Kalau sempet jalan-jalan ke kawasan kota tua Jakarta, jangan lupa untuk
mampir ke Jalan Kalibesar Barat, Jakarta Kota. dikawasan yang dulunya merupakan
pusat dari benteng Kota Batavia, yang mengalami masa jayanya pada abad 17 dan
18 terdapat beberapa bangunan unik khas Eropa. Dari semua bangunan yang ada
disisi Kali besar tersebut ada sebuah gedung yang tampak sangat menarik
perhatian kita, nama gedung itu adalah Toko
Merah. Gedung yang hampir seluruh bagian depannya berwarna merah itu
merupakan gedung yang sangat bersejarah, hingga banyak sekali wisatawan lokal
maupun asing yang datang untuk melihat keberadaan Toko Merah tersebut.
Toko Merah merupakan salah satu dari 216 monumen cagar budaya yang
tersebar di seluruh wilayah Jakarta yang dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaff
Willem Baron van Imhoff, Gubernur Jenderal VOC, sebagai rumah tinggal yang
kembar sifatnya. Selanjutnya, Toko Merah kemudian seringkali digunakan menjadi
tempat penginapan bahkan perkantoran hingga saat ini.
Gedung tua sebagai saksi kejayaan Batavia lama di tepian Muara
Ciliwung. Bangunan tersebut pernah menjadi tempat tinggal Gubernur Jenderal van
Imhoff (1705-1751). Bangunan Toko Merah terletak di Jalan Kali Besar Nomor 11,
Jakarta Barat. Letak bangunan pada masa kejayaan VOC sangat strategis, berada
di kawasan jantung kota asli Batavia, berdekatan dengan pusat pemerintahan VOC
(Stadhuis). Dari segi bisnis, Toko
Merah justru terletak di tepi barat Kali Besar (de Groote River), sebagai central business district-nya Batavia.
Pada saat itu Ciliwung merupakan urat nadi lalu lintas air yang ramai dilayari
hingga ke pedalaman. Kawasan Kali Besar sendiri merupakan salah satu wilayah
hunian elit di dalam Kota Batavia.
Asal-usul sebutan Toko Merah sendiri memiliki kisah panjang. Namun,
nama resmi yang diberikan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta
bagi bangunan tua ini adalah Toko Merah.
Sebelumnya, gedung tersebut pernah bernama Hoofd Kantoor Jacobson van den Berg. Dinamakan demikian karena
digunakan sebagai gedung kantor pusat dari N.V. Jacobson van den Berg, salah
satu perusahaan the Big Five milik
Belanda yang pernah jaya di zamannya.
Toko Merah |
Namun ternyata, nama Toko Merah telah jauh lebih populer. Hampir semua
kepustakaan Belanda yang menulis mengenai Batavia Lama dan menyinggung mengenai
tata bangunan era VOC menggunakan sebutan Toko Merah dan bukan Red Shop dalam
bahasa Inggris atau Rode Winkel dalam bahasa Belandanya.
Flashback
Toko Merah dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van
Imhoff (kemudian menjadi gubernur jenderal) sebagai rumah tinggal. Pada saat ia
membangun Toko Merah jabatannya masih sebagai opperkopman, sehingga kadangkala
orang meragukan bahwa Toko Merah dibangun van Imhoff. Rumah tersebut dibangun
sedemikian rupa, sehingga besar, megah, dan nyaman. Nama Toko Merah berdasarkan salah satu fungsinya yakni sebagai sebuah
toko milik warga Cina, Oey Liauw Kong sejak pertengahan abad ke-19 untuk jangka
waktu yang cukup lama. Nama tersebut juga didasarkan pada warna tembok depan
bangunan yang bercat merah hati langsung pada permukaan batu bata yang tidak
diplester. Warna merah hati juga nampak pada interior dari bangunan tersebut
yang sebagian besar berwarna merah dengan ukiran-ukirannya yang juga berwama
merah. Di samping itu dalam akte tanah No. 957, No. 958 tanggal 13 Juli 1920
disebutkan bahwa persil-persil tersebut milik N.V. Bouwmaatschapij Toko Merah.
Walau telah berusia kurang lebih 3 abad lamanya, namun gedung ini masih
tampak kokoh dan anggun bersanding dengan gedung-gedung bersejarah lainnya yang
berada disisi kali besar. Toko Merah ini dibangun oleh Gustaff Willem Baron van
Imhoff sekitar tahun 1730 sebelum ia diangkat menjadi gubernur jenderal di
Srilangka. Menurut Thomas B. Ataladjar, bangunan ini pernah menjadi rumah
gubernur jenderal lain, yakni Jacob Mossel (1750-1761), Petrus Albertus van der
Parra (1761-1775), Reinier de Klerk (1777-1780), Nicolaas Hartingh, Baron van
Hohendorf, ataupun menjadi akademi maritim (Academie de Marine) dan penginapan Heerenlogement. (geDoor)
Bangunan Toko Merah terdiri dari 2 gedung dan sempat beberapa kali
berpindah pemilik seperti kepada Jacob Mossel, anak Gubernur Jenderal Mossel
yang bernama Phillippine Theodore Mossel; Gubernur Jenderal Petrus Albertus van
der Parra, Renier de Klerk, Nicolaas Hartingh, Baron van Hohendorf, dll. Pada
tahun 1743-1755 dijadikan Kampus dan Asrama Academie de Marine (akademi
angkatan laut), kemudian berpindah tangan lagi.
Pada tahun 1786-1808 bangunan ini digunakan untuk Heerenlogement atau
hotel para pejabat. Tahun 1809-1813 seluruh bangunan dijadikan rumah tinggal
oleh Anthony Nacare. Kurun waktu 1813-1851 kepemilikan beberapa kali berganti
hingga kemudian dimiliki oleh Oey Liauw Kong yang berfungsi sebagai toko,
sehingga populer dengan sebutan Toko
Merah. Berpindah lagi pada Oey Kim Tjiang (gedung utara), Oey Hok Tjiang
(gedung selatan), Kultur Hong Hiu Kongsi (seluruh bangunan), digunakan sebagai
kantor oleh Borneo Compagnie (1900). Di tahun 1901 bagian-bagian ruang samping
rumah sebelah utara diambil untuk membentuk Compagnies kammer di Museum Pusat.
Kemudian sebagai kantor Behn Meiwe & Co (1917). Tahun 1920 dibeli dan
dipugar oleh N.V. Bouw Maatschappij Toko
Merah yang menelan biaya 1 juta gulden. Bangunan ini diperbaiki lagi oleh Bank voor Indie yang kemudian berkantor di sini hingga tahun 1925. Kemudian
ditempati oleh sejumlah Biro dan Kantor Dagang: Algemene Landbouws Syndicaat,
De Semarangse Zee en Brandassuransi Mij, dan W.M. Muller & Co. Tahun
1934-1942 menjadi Kantor Pusat N.V. Jacobson vanl den Berg salah satu
perusahaan the Big Five milik
Kolonial Belanda. Di masa pendudukan Jepang menjadi Gedung Dinas Kesehatan
Tentara Jepang. Ditempati oleh tentara gabungan Inggris-India. Sesudah
kemerdekaan menjadi Kantor Dagang Nigeo Eksport.
Toko Merah: Kantoor van de Bank voor Indi |
Kemudian di tahun 1946-1957 menjadi kantor N.V. Jacobson van den Berg
lagi. Saat terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di Indonesia
N.V. Jacobson van den Berg diubah menjadi PT Yudha Bakti. Ditahun 1961 berubah
menjadi PN Fajar Bhakti, berubah lagi menjadi PN/PT Satya Niaga di tahun 1964.
Selanjutnya di tahun 1977 berubah menjadi PT Dharma Niaga (Ltd) dan gedung
tersebut tetap digunakan sebagai kantor. Toko Merah merupakan rumah mewah
terbesar dari abad ke-18 di dalam Kota yang masih dalam keadaan terpelihara
baik.
Awal penggunaan nama Toko Merah bagi gedung tua ini bermula pada salah
satu fungsi yang diembannya sebagai sebuah toko milik seorang warga Cina.
Tepatnya pada tahun 1851, seorang warga Cina, Oey Liauw Kong menjadi pemilik
bangunan ini dan menjadikannya sebagai rumah toko.
Hal ini memberi pengaruh arsitektur Cina yang kental. Tembok depan
bangunan yang terbuat dari susunan batu bata yang tidak diplester kemudian
dicat dengan warna merah hati ayam.
Karena warnanya itulah, bangunan tua tersebut lebih populer dengan
sebutan Toko Merah. Toko Merah, menurut Dinas Tata Bangunan dan Pemugaran DKI
Jakarta, kualitas arsitekturnya bisa dikatakan yang terbaik di antara
bangunan-bangunan bersejarah di DKI Jakarta.
Bangunan tua nan bersejarah yang satu ini masih berada di kawasan Kota
Tua, Jakarta Barat. Hanya saja, letaknya lebih jauh dari kawasan museum-museum
yang ada di sana. Ia berada di seberang Terminal Kota dan berjejeran dengan
bangunan tua lainnya. Dari kejauhan, mereka terlihat kokoh. Toko Merah dengan
warna khas merah kecokelatan yang paling ngejreng di antara lainnya.
Bangunan di samping Toko Merah tampak tak terurus, ada pula yang
dijadikan sebagai kantor. Namun, tak sama seperti Toko Merah. Toko Merah merupakan
salah satu dari bangunan tua di kawasan tersebut yang masih ada sekaligus
menyisakan sedikit kenangan serta saksi bisu dari sejarah perjalanan dirinya.
Toko Merah |
Nomor 11 ini menunjukkan bahwa Toko Merah berada di Jalan Kali Besar
Barat nomor 11, Jakarta Barat. Setelah berganti-ganti pemilik, Toko Merah
akhirnya dimiliki Perusahaan Perdagangan Indonesia. Setelah kantor perusahaan
itu pindah ke Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, bangunan Toko Merah ini dibiarkan
kosong.
Sepuluh tahun setelah gedung tersebut berdiri pada 1740 terjadi
kerusuhan. Depan Toko Merah terdapat sungai Groote Rivier (Kali Besar) yang
mengalir hingga ke muara sungai. Di tempat tersebut, sebuah sejarah kelam
mengenai pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa tercatat.
Pembantaian terhadap sekitar 12 ribu orang-orang Tionghoa yang ada di
Batavia kala itu. Ribuan mayat dibuang di Kali Besar. Karena ribuan dan
menumpuk ternyata ketika kali Muara Angke dikeruk terdapatlah mayat-mayat
tersebut. Katanya, dahulu disebutnya Muara
Bangke namun sepanjang berjalannya waktu huruf b dihilangkan dan kini disebut Muara Angke.
Setelah peristiwa pembantaian pembantaian warga Tiongha tersebut, van
Imhoff yang selama pemerintahannya juga membangun Istana Buitenzorg pada 1745 dan kini lebih dikenal dengan nama
Istana Bogor ini, kemudian diangkat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda
(1743-1750). Di gedung yang kini dikenal sebagai Toko Merah itu ia juga
mendirikan Akademi Maritim (Academiede Marine). Akademi ini diresmikan 7
Desember 1743. Selain sebagai kampus, gedung itu juga menjadi asrama para
kadet.
Gedung yang berlantai 2 ini, menurut Thomas B. Ataladjar, juga
merupakan saksi gerakan nasionalis Indonesia, Gedung ini dulunya pernah
digunakan sebagai kantor Jacobson van den Berg, sebuah perusahaan multinasional
milik Belanda. Pada masa nasionalisasi perusahaan Belanda paruh terakhir tahun
1950-an, karyawan Indonesia mengambil alih N.V. Jacobson van den Berg & CO
dari tangan manajemen Belanda. Pada 1957, ketika hubungan RI-Belanda memburuk,
Jacobson van den Berg dan semua perusahaan milik Belanda diambil alih.
Sementara ribuan warga Belanda dan Indo Belanda meninggalkan Indonesia.
Di muara Ciliwung ini ketika airnya masih jernih—pada pagi dan sore—menjadi
tempat mandi para Indo-Belanda. Sementara di malam terang bulan, para
muda-mudi, sambil main gitar, bernyanyi menumpahkan isi hati mereka.
Toko Merah |
Setelah tiga abad berdirinya toko tersebut, Toko Merah telah menjadi
saksi bisu dengan beragam kisah di dalamnya. Toko Merah tetap kosong tak
berpenghuni dan gerbangnya digembok tidak bisa dimasuki oleh pengunjung. Andai
Toko Merah bisa berbicara, maka akan banyak kisah dan tokoh yang dapat
diceritakan olehnya.
Toko Merah ini juga merupakan saksi sejarah betapa menyedihkan nasib
para budak di Batavia kala itu. Mereka dijualbelikan dan diperlakukan seperti
binatang. Di tempat ini pernah dilelang sebanyak 162 budak belian.
Present
Gedung Toko Merah dibangun di atas areal seluas 2.455
m². Bangunan
terdiri atas tiga gedung yang menyatu. Bangunan depan (tingkat dua) dan
belakang (tingkat tiga), membujur dari utara ke selatan, adapun bangunan tengah
merupakan penghubung bangunan utara dan selatan, melintang dari timur ke barat.
Arsitektur bangunan mencerminkan perpaduan bangunan Cornice House (bangunan
dengan dinding muka yang ujung atasnya datar dan diberi profil-profil
pengakhiran) pada abad ke-18 dan atap tropis. Bangunan Toko Merah sebenarnya
merupakan bangunan kembar, dua rumah di bawah satu atap. Hal itu terlihat
dengan adanya dua buah pintu masuk ke dalam bangunan dan adanya parapat pemisah
yang biasa dibuat untuk mencegah apabila terjadi kebakaran tidak menjalar ke
gedung sebelahnya.
Bangunan depan dan belakang dihubungkan dengan bangunan satu lantai
berplafon dua tingkat. Kedua bangunan ini berhubungan secara terbuka dan secara
visual memberi kesan terbagi oleh adanya tujuh buah pilar tembok persegi
panjang dan bukaan yang dibingkai architrave
berskala tinggi, berukuran 3,5 m x 2,1 m. Bingkai pilar terbuat dari kayu
berwarna merah tua dengan garis keemasan. Di lantai dua terdapat tembok tengah
sebagai pemisah ruangan atas yang merupakan terusan dari tembok sebelah
bawahnya. Tembok itu berlanjut terus hingga mencapai bubungan atap, baik atap
depan, tengah maupun belakang. Tembok pemisah itu juga berfungsi sebagai
penyangga guna menopang dan mendukung beban atap yang tinggi dan berat. Tembok
depan bangunan yang terbuat dari susunan batu bata yang tidak diplester dapat
memberikan kesan unik bagi gedung ini.
Toko Merah memiliki dua buah pintu masuk berukuran besar dan tinggi.
Pada bagian atas kedua pintu masuk bangunan terpasang fanlight atau jendela
angin yang berada pada satu kusen dengan pintu. Kedua jendela angin kaca di
atas pintu (bovenlichten) itupun berpola kotak-kotak dan masing-masing memiliki
30 buah kotak. Semua jendela masih menerapkan gaya abad ke-18 dan berskala
monumental guna mengimbangi ruangan-ruangan besar di dalamnya. Kemudian untuk
mencapai lantai bagian atas bangunan, terdapat enam buah tangga, kesemuanya
berwarna merah hati, terbuat dari kayu terukir artistik. Dari depan bangunan
ini seolah hanya memiliki sebuah atap, namun kenyataannya memiliki tiga buah
atap. Bangunan depan dan belakang memiliki atap dengan bubungan yang memanjang
dari utara ke selatan. Sementara atap bangunan tengah, bubungan atapnya
melintang dari timur ke barat, sekaligus sebagai atap penghubung bagi kedua
atap bangunan depan dan belakang. Atap bangunan berbentuk atap pelana atau atap
rumah kampung, terbentuk oleh susunan kerangka kuda-kuda segitiga yang
dihubungkan oleh kerangka-kerangka yang membentang di atasnya tetap orientasi
susunan kerangka atap ini menyamping dari arah hadap bangunannya. Susunan
kerangka tersebut membentuk dua bidang miring yang berbentuk empat persegi
panjang yang menjadi tempat dimana penutup atap.
Bangunan Toko Merah memiliki cukup banyak ruangan, baik di lantai dasar,
lantai 2 maupun lantai 3. Selain ruang besar (aula) di lantai dasar dan lantai
2, ruang-ruang lain berfungsi sebagai kamar. Di lantai dasar terdapat 16 buah
kamar, masing-masing 8 buah di rumah sebelah utara dan 8 buah di rumah sebelah
selatan. Di lantai 2 kamarnya berjumlah 4 buah dan terdapat di bangunan bagian
belakang. Sementara di tingkat 3 terdapat 5 buah kamar. Bangunan tambahan di
areal belakang memiliki sejumlah kamar.
Toko Merah: Sertifikat Cagar Budaya |
Bangunan ini juga merupakan perpaduan gaya klasik Eropa dan Cina,
terutama pada ornamen dalam bangunan. Unsur Cina berupa warna merah hati ayam
cukup dominan pada bangunan ini, baik pada warna tembok depan maupun pada
interior dari unsur kayu di dalamnya. Di samping itu terdapat unsur tradisional
yang juga terdapat pada bangunan, yang terlihat pada hiasan motif kisi-kisi
pipih pada balustrade (jeruji pengaman pada samping tangga), terdapat pada
tangga di rumah bagian utara lantai 3. Hiasan semacam itu banyak ditemukan pada
balustrade rumah-rumah Melayu. Apabila sekarang orang mengenalnya dengan
sebutan Toko Merah adalah karena elemen luar dan dalam bangunan didominasi
warna merah. Salah satu keunikan lainnya adalah tangga dengan gaya Baroque yang merupakan satu-satunya di
Jakarta. Bangunan merupakan penggabungan dari dua bangunan ini menyimpan
sejarah yang cukup panjang. Sebelum PD II, bangunan yang terlihat mencolok di
antara bangunan di sekitarnya, karena dinding luarnya yang berwarna merah
Bangunan ini menerima Penghargaan Sertifikat Sadar Pemugaran 1993.
Begitu berharganya nilai sejarah bangunan ini, maka pemeritahan terdahulu
berusaha mengeluarkan peratuan-peraturan untuk melindungi dan melestarikan Toko
Merah dan gedung-gedung bersejarah lainnya secara umum di wilayah DKI Jakarta.
Sebagai contoh, sejak pemerintahan kolonial Belanda, bangunan tua dan
bersejarah telah diupayakan untuk dilindungi dan dijaga kelestariannya terutama
nilai-nilai sejarahnya, seni dan budayanya dengan dikeluarkannya Monumenten Ordonantie tahun 1931
(Staatsblad No. 238/1931) dan telah diubah dengan Monumenten Ordonantie No. 21 thaun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 No.
515).
Upaya yang sama juga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta pada masa itu
Ali sadikin yang sangat concern
dengan bangunan-bangunan kuno di DKI Jakarta. Hal ini terbukti dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
No.cb.11/1/12/72, tanggal 10 Januari 1972 yang intinya menetapkan tentang
pemugaran dan pelestarian bangunan-bangunan kuno yang bersejarah.
Akan tetapi, dalam perjalanan sejarahnya, usaha pemerintah pada masa
terdahulu ternyata hanya berlaku pada masa itu saja. Kenyataannya satu per satu
bangunan bersejarah mulai hilang ditelan pembangunan kota.
Tak satu pun yang dapat menunjukkan di mana keberadaan bangunan Kastil
Batavia, Hotel Des Indes, Societat
Harmonie. Semua bangunan tua yang disebutkan itu sudah hilang tanpa bekas,
rata dengan tanah.
(Arsitektur
Indis/geDoor/jakarta.go.id/Kaskus)
No comments:
Post a Comment