Planetarium Jakarta dibangun dan dihadiahkan kepada rakyat Indonesia,
khususnya masyarakat Jakarta, oleh Pemerintah Indonesia atas gagasan Presiden
Soekarno dan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1969. Dasar
filosofis pendiriannya ialah agar ilmu pengetahuan bangsa Indonesia bertambah,
khususnya tentang jagad raya (astronomi) dan sedikit demi sedikit menghilangkan
tahayul. Presiden berharap Planetarium dapat menjadi salah satu sarana untuk
mengejawantahkan program Nation Building.
Planetarium dan Observatorium Jakarta adalah satu dari tiga wahana
simulasi langit di Indonesia selain di Kutai, Kalimantan Timur, dan Surabaya,
Jawa Timur. Planetarium tertua ini letaknya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Planetarium Jakarta merupakan sarana wisata pendidikan yang dapat menyajikan
pertunjukan/peragaan simulasi perbintangan atau benda-benda langit. Pengunjung
diajak mengembara di jagat raya untuk memahami konsepsi tentang alam semesta
melalui acara demi acara.
Berkat sumbangan dana Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) dan
lembaga pemerintah, Planetarium dibangun di tempat bekas Kebun Binatang Taman
Raden Saleh (Cikini-Jakarta Pusat, yang kini di lokasi Taman Ismail Marzuki).
Peralatan berupa proyektor dengan segala kelengkapannya termasuk teleskop
(teropong bintang) guna pembangunan observatorium, dibeli dari perusahaan optik
Carl Zeiss-Jena (Jerman). Sedangkan arsitekturnya adalah karya putra Indonesia.
Flashback
Perusahaan-perusahaan swasta yang tergabung dalam Gabungan Koperasi
Batik Indonesia (GKBI) bersedia membiayai pembangunan gedung Planetarium
Jakarta. Berdasarkan sebuah catatan GKBI menyediakan dana sebesar Rp 1,67 milyar.
Dana ini akan diturunkan secara berangsur tiga kali untuk membiayai pembangunan
gedung planetarium tahun 1964, 1965, dan 1966. Biaya untuk pembelian mesin
proyektor planetarium dan teropong bintang dari perusahaan Carl Zeiss-Jerman
sebesar US$ 1,5 juta ditanggung sebuah yayasan yang sengaja dibentuk Bung Karno
untuk menghimpun dana-dana komisi yang biasanya didapat dari pembelian suatu
barang ke luar negeri- untuk mendanai berbagai keperluan pembangunan.
Pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan Proyek Planetarium Jakarta diatur dalam
surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 155 tahun 1963 yang
ditandatangani Presiden pada 26 Juli 1963.
Planetarium Jakarta |
Saat pemancangan batu pertama (9 September 1964), Bung Karno di akhir
pidato berkata, "Lapangan politik kita kejar, lapangan ilmu pengetahuan
kita kejar, agar supaya kita benar-benar dalam waktu yang singkat bisa bernama
bangsa Indonesia yang besar!" Dalam sambutannya (17 Agustus 1965), Santoso
Nitisastro dari Observatorium Bosscha Lembang pun mengatakan, "Semoga
Planetarium Jakarta ini dapat merupakan alat yang ampuh bagi revolusi rakyat
Indonesia dalam perjuangannya mengemban amanat penderitaan rakyatnya!"
Akhir tahun 1964 pembangunan gedung planetarium mulai dilaksanakan. Gedung
Planetarium Jakarta dirancang empat lantai, seperti tergambar pada maket awal.
Satu kubah planetarium di tengahnya tergabung dengan bangunan silinder di
bawahnya (ruang pameran kini) dan dikelilingi oleh bangunan luas. Ada ruang
untuk observatorium, ada ruang teater untuk pendidikan dan ada pula lapangan
parkir yang luas. Pada awal pendirian Planetarium Jakarta, belum berdiri pusat
kesenian Taman Ismail Marzuki.
Dalam pembangunannya, pembangunan Planetarium Jakarta sempat terhenti
karena suasana politik negara yang kacau, terutama ketika pecah pemberontakan
G30S/PKI. Dana dari GKBI tidak lagi lancar mengalir. GKBI hanya mengeluarkan
sebagian saja dari yang telah dianggarkannya. Untunglah kemudian pada akhir
1967 pembangunan Planetarium Jakarta kembali dilanjutkan sedikit demi sedikit,
dibantu dengan dana dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta.Sayang pembangunannya
terhenti saat pecah peristiwa G30S/PKI, tetapi akhir 1967 dilanjutkan lagi dan
selesai 20 November 1968. Pengelolaannya diserahkan kepada Gubernur Jakarta
yang saat itu dijabat oleh Bang Ali. Direkturnya ditunjuk oleh Presiden yang
akhirnya terpilih Santoso Nitisastro. Beliau bisa dianggap sebagai direktur
pertama Planetarium Jakarta yang mulai dibuka untuk umum pada tanggal 1 Maret
1969 (dianggap sebagai hari ulang tahun Planetarium Jakarta).
Akhirnya setelah gedung planetarium dan pemasangan proyektor serta
perlengkapan lainnya berhasil diselesaikan, pada tanggal 20 November 1968
diresmikanlah Planetarium dan Observatorium Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta
kala itu, Ali Sadikin, bersamaan dengan diresmikannya Pusat Kesenian
Jakarta-Taman Ismail Marzuki. Seluruh aset milik proyek diserahterimakan oleh
Prof. Ir. Rooseno selaku pimpinan dan pengawas proyek kepada Gubernur Kepala
DKI Jakarta. Ketika penyerahterimaan tersebut, keadaan planetarium Jakarta
belum sempurna dan masih sangat sederhana. Sejak tanggal 20 November 1968 itu
pula pengelolaan Proyek Planetarium dan Observatorium Jakarta diserahkan kepada
Bapak Santoso Nitisastro dari Observatorium Bosscha-Jurusan Astronomi Institut
Teknologi Bandung, yang juga ditunjuk langsung oleh Bung Karno. Sebelumnya
sempat ditawari kepada Prof. The Pik Sin dari Observatorium Bosscha untuk
menjadi direktur Planetarium, namun karena harus pindah ke Belanda ia menolak
halus tawaran tersebut.
Planetarium Jakarta: Planetarium Jakarta Masa Lalu |
Selang beberapa bulan sejak peresmiannya, Planetarium Jakarta menggelar
pertunjukan perdananya, tepatnya pada tanggal 1 Maret 1969—tanggal yang
kemudian ditetapkan sebagai tanggal jadinya. Keadaan fisik Planetarium Jakarta
waktu itu masih jauh dari yang diharapkan. Walaupun demikian sederhana,
Planetarium Jakarta tetap berhasil memukau penontonnya. Pada tahun-tahun
pertamanya hanya ada bangunan silinder beratap kubah, tempat untuk pertunjukan
teater bintang dengan proyektor yang dibeli dari Jerman dan 500 buah kursi di
dalamnya, serta beberapa ruang-ruang kecil lainnya. Tugas utama Planetarium
Jakarta sejak pertunjukan perdananya saat itu adalah menyelenggarakan
pertunjukan (star show) secara teratur menurut jadwal waktu yang telah
ditetapkan. Selama enam hari dalam satu minggu Planetarium Jakarta dibuka untuk
umum.
Pada tahun 1975 teleskop Coude, yang sebenarnya telah dimiliki sejak
awal sekitar tahun 1964-an, dipasang pada sebuah bangunan berlantai dua, di
luar gedung Planetarium tetapi tidak jauh darinya. Teleskop tersebut digunakan
untuk pengamatan dan pemotretan Matahari. Pengunjung boleh juga mengamat dengan
teleskop tersebut. Tetapi, pada tahun 1982, teleskop Coude terpaksa harus dipindah
tempatnya karena lahan yang digunakan untuk bangunan teleskop tersebut sejak
1975 ternyata bukan milik Planetarium Jakarta dan diminta pemiliknya. Teleskop
Coude dibongkar kemudian ditempatkan pada bangunan sekitar gedung planetarium.
Pada sekitar tahun 1977-1979 Planetarium Jakarta sempat mengajukan
pendirian perpustakaan. Namun, usul ini tidak langsung dikabulkan. Pemerintah
Daerah DKI Jakarta waktu itu lebih menyetujui pendirian sebuah gedung arsip,
bersebelahan dengan Planetarium Jakarta karena ketika itu tidak ada tempat
penyimpanan arsip. Walaupun ruang perpustakaan belum dapat segera terwujud,
pengumpulan dan penyimpanan materi atau bahan-bahan perpustakaan tetap giat
dilakukan. Akhirnya pada tahun 1982 ruang perpustakaan mulai diwujudkan,
bersama-sama dengan studio sound system, gedung permanen untuk ruang kerja,
dll.
Sejak tahun 1979 sebagian dana dari Pemda DKI Jakarta digunakan untuk
mencetak booklet. Selain booklet, dicetak juga brosur acara, folder maupun
poster. Sebenarnya bentuk kegiatan publikasi Planetarium Jakarta sudah dimulai
sebelum itu. Pada sepuluh tahun pertama, Planetarium Jakarta terpublikasikan
melalui tayangan acara ilmu pengetahuan di TVRI, kerjasama dengan LIPI dan
TVRI. Brosur dan leaflet juga telah dibuat, tapi dalam bentuk yang sangat
sederhana.
Planetarium Jakarta: Salah Satu Teleskop di Planetarium Jakarta |
Sekitar tahun 1982 Bapak Darsa Soekartadiredja mengusulkan pembelian
teleskop portable kecil kepada Pemda DKI Jakarta. Teleskop ini akan
dipergunakan untuk pengamatan di luar kota Jakarta dalam peristiwa Gerhana
Matahari Total, yang sebelumnya telah diperkirakan akan terjadi pada bulan Juni
tahun 1983. Teleskop yang dapat berpindah ini tentunya sangat berguna terutama
untuk peristiwa astronomis yang jarang terjadi dan hanya dapat diamati di
daerah tertentu. Seperti halnya Gerhana Matahari Total yang hanya dapat diamati
pada sebagian daerah. Pemda DKI Jakarta mengabulkannya.
Tahun 1984, Pemerintah DKI Jakarta membentuk organisasi penyelenggara
fungsi dan tugas-tugas planetarium dan observatorium, yaitu Badan Pengelola
Planetarium dan Observatorium Pemerintah DKI Jakarta. Kepala Badan Pengelola
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya langsung kepada Gubernur
Provinsi DKI Jakarta. Perubahan status ini tertuang dalam Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 2209 Tahun 1984. Dan setelah melewati usia 27 tahun
(1996), dilakukan pemutakhiran proyektor dan perbaikan sarana atau fasilitas
pendukungnya.
Penambahan sarana pendukung gedung Planetarium Jakarta tetap dilakukan
guna meningkatkan efektifitas Planetarium Jakarta dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Pada tahun 1991 gedung Planetarium Jakarta diperluas untuk memenuhi
kebutuhan ruang kerja, ruang rapat, ruang kelas, ruang studio audio visual dan
ruang pameran. Dana perawatan dan rehabilitasi gedung-gedung yang ada diambil
dari dana anggaran pembangunan yang dianggarkan untuk Planetarium Jakarta. Pada
tahun 1994 Pemda DKI Jakarta akhirnya menyetujui pembelian teropong bintang
bergaris tengah 31 cm. Teropong bintang ini digunakan untuk mengganti teropong
yang kecil dan sudah tua. Dengan adanya teropong baru ini diharapkan dapat
menunjang kegiatan peneropongan untuk umum dengan lebih baik.
Pada tahun 1996, Badan Pengelola Planetarium dan Observatorium Jakarta
melakukan renovasi gedung sekaligus pemutakhiran peralatan pertunjukan dengan
mengganti proyektor utama dengan yang lebih canggih dan dikontrol sepenuhnya
oleh program komputer. Proyektor Universal diganti dengan Proyektor
Universarium Model VIII, bahan layar kubah diganti dengan yang baru dan garis
tengahnya dikurangi dari 23 m menjadi 22 m. Lantainya ditinggikan dan dibuat
bertingkat. Seluruh kursi dibuat menghadap ke arah Selatan dan jumlahnya
dikurangi dari 500 ke 320 kursi. (Wikipedia/Wisata Hemat Indonesia)
Planetarium Jakarta |
Mulai tahun 1998 direncanakan menambah fasilitas pertunjukan alternatif
yaitu slide show yang menggunakan
fasilitas multimedia di dalam gedung pertunjukan baru. Animasi dinamika alam
semesta ditampilkan dengan suasana mirip bioskop. Namun untuk masa mendatang bukan
hanya slide show saja, melainkan
digabung dengan video film, laser disk, dan CD-ROM.
Pada tahun 2002, Badan Pengelola Planetarium dan Observatorium Jakarta
mengalami perubahan status dari organisasi nonstruktural menjadi organisasi
struktural berupa Unit Pelaksana Teknis di bawah Dinas Pendidikan Menengah dan
Tinggi Provinsi DKI Jakarta. Perubahan status ini tertuang dalam Keputusan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 118 Tahun 2002.
Present
Dalam gedung pertunjukan utama (planetarium) berkapasitas sekitar 300
kursi, penonton dapat melihat peragaan/simulasi langit baik langit siang maupun
malam hari. Wajah langit tiruan ini diproyeksikan ke kubah setengah bola
bergaris tengah 22 m di atas penonton melalui proyektor Universarium Model
VIII. (Museum Sebagai Tempat Tujuan Wisata)
Selain pertunjukan Teater Bintang dan multimedia/citra ganda,
Planetarium & Observatorium Jakarta juga menyediakan sarana prasarana
observasi benda-benda langit melalui peneropongan secara langsung, untuk
menyaksikan fenomena/kejadian-kejadian alam lainnya, seperti gerhana bulan,
gerhana matahari, komet dan lain-lain.
Adanya 3 teleskop memungkinkan mengadakan kegiatan pengamatan benda
langit sebagai fungsi ke-observatorium-annya. Baik dalam bentuk penelitian
(observasi ilmiah skala kecil), kegiatan khusus untuk masyarakat umum/awam
(peneropongan umum), maupun gabungan keduanya sebagai partisipasi aktif untuk
memupuk minat masyarakat. Dalam hal ini, fungsi BP Planetarium &
Observatorium adalah sebagai tempat wisata ilmiah (edutainment: pendidikan dan
hiburan). Lainnya adalah bimbingan karya tulis, membina kerja sama dengan
instansi lain seperti Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung,
Observatorium Bosscha Lembang, LAPAN, Departemen Agama, institut terkait dari
manca negara; serta tidak lupa untuk membina organisasi amatir astronomi dimana
siapapun dapat bergabung didalamnya (Himpunan Astronomi Amatir Jakarta/HAAJ).
Planetarium Jakarta |
Jadwal peneropongan umum biasanya disusun bersamaan dengan jadwal
pertunjukan malam hari dan tentu saja dengan mempertimbangkan kondisi cuaca
(idealnya cerah, tak berawan). Setiap bulan diadakan 2 kali (2 hari berturutan)
dan tidak dipungut biaya apapun. Namun, tidak menutup kemungkinan mengadakan
kegiatan ini di luar jadwal yang telah ada—semisal ada peristiwa astronomis
yang menarik seperti gerhana matahari atau bulan, penampakan komet, dsb.
Sebagai penunjang pertunjukan planetarium, terdapat ruang pameran
dimana disajikan materi dalam ujud lukisan, photo
serta keterangan lengkap dari berbagai bentuk galaksi, film video, miniatur
benda langit ataupun wahana antariksa, teori-teori pembentukan galaksi disertai
pengenalan tokoh-tokoh di balik munculnya teori, dsb.
Di ruang pameran ini, ada juga pajangan baju antariksa yang digunakan
mengarungi angkasa, termasuk mendarat di bulan. Beberapa peralatan lain untuk
pengamatan antariksa turut dipamerkan.
Planetarium Jakarta juga memiliki fasilitas kelas untuk menjalin
interaksi lebih aktif antara pengunjung dan staf dalam penyebarluasan astronomi
secara populer. Fasilitas kelas ini pula yang memungkinkan planetarium
menyelenggarakan kegiatan lain seperti seminar dan penataran astronomi.
Hingga kini Planetarium Jakarta masih setia bertahan untuk melakukan
tugas mulianya, mendidik bangsanya menjadi bangsa yang melek ilmu, sesuai
dengan cita-cita para Bapak Bangsanya dahulu. Pembenahan dan peningkatan
senantiasa dilakukan. Teater bintang masih memainkan adegan pergerakan langit
semu yang sesuai setiap waktunya, dengan monolog menarik yang tak lupa memberi
cuplikan kisah-kisah tentang langit. Dari kisah Joko Belek yang sakit mata di
Tanah Jawa hingga Orion si Pemburu dari Yunani. Tak perlu malu-malu lagi
berkenalan dengan langit, mari berkunjung ke planetarium.
No comments:
Post a Comment