Gereja
Katedral Jakarta (De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah
sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun
dengan arsitektur Neo Gothic dari
Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung
gereja selama beberapa abad yang lalu. Sebenarnya gereja ini memiliki nama
panjang sebagai tambahan dari Katedral yakni dengan nama Gereja Katedral Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga.
Katedral
yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di
tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada
27 Juli 1826 gedung gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya.
Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, gereja itu pun sempat
roboh.
Bangunan
Gereja Katedral Jakarta yang sekarang berada di Jalan Katedral Nomor 2,
merupakan hasil karya arsitek gereja yaitu Pastor Antonius Dijkmans, SJ.
Seorang Pastor Belanda yang bertugas di Indonesia pada waktu itu. Peletakan
batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Pekerjaan ini
kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa
melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh
Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Gereja Katedral Jakarta |
Arsitektur
gereja dibuat dengan gaya neo gothic.
Denah bangunan berbentuk salib dengan panjang 60 m dan lebar 20 m. Pada kedua
belah terdapat balkon selebar 5 m dengan ketinggian 7 m. Konstruksi bangunan
ini dikerjakan oleh tukang batu dari Kwongfu, China. Konstruksi bangunan ini
terdiri dari batu bata tebal yang diberi plester dan berpola seperti susunan
batu alam. Dinding batu bata ini menunjang kuda-kuda kayu jati yang terbentang
selebar bangunan. Di samping itu gereja ini memiliki tiga Menara yakni Menara
Daud, Menara Gading, dan Menara Angelus Dei, dan ketiga menara ini terbuat dari
besi.
Di
Menara Gading terdapat sebuah jam besar sebagai penanda waktu. Selain menara
tempat ini memiliki lonceng juga sebagaimana umumnya gereja-gereja yang sudah
ada, lonceng tersebut berada pada Menara Daud yang dihadiahkan oleh Clemens
George Marie Van Arcken. Terdapat juga patung Kristus Raja yang tersimpan pada
bagian depan gereja, dan juga Gua Maria yang berada di samping gereja dan
tempat ini biasanya cukup ramai pada bulan Santa Maria menurut kepercayaan umat
Katholik.
Berbicara
interior desain, gereja ini memiliki beberapa ruangan khusus yaitu Serambi
Gereja yang terdapat pada pintu utama dan di situ ada sebuah batu pualam yang
isinya hendak memberitahu bahwa gereja ini didirikan oleh Arsitek Marius
Hulswit (1899-1901). Pada tembok sebelah selatan terdapat batu pualam putih
yang menjelaskan bahwa gedung ini digambarkan oleh Antonius Dijkmans. Sedangkan
di bagian tengah terdapat ruangan umat tempat berlangsungnya misa, di dalam
ruangan ini terdapat replika dari karya Michaelangelo yang menggambarkan Maria
yang memangku jasad Yesus setelah diturunkan dari salib, Lukisan Jalan Salib
yang dilukis di atas ubin yang dibuat oleh Theo Malkenboet, Lukisan foto Uskup.
Gereja Katedral Jakarta: Gereja Katedral Jakarta (1870-1900) |
Dan
yang cukup unik di Gereja Katedral ini terdapat museum di dalamnya, isi museum
Katedral adalah teks doa berbingkai yang mempunyai dua versi buku misa
berbahasa Latin yang dipakai pada masa pra-Vatikan II, mitra dan tongat gembala
Paus Paulus VI, Piala dan Kasula Paus Yohanes Paulus II, replika pastoran,
perangko, lukisan dari batang pohon pisang karya Kusni Kasdut seorang legenda
penjahat di tahun 70 an yang bertobat dan memeluk katholik, replika perahu
Pastor P. Bonnike, SJ, Relikui Santo dan Santa.
Pada
tanggal 27 Juli 1826, terjadi kebakaran di segitiga Senen. Pastoran turut lebur
menjadi abu bersama dengan 180 rumah lainnya, sementara itu gedung gereja
selamat namun gedungnya sudah rapuh juga dan tidak dapat digunakan lagi.
Pada
waktu itu yang menjabat sebagai Komisaris Jenderal adalah Leonardus Petrus Josephus Burggraaf Du Bus de Ghisignies, seorang
ningrat yang juga beragama Katolik, berasal dari daerah Vlaanderen di Belgia. Ia memiliki wewenang penuh di Batavia, serta
lebih tinggi kekuasaannya dari seorang Gubernur Jenderal. Selama jabatan Du Bus
de Ghisignies (1825-1830) Gereja Katolik Indonesia bisa bernafas lega. Ia
beragama Katolik dan sangat memperhatikan kebutuhan umat. Ia juga sangat
berjasa dalam menciptakan kebebasan kehidupan beragama di Batavia waktu itu.
Salah satu jasanya adalah Regeringsreglement yang dibuatnya, pada pasal 97
diletakkan: "Pelaksanaan semua agama mendapat perlindungan
pemerintah". Ia juga mendesak Pastor Prinsen untuk segera menetap di
Jakarta.
Gereja Katedral Jakarta: Gereja Katedral Jakarta (1950-1960) |
Melihat
kebutuhan umat yang mendesak akan adanya gereja untuk tempat ibadah, Du Bus mengusahakan
tempat untuk mendirikan Gereja baru. Ia memberi kesempatan kepada Dewan Gereja
Katedral untuk membeli persil bekas istana Gubernur Jenderal di pojok
barat/utara Lapangan Banteng (dulu Waterlooplein)
yang waktu itu dipakai sebagai kantor oleh Departemen Pertahanan. Pada waktu
itu, di atas tanah tersebut berdiri bangunan bekas kediaman panglima tentara
Jenderal de Kock. Umat Katolik saat itu diberi kesempatan untuk membeli rumah
besar tersebut dengan harga 20.000 gulden. Pengurus gereja mendapat pengurangan
harga 10.000 gulden dan pinjaman dari pemerintah sebesar 8.000 gulden yang
harus dilunasi selama 1 tahun tanpa bunga.
Pada
tahun 1826 juga
Du Bus memerintahkan Ir. Tromp untuk menyelesaikan Gedung Putih yang dimulai oleh Daendels (1809) dan kini dipakai Departemen
Keuangan di Lapangan Banteng. Ir. Tromp diminta juga membangun kediaman resmi
untuk komandan Angkatan Bersenjata (1830) dan sekarang dikenal sebagai Gedung
Pancasila di Jalan Pejambon. Order ketiga pada Ir. Tromp adalah merancang
Gereja Katolik pertama di Batavia. Tempatnya adalah yang sekarang dipakai
Gereja Katedral.
Atas
desakan Komisaris-Jenderal Du Bus De Ghisignies, Ir. Tromp merancang gereja
baru berbentuk salib sepanjang 33 x 17 m. Ruang altar dibuat setengah
lingkaran, sedang dalam ruang utama yang panjang dipasang enam tiang. Gaya
bangunan ini bercorak barok-gothic-klasisisme; jendela
bercorak neo gothic, tampak
muka bergaya barok, pilaster dan dua gedung kanan kiri bercorak klasisistis.
Menara tampak agak pendek dan dihiasi dengan kubah kecil di atasnya. Maka, gaya
bangungan itu disebut eklektisistis. Ditambah lagi dua gedung untuk
pastoran yang mengapit gereja di kanan kiri serta deretan kamar-kamar
dibelakangnya. Rupanya rancangan Ir. Tromp ini membutuhkan dana yang cukup
besar dan melampaui kemampuan finansial gereja waktu itu. Maka rancangan ini
tidak pernah terlaksana.
Oleh
karena itu, gedung yang diperoleh umat Katolik tersebut, atas usul Ir. Tromp
dirombak sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk gereja. Bangunan ini
sebenarnya adalah gedung dengan sebuah ruangan luas di antara dua baris pilar.
Di kedua sisi panjangnya dilengkapi dengan gang. Di tengah atap dibangun sebuah
menara kecil enam persegi. Di sebelah timur sebagian dari rumah asli tetap
dipertahankan untuk kediaman pastor dan di sebelah barat untuk koster. Altar
Agungnya merupakan hadiah dari Komisaris Jenderal du Bus Ghisignies. Gereja
yang panjangnya 35 m dan lebarnya 17 m ini pada tanggal 6 November 1829 diberkati
oleh Monseigneur Prinsen dan diberi nama Santa
Maria Diangkat ke Surga.
Gereja Katedral Jakarta: Interior Gereja Katedral Jakarta |
Gereja
itu cukup membantu para imam dalam menjalankan misi pelayanannya di Batavia.
Umat yang mengikuti misa semakin banyak. Untuk pertama kalinya, pada tanggal 8 Mei 1834, empat orang pribumi suku Jawa dibaptis
di gereja ini.
De Kerk van
Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming-Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga diresmikan
oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, seorang Vikaris Apostolik Jakarta pada
tanggal 21 April 1901. Dalam upacara peresmian tersebut banyak
dihadiri para pejabat dan umat. Mgr. Luypen berdoa sejenak di hadapan patung
Maria yang terdapat di antara dua pintu utama, lalu tepat pada pukul 08.00
pagi, Mgr. Luypen mulai mengelilingi seluruh gereja dan memerciki dengan air
suci sambil diiringi paduan suara Santa Sesilia, yang
pada tanggal 22 November 1865 didirikan
oleh C.G.F. can Arcken. Prosesi terdiri dari pembawa salib, putra altar, para
imam dan akhirnya sang Vikaris Apostolik. Di muka altar semua berlutut dan
menyanyikan litani Segala Orang
Kudus. Misa Pontifikal dengan
liturginya yang kuno nan luhur diselenggarakan oleh Bapa Uskup, didampingi lima
imam. Paduan Suara Santa Sesilia dengan pimpinan Bapak Toebosch dan dengan
iringan organ menyanyikan Misa karangan Benoit.
Mulai
sejak itu gereja utama di Jakarta itu layak disebut Katedral, karena didalamnya terdapat cathedra, yakni Tahta Uskup.
Berbagai
peristiwa mewarnai lebih dari 100 tahun berdirinya Gereja Katedral ini. Pada
tahun 1924, untuk pertama kalinya seorang Uskup
ditahbiskan dalam Gereja Katedral, yaitu Mgr. A. Van Velsen SJ dan tahun berikutnya sidang pertama Majelis Wali-wali Gereja Indonesia diadakan dalam Pastoran Katedral.
Gereja Katedral Jakarta |
Seiring
dengan masa 100 tahun ini, pada tahun 1988 dilakukan
pemugaran untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan dan membersihkan lumut serta
pengecatan ulang. Disamping itu juga dibangun gedung Pastoran dan gedung
pertemuan yang baru dibagian belakang gereja. Pada 13 Agustus 1988, purnakarya pemugaran gereja Katedral
diresmikan oleh Bapak Soepardjo Roestam yang pada saat itu beliau menjabat
sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, hadir mewakili
Presiden Soeharto. Acara
dimeriahkan dengan konser orgel oleh bapak Hub Wolfs, organis dari basilica Santo Servatius di kota Maastricht dan oleh Pastor Alfons Kurris Pr, dosen
di konservatorium pada kota yang sama. Mgr. Leo Soekoto memberkati orgel pipa yang
baru dan megah itu, sebuah orgel yang mempunyai 15 register dan diperlengkapi
dengan 1.000 buah pipa. Berselang-seling kedua organis yang professional itu
memperdengarkan karya-karya klasik, yang oleh komponis-komponis seperti
Vivaldi, Bach, dan Cesar Frank diciptakan khusus untuk instrumen rajawi itu.
Present
Masa
krisis gereja ini adalah pada waktu memasuki awal tahun 2000 gereja ini sering
mendapatkan teror-teror bom, jadi tidak perlu kaget bila perayaan hari besar
gereja seperti Natal dan Paskah selalu saja tempat ini mendapatkan pengamanan
ekstra ketat dari pihak yang berwajib.
Pada
tahun 2002 juga
sempat dilakukan pembersihan dan pengecatan ulang pada dinding luar gedung
gereja Katedral karena lumut banyak tumbuh merambat di dinding.
Ketika
gedung ini pertama kali dibangun dulu, para pejabat genie (pasukan zeni) waktu
itu menilai gedung gereja yang menghabiskan biaya 628.000 gulden rancangan P.A.
Dijkmans tersebut sebagai gedung yang
terlampau kuat mengingat struktur gedung dan material yang digunakan
sungguh-sungguh pilihan yang terbaik. Maka sampai sekarang—100 tahun
sesudahnya—gereja Katolik utama di Jakarta tetap berdiri tegak.
(geDoor/Kateral Jakrta Website/Satu Kebenaran
Banyak Ekspresi/Wikipedia)
No comments:
Post a Comment