bahan
nisan terbuat dari bahan batu yang didatangkan dari India, atau tepatnya dari
daerah Pantai Koromandel.
Selain
menjadi tempat wisata, hingga saat ini Gereja Sion juga masih digunakan sebagai
tempat peribadatan oleh umat Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB).
Tak heran jika gereja yang dijuluki sebagai Gereja
Portugis ini telah mengalami pemugaran pada tahun 1920 dan juga pada tahun
1978 (Heuken). Termasuk penyempitan halaman gereja yang digunakan sebagai
perluasan Jalan Pangeran Jayakarta.
(BeritaJakarta.com/kerontjongtoegoe.com/VIVAnews/Wikipedia)
No comments:
Post a Comment