Pusat Primata Schmutzer di Kebun Binatang Ragunan adalah tempat
pelestarian primata dalam kebun binatang ragunan.
Nyonya Pauline Antoinette Schmutzer-versteegh merupakan perintis
dibangunnya Pusat Primata Schmutzer. Ia adalah seorang pecinta hewan, pelukis
dan dermawan. Ia mewariskan seluruh harta warisannya kepada The Gibbon
Foundation yang diketuai oleh Willie Smits untuk dibuat sebuah fasilitas
terbaru untuk primata di Kebun Binatang Ragunan
Pusat primata Schmutzer akhirnya memang layak disebut sebagai pusat
edukasi bagi peneliti dan masyarakat, dan aspek konservasi primata terbaik yang
berpusat di ibukota negeri ini. Letaknya, menyatu didalam Kebun Binatang
Ragunan, disalah satu sudut Jakarta yang padat.
Pusat Primata Schmutzer |
Flashback
Pusat Primata Schmutzer Ragunan merupakan hibah bagi kota Jakarta dari
mendiang Nyonya Schmutzer, seorang pecinta satwa kelahiran Wonorejo, 6
September 1927 dan meninggal di Jakarta, 11 September 1998. Nyonya Schmutzer
memberi contoh akan kepedulian pada satwa liar dengan harapan dapat membantu
masyarakat Indonesia untuk lebih menghargai dan peduli pada keindahan satwa liar
Indonesia.
Pusat primata itu dibangun dengan konsep kandang terbuka berdasarkan
surat wasiat almarhum Ny Schmutzer selaku penyandang dana utama dengan
persetujuan Gubernur DKI Jakarta, dibantu dana tambahan dari Gibbon Foundation,
yayasan di Eropa untuk perlindungan satwa langka di Indonesia. Tempat ini
merupakan sumbangan Ny. Pauline (Puck) Schmutzer (alm), perempuan keturunan
Belanda yang lahir di Wonorejo. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai pelukis
yang sangat mencintai satwa. Kecintaannya kepada satwa tersebut diwujudkan
dengan mewariskan semua harta kekayaannya bagi kepentingan lingkungan hidup.
Ketika meninggal dunia, ia mewariskan hartanya untuk pembangunan pusat primata,
dibantu dana dari Gibbon Foundation, yayasan di Eropa untuk perlindungan satwa
langka dan dilindungi di Indonesia.
Pusat primata yang menempati areal seluas 13 ha dilengkapi museum,
teater yang menyajikan film lingkungan hidup, taman patung, dan dilengkapi
dengan 68 kamera pemantau untuk melindungi satwa dari tangan jahil para
pengunjung. Pengunjung dapat pula menyaksikan kehidupan para gorila dari
terowongan terbuka yang menghubungkan gedung berkubah dengan kompleks pusat
primata itu. Bahkan, pengunjung dapat menikmati makanan di restoran di tempat
itu sambil mengamati perilaku para primata, terutama gorila.
Pusat primata Ragunan ini merupakan yang terbesar di dunia. Total
kawasan itu mencapai 13 ha tetapi yang terpakai baru 6,2 ha. Meski begitu masih
jauh lebih luas dibanding pusat primata yang berada di kota Leipzig-Jerman yang
luasnya hanya 4,5 ha. Pusat primata ini tidak hanya mengoleksi hewan primata,
tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan konservasi lingkungan hidup.
Di situ terdapat empat gorila jantan yang baru didatangkan dari Kebun Binatang
Howlettes dan Port Lympne, Inggris.
Pusat Primata Schmutzer: Pusat Primata Schmutzer di Masa Lalu |
Seperti juga Kebun Binatang San Diego, kehidupan primata di Schmutzer
dirancang seperti kehidupan alam bebas binatangnya (tanpa kandang), contohnya
kandang gorila dan orang utan. Kandang seperti ini disebut enklosur.
Namun sayang, pusat primata yang dibangun pada tahun 1999 dan
diresmikan tanggal 20 Agustus 2002 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, sekarang
kondisinya sangat mengenaskan. Banyak fasilitanya yang rusak. Tangga papan yang
dibuat melingkari pohon besar tidak bisa digunakan lagi karena telah lapuk dan
sekarang banyak ditimbuni sampah daun yang berjatuhan di atasnya, Jembatan
tambang yang menghubungkan dari satu pohon ke pohon lain tidak indah lagi untuk
sarana bermain dan tampak kumuh, lantai kaca yang dibawahnya dahulu tampak ada
seekor ular besar sekarang sudah tampak buram, dan lucunya ada penunjuk arah
toilet yang sudah tak ada lagi toiletnya.
Namun sebagai perbandingan lain, orang utan yang berada dalam
pengelolaan Schmutzer terawat dengan baik, beberapa kandang ditutup oleh kaca
dan memiliki pengatur suhu. Sedangkan orang utan yang berada dalam pengelolaan
kebun binatang ragunan kandangnya tidak terlindungi dari lemparan makanan para
pengunjung, bahkan pengunjung melempar rokok, dan orang utan di dalam kandang
sudah belajar dan menjadi perokok.
Pada tahun 2006 pusat primata ini sudah diserahkan sepenuhnya pada
kebun binatang ragunan jakarta.
Pusat Primata Schmutzer: Gorilla Enclosure |
Present
Pusat primata Schmutzer tampak dari depan mirip dengan entry gate Keong Mas di TMII, kubahnya
melengkung tinggi dan pengunjung harus menaiki tangga untuk tiba dilantai dua.
Pengunjung disambut oleh patung gorila dengan wajah garang dalam ukuran seperti
aslinya. Dikiri kanan tampak panel panel berisi informasi primata dunia yang
disajikan dengan bahasa sederhana dan sangat edukatif.
Setelah lewat pintu utama, kaki segera melenggang masuk di waving gallery, yakni semacam terowongan
memanjang dengan atap canopy
transparan yang memanjang kebelakang. Dari atas inilah dapat disaksikan
kehidupan gorila hitam Afrika yang ada dibawahnya (ground level). Gorila bukan
primata asli Indonesia, mereka dititipkan untuk ditangkarkan dan diteliti. Ini
merupakan bentuk kepercayaan atas reputasi dan fasilitas terbaik di pusat
penelitian Schmutzer
Puas berdiam di waving gallery,
perjalanan bisa diteruskan keujung jalan, pengunjung lalu menuruni tangga ke ground level. Dari sini, masih ada
kesempatan untuk melihat lokasi kandang gorila dalam posisi sejajar pandangan
mata. Disekitar kandang gorila, ada beberapa jalan meyamping melewati rimbunan
dahan dan pohon lebat untuk sampai ke kandang penangkaran primata asli Indonesia
seperti orang utan, owa kalimantan, owa jawa abu abu yang sudah sangat langka,
siamang, dan lain-lain.
Di pusat primata Schmutzer ini terdapat juga koleksi simpanse, monyet,
dan fasilitas lainnya. Seperti dunia
orang utan. Di sini kita memasuki terowongan panjang dan gelap yang dibuat
menyerupai goa. Di dalam goa tersebut di antara tiap-tiap bagian dipisahkan
oleh tali-tali yang menyerupai akar pohon. Pada sisi-sisi terowongan di bagian
tertentu akan nampak kaca tebal sehingga kita dapat melihat orang utan yang
berada di luar.
Pusat Primata Schmutzer: Waving Gallery |
Setelah keluar dari dunia orang
utan bisa menaiki rumah pohon dan berjalan di antara pohon menggunakan
jembatan gantung. Namun, hati-hati melangkah dan berpeganlah terhadap pegangan
yang disediakan. Karena, rumah pohon dan jembatan gantung ini kurang begitu
terawat sehingga terlihat rapuh.
Pusat Primata Schmutzer juga memiliki museum, perpusatakaan dan teater
bioskop kecil tentang primata di Indonesia dan dunia.
Tempat untuk pengunjung disediakan minimum, seperti jalan setapak,
arena bermain dan belajar atau masuk gua, dan tempat tinggal binatang
diusahakan maksimum (dalam luas).
Karena pengunjung tidak diperbolehkan membawa makanan masuk, lingkungan
Schmutzer sangat bersih. Pemeriksaan akan hal ini ketat, tepat penitipan
barangnya aman dan rapi. Pengunjung diperiksa sebelum masuk, bahkan permen pun
akan disita di tempat penitipan barang. Air minum disediakan gratis di dalam
taman dengan adanya pancuran air minum di setiap titik titik tertentu di kebun
binatang. Selain binatang yang terawat, semua tumbuhan di Schmutzer diberi
papan nama berdasarkan nama latinnya untuk keterangan pengunjung.
Pusat Primata Schmutzer: Kimbo |
Tidak perlu mengeluarkan banyak uang jika ingin melihat koleksi primata
di sini. Tiket masuknya pun murah meriah dan tidak akan dipungut biaya apa pun
lagi di dalamnya. Jika ingin melihat tiga gorila besar di pusat primata
Schmutzer, sebaiknya datanglah pada waktu mereka diberi makan; pukul 09.00, 12.00,
dan 15.00 WIB.
Secara sekilas, komposisi makanan mereka cukup beragam dengan aneka
macam buah. Mereka diberi kubis segar, pisang, manggis, buah bit merah, apel,
dan banyak lagi.
Pada jam-jam tersebut, anda akan melihat dengan lahapnya mereka makan
dan tentu saja pengunjung akan membludak sekali. Ada tiga gorila di sini, pertama
Kumbo. Ia adalah gorila paling besar sekaligus pemimpin kelompok di area gorila
ini. Kumbo paling suka bergaya depan pengunjung, serta menunjukkan postur
tubuhnya yang besar. Kedua, yaitu Komu, saudara dari Kumbo dan suka
mengikutinya mengelilingi area gorila. Terakhir, Kihi, gorila satu ini paling
suka menyendiri dan jarang terlihat depan pengunjung.
Biar bagaimanapun, hidup dialam bebas tetap menjadi pilihan terbaik
asal tidak diburu dan dibunuh oleh pemburu yang bernama manusia. Mereka disini
bukan pilihan hidup mereka, tapi karena diluar sana lebih kejam karena manusia
merusak hutan dan membantai mereka.
No comments:
Post a Comment