Pages

Tuesday, November 29, 2011

Toko Merah

Kalau sempet jalan-jalan ke kawasan kota tua Jakarta, jangan lupa untuk mampir ke Jalan Kalibesar Barat, Jakarta Kota. dikawasan yang dulunya merupakan pusat dari benteng Kota Batavia, yang mengalami masa jayanya pada abad 17 dan 18 terdapat beberapa bangunan unik khas Eropa. Dari semua bangunan yang ada disisi Kali besar tersebut ada sebuah gedung yang tampak sangat menarik perhatian kita, nama gedung itu adalah Toko Merah. Gedung yang hampir seluruh bagian depannya berwarna merah itu merupakan gedung yang sangat bersejarah, hingga banyak sekali wisatawan lokal maupun asing yang datang untuk melihat keberadaan Toko Merah tersebut.
Toko Merah merupakan salah satu dari 216 monumen cagar budaya yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta yang dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaff Willem Baron van Imhoff, Gubernur Jenderal VOC, sebagai rumah tinggal yang kembar sifatnya. Selanjutnya, Toko Merah kemudian seringkali digunakan menjadi tempat penginapan bahkan perkantoran hingga saat ini.
Gedung tua sebagai saksi kejayaan Batavia lama di tepian Muara Ciliwung. Bangunan tersebut pernah menjadi tempat tinggal Gubernur Jenderal van Imhoff (1705-1751). Bangunan Toko Merah terletak di Jalan Kali Besar Nomor 11, Jakarta Barat. Letak bangunan pada masa kejayaan VOC sangat strategis, berada di kawasan jantung kota asli Batavia, berdekatan dengan pusat pemerintahan VOC (Stadhuis). Dari segi bisnis, Toko Merah justru terletak di tepi barat Kali Besar (de Groote River), sebagai central business district-nya Batavia. Pada saat itu Ciliwung merupakan urat nadi lalu lintas air yang ramai dilayari hingga ke pedalaman. Kawasan Kali Besar sendiri merupakan salah satu wilayah hunian elit di dalam Kota Batavia.
Asal-usul sebutan Toko Merah sendiri memiliki kisah panjang. Namun, nama resmi yang diberikan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta bagi bangunan tua ini adalah Toko Merah.
Sebelumnya, gedung tersebut pernah bernama Hoofd Kantoor Jacobson van den Berg. Dinamakan demikian karena digunakan sebagai gedung kantor pusat dari N.V. Jacobson van den Berg, salah satu perusahaan the Big Five milik Belanda yang pernah jaya di zamannya.
Toko Merah
Namun ternyata, nama Toko Merah telah jauh lebih populer. Hampir semua kepustakaan Belanda yang menulis mengenai Batavia Lama dan menyinggung mengenai tata bangunan era VOC menggunakan sebutan Toko Merah dan bukan Red Shop dalam bahasa Inggris atau Rode Winkel dalam bahasa Belandanya.
Flashback
Toko Merah dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff (kemudian menjadi gubernur jenderal) sebagai rumah tinggal. Pada saat ia membangun Toko Merah jabatannya masih sebagai opperkopman, sehingga kadangkala orang meragukan bahwa Toko Merah dibangun van Imhoff. Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa, sehingga besar, megah, dan nyaman. Nama Toko Merah berdasarkan salah satu fungsinya yakni sebagai sebuah toko milik warga Cina, Oey Liauw Kong sejak pertengahan abad ke-19 untuk jangka waktu yang cukup lama. Nama tersebut juga didasarkan pada warna tembok depan bangunan yang bercat merah hati langsung pada permukaan batu bata yang tidak diplester. Warna merah hati juga nampak pada interior dari bangunan tersebut yang sebagian besar berwarna merah dengan ukiran-ukirannya yang juga berwama merah. Di samping itu dalam akte tanah No. 957, No. 958 tanggal 13 Juli 1920 disebutkan bahwa persil-persil tersebut milik N.V. Bouwmaatschapij Toko Merah.
Walau telah berusia kurang lebih 3 abad lamanya, namun gedung ini masih tampak kokoh dan anggun bersanding dengan gedung-gedung bersejarah lainnya yang berada disisi kali besar. Toko Merah ini dibangun oleh Gustaff Willem Baron van Imhoff sekitar tahun 1730 sebelum ia diangkat menjadi gubernur jenderal di Srilangka. Menurut Thomas B. Ataladjar, bangunan ini pernah menjadi rumah gubernur jenderal lain, yakni Jacob Mossel (1750-1761), Petrus Albertus van der Parra (1761-1775), Reinier de Klerk (1777-1780), Nicolaas Hartingh, Baron van Hohendorf, ataupun menjadi akademi maritim (Academie de Marine) dan penginapan Heerenlogement. (geDoor)
Bangunan Toko Merah terdiri dari 2 gedung dan sempat beberapa kali berpindah pemilik seperti kepada Jacob Mossel, anak Gubernur Jenderal Mossel yang bernama Phillippine Theodore Mossel; Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra, Renier de Klerk, Nicolaas Hartingh, Baron van Hohendorf, dll. Pada tahun 1743-1755 dijadikan Kampus dan Asrama Academie de Marine (akademi angkatan laut), kemudian berpindah tangan lagi.
Pada tahun 1786-1808 bangunan ini digunakan untuk Heerenlogement atau hotel para pejabat. Tahun 1809-1813 seluruh bangunan dijadikan rumah tinggal oleh Anthony Nacare. Kurun waktu 1813-1851 kepemilikan beberapa kali berganti hingga kemudian dimiliki oleh Oey Liauw Kong yang berfungsi sebagai toko, sehingga populer dengan sebutan Toko Merah. Berpindah lagi pada Oey Kim Tjiang (gedung utara), Oey Hok Tjiang (gedung selatan), Kultur Hong Hiu Kongsi (seluruh bangunan), digunakan sebagai kantor oleh Borneo Compagnie (1900). Di tahun 1901 bagian-bagian ruang samping rumah sebelah utara diambil untuk membentuk Compagnies kammer di Museum Pusat. Kemudian sebagai kantor Behn Meiwe & Co (1917). Tahun 1920 dibeli dan dipugar oleh N.V. Bouw Maatschappij Toko Merah yang menelan biaya 1 juta gulden. Bangunan ini diperbaiki lagi oleh Bank voor Indie yang kemudian berkantor di sini hingga tahun 1925. Kemudian ditempati oleh sejumlah Biro dan Kantor Dagang: Algemene Landbouws Syndicaat, De Semarangse Zee en Brandassuransi Mij, dan W.M. Muller & Co. Tahun 1934-1942 menjadi Kantor Pusat N.V. Jacobson vanl den Berg salah satu perusahaan the Big Five milik Kolonial Belanda. Di masa pendudukan Jepang menjadi Gedung Dinas Kesehatan Tentara Jepang. Ditempati oleh tentara gabungan Inggris-India. Sesudah kemerdekaan menjadi Kantor Dagang Nigeo Eksport.
Toko Merah: Kantoor van de Bank voor Indi
Kemudian di tahun 1946-1957 menjadi kantor N.V. Jacobson van den Berg lagi. Saat terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di Indonesia N.V. Jacobson van den Berg diubah menjadi PT Yudha Bakti. Ditahun 1961 berubah menjadi PN Fajar Bhakti, berubah lagi menjadi PN/PT Satya Niaga di tahun 1964. Selanjutnya di tahun 1977 berubah menjadi PT Dharma Niaga (Ltd) dan gedung tersebut tetap digunakan sebagai kantor. Toko Merah merupakan rumah mewah terbesar dari abad ke-18 di dalam Kota yang masih dalam keadaan terpelihara baik.
Awal penggunaan nama Toko Merah bagi gedung tua ini bermula pada salah satu fungsi yang diembannya sebagai sebuah toko milik seorang warga Cina. Tepatnya pada tahun 1851, seorang warga Cina, Oey Liauw Kong menjadi pemilik bangunan ini dan menjadikannya sebagai rumah toko.
Hal ini memberi pengaruh arsitektur Cina yang kental. Tembok depan bangunan yang terbuat dari susunan batu bata yang tidak diplester kemudian dicat dengan warna merah hati ayam.
Karena warnanya itulah, bangunan tua tersebut lebih populer dengan sebutan Toko Merah. Toko Merah, menurut Dinas Tata Bangunan dan Pemugaran DKI Jakarta, kualitas arsitekturnya bisa dikatakan yang terbaik di antara bangunan-bangunan bersejarah di DKI Jakarta.
Bangunan tua nan bersejarah yang satu ini masih berada di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Hanya saja, letaknya lebih jauh dari kawasan museum-museum yang ada di sana. Ia berada di seberang Terminal Kota dan berjejeran dengan bangunan tua lainnya. Dari kejauhan, mereka terlihat kokoh. Toko Merah dengan warna khas merah kecokelatan yang paling ngejreng di antara lainnya.
Bangunan di samping Toko Merah tampak tak terurus, ada pula yang dijadikan sebagai kantor. Namun, tak sama seperti Toko Merah. Toko Merah merupakan salah satu dari bangunan tua di kawasan tersebut yang masih ada sekaligus menyisakan sedikit kenangan serta saksi bisu dari sejarah perjalanan dirinya.
Toko Merah
Nomor 11 ini menunjukkan bahwa Toko Merah berada di Jalan Kali Besar Barat nomor 11, Jakarta Barat. Setelah berganti-ganti pemilik, Toko Merah akhirnya dimiliki Perusahaan Perdagangan Indonesia. Setelah kantor perusahaan itu pindah ke Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, bangunan Toko Merah ini dibiarkan kosong.
Sepuluh tahun setelah gedung tersebut berdiri pada 1740 terjadi kerusuhan. Depan Toko Merah terdapat sungai Groote Rivier (Kali Besar) yang mengalir hingga ke muara sungai. Di tempat tersebut, sebuah sejarah kelam mengenai pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa tercatat.
Pembantaian terhadap sekitar 12 ribu orang-orang Tionghoa yang ada di Batavia kala itu. Ribuan mayat dibuang di Kali Besar. Karena ribuan dan menumpuk ternyata ketika kali Muara Angke dikeruk terdapatlah mayat-mayat tersebut. Katanya, dahulu disebutnya Muara Bangke namun sepanjang berjalannya waktu huruf b dihilangkan dan kini disebut Muara Angke.
Setelah peristiwa pembantaian pembantaian warga Tiongha tersebut, van Imhoff yang selama pemerintahannya juga membangun Istana Buitenzorg pada 1745 dan kini lebih dikenal dengan nama Istana Bogor ini, kemudian diangkat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda (1743-1750). Di gedung yang kini dikenal sebagai Toko Merah itu ia juga mendirikan Akademi Maritim (Academiede Marine). Akademi ini diresmikan 7 Desember 1743. Selain sebagai kampus, gedung itu juga menjadi asrama para kadet.
Gedung yang berlantai 2 ini, menurut Thomas B. Ataladjar, juga merupakan saksi gerakan nasionalis Indonesia, Gedung ini dulunya pernah digunakan sebagai kantor Jacobson van den Berg, sebuah perusahaan multinasional milik Belanda. Pada masa nasionalisasi perusahaan Belanda paruh terakhir tahun 1950-an, karyawan Indonesia mengambil alih N.V. Jacobson van den Berg & CO dari tangan manajemen Belanda. Pada 1957, ketika hubungan RI-Belanda memburuk, Jacobson van den Berg dan semua perusahaan milik Belanda diambil alih. Sementara ribuan warga Belanda dan Indo Belanda meninggalkan Indonesia.
Di muara Ciliwung ini ketika airnya masih jernih—pada pagi dan sore—menjadi tempat mandi para Indo-Belanda. Sementara di malam terang bulan, para muda-mudi, sambil main gitar, bernyanyi menumpahkan isi hati mereka.
Toko Merah
Setelah tiga abad berdirinya toko tersebut, Toko Merah telah menjadi saksi bisu dengan beragam kisah di dalamnya. Toko Merah tetap kosong tak berpenghuni dan gerbangnya digembok tidak bisa dimasuki oleh pengunjung. Andai Toko Merah bisa berbicara, maka akan banyak kisah dan tokoh yang dapat diceritakan olehnya.
Toko Merah ini juga merupakan saksi sejarah betapa menyedihkan nasib para budak di Batavia kala itu. Mereka dijualbelikan dan diperlakukan seperti binatang. Di tempat ini pernah dilelang sebanyak 162 budak belian.
Present
Gedung Toko Merah dibangun di atas areal seluas 2.455  m². Bangunan terdiri atas tiga gedung yang menyatu. Bangunan depan (tingkat dua) dan belakang (tingkat tiga), membujur dari utara ke selatan, adapun bangunan tengah merupakan penghubung bangunan utara dan selatan, melintang dari timur ke barat. Arsitektur bangunan mencerminkan perpaduan bangunan Cornice House (bangunan dengan dinding muka yang ujung atasnya datar dan diberi profil-profil pengakhiran) pada abad ke-18 dan atap tropis. Bangunan Toko Merah sebenarnya merupakan bangunan kembar, dua rumah di bawah satu atap. Hal itu terlihat dengan adanya dua buah pintu masuk ke dalam bangunan dan adanya parapat pemisah yang biasa dibuat untuk mencegah apabila terjadi kebakaran tidak menjalar ke gedung sebelahnya.
Bangunan depan dan belakang dihubungkan dengan bangunan satu lantai berplafon dua tingkat. Kedua bangunan ini berhubungan secara terbuka dan secara visual memberi kesan terbagi oleh adanya tujuh buah pilar tembok persegi panjang dan bukaan yang dibingkai architrave berskala tinggi, berukuran 3,5 m x 2,1 m. Bingkai pilar terbuat dari kayu berwarna merah tua dengan garis keemasan. Di lantai dua terdapat tembok tengah sebagai pemisah ruangan atas yang merupakan terusan dari tembok sebelah bawahnya. Tembok itu berlanjut terus hingga mencapai bubungan atap, baik atap depan, tengah maupun belakang. Tembok pemisah itu juga berfungsi sebagai penyangga guna menopang dan mendukung beban atap yang tinggi dan berat. Tembok depan bangunan yang terbuat dari susunan batu bata yang tidak diplester dapat memberikan kesan unik bagi gedung ini.
Toko Merah memiliki dua buah pintu masuk berukuran besar dan tinggi. Pada bagian atas kedua pintu masuk bangunan terpasang fanlight atau jendela angin yang berada pada satu kusen dengan pintu. Kedua jendela angin kaca di atas pintu (bovenlichten) itupun berpola kotak-kotak dan masing-masing memiliki 30 buah kotak. Semua jendela masih menerapkan gaya abad ke-18 dan berskala monumental guna mengimbangi ruangan-ruangan besar di dalamnya. Kemudian untuk mencapai lantai bagian atas bangunan, terdapat enam buah tangga, kesemuanya berwarna merah hati, terbuat dari kayu terukir artistik. Dari depan bangunan ini seolah hanya memiliki sebuah atap, namun kenyataannya memiliki tiga buah atap. Bangunan depan dan belakang memiliki atap dengan bubungan yang memanjang dari utara ke selatan. Sementara atap bangunan tengah, bubungan atapnya melintang dari timur ke barat, sekaligus sebagai atap penghubung bagi kedua atap bangunan depan dan belakang. Atap bangunan berbentuk atap pelana atau atap rumah kampung, terbentuk oleh susunan kerangka kuda-kuda segitiga yang dihubungkan oleh kerangka-kerangka yang membentang di atasnya tetap orientasi susunan kerangka atap ini menyamping dari arah hadap bangunannya. Susunan kerangka tersebut membentuk dua bidang miring yang berbentuk empat persegi panjang yang menjadi tempat dimana penutup atap.
Bangunan Toko Merah memiliki cukup banyak ruangan, baik di lantai dasar, lantai 2 maupun lantai 3. Selain ruang besar (aula) di lantai dasar dan lantai 2, ruang-ruang lain berfungsi sebagai kamar. Di lantai dasar terdapat 16 buah kamar, masing-masing 8 buah di rumah sebelah utara dan 8 buah di rumah sebelah selatan. Di lantai 2 kamarnya berjumlah 4 buah dan terdapat di bangunan bagian belakang. Sementara di tingkat 3 terdapat 5 buah kamar. Bangunan tambahan di areal belakang memiliki sejumlah kamar.
Toko Merah: Sertifikat Cagar Budaya
Bangunan ini juga merupakan perpaduan gaya klasik Eropa dan Cina, terutama pada ornamen dalam bangunan. Unsur Cina berupa warna merah hati ayam cukup dominan pada bangunan ini, baik pada warna tembok depan maupun pada interior dari unsur kayu di dalamnya. Di samping itu terdapat unsur tradisional yang juga terdapat pada bangunan, yang terlihat pada hiasan motif kisi-kisi pipih pada balustrade (jeruji pengaman pada samping tangga), terdapat pada tangga di rumah bagian utara lantai 3. Hiasan semacam itu banyak ditemukan pada balustrade rumah-rumah Melayu. Apabila sekarang orang mengenalnya dengan sebutan Toko Merah adalah karena elemen luar dan dalam bangunan didominasi warna merah. Salah satu keunikan lainnya adalah tangga dengan gaya Baroque yang merupakan satu-satunya di Jakarta. Bangunan merupakan penggabungan dari dua bangunan ini menyimpan sejarah yang cukup panjang. Sebelum PD II, bangunan yang terlihat mencolok di antara bangunan di sekitarnya, karena dinding luarnya yang berwarna merah Bangunan ini menerima Penghargaan Sertifikat Sadar Pemugaran 1993.
Begitu berharganya nilai sejarah bangunan ini, maka pemeritahan terdahulu berusaha mengeluarkan peratuan-peraturan untuk melindungi dan melestarikan Toko Merah dan gedung-gedung bersejarah lainnya secara umum di wilayah DKI Jakarta.
Sebagai contoh, sejak pemerintahan kolonial Belanda, bangunan tua dan bersejarah telah diupayakan untuk dilindungi dan dijaga kelestariannya terutama nilai-nilai sejarahnya, seni dan budayanya dengan dikeluarkannya Monumenten Ordonantie tahun 1931 (Staatsblad No. 238/1931) dan telah diubah dengan Monumenten Ordonantie No. 21 thaun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 No. 515).
Upaya yang sama juga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali sadikin yang sangat concern dengan bangunan-bangunan kuno di DKI Jakarta. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No.cb.11/1/12/72, tanggal 10 Januari 1972 yang intinya menetapkan tentang pemugaran dan pelestarian bangunan-bangunan kuno yang bersejarah.
Akan tetapi, dalam perjalanan sejarahnya, usaha pemerintah pada masa terdahulu ternyata hanya berlaku pada masa itu saja. Kenyataannya satu per satu bangunan bersejarah mulai hilang ditelan pembangunan kota.
Tak satu pun yang dapat menunjukkan di mana keberadaan bangunan Kastil Batavia, Hotel Des Indes, Societat Harmonie. Semua bangunan tua yang disebutkan itu sudah hilang tanpa bekas, rata dengan tanah.

(Arsitektur Indis/geDoor/jakarta.go.id/Kaskus)

No comments:

Post a Comment