Pages

Monday, November 21, 2011

Museum Fatahillah

Museum Fatahillah dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia. Museum ini merupakan museum terbesar di Jakarta. Di Museum Sejarah Jakarta bisa ditelusuri jejak sejarah kota Jakarta yang menempati gedung bekas Stadhuis atau Balai Kota.
Terletak di ujung jalan yang sibuk atau tepatnya di Jalan Taman Fatahillah Nomor 2, gedung ini merupakan sebuah gedung tua peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1620-1707 atas perintah Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen semasa VOC berkuasa dengan luas bangunan 1.300  m². (Warta Warga Universitas Gunadarma/Wikipedia)
Bangunan Museum Fatahilah selesai dibangun pada 1710 dan pernah menjadi kantor gubernur Hindia Belanda. Kompleks bangunan ini cukup luas, terdiri dari bangunan utama yang mempunyai tiga lantai serta dua bangunan sayap di bagian kiri dan kanan. (okezone.com)
Museum Fatahillah
Museum Fatahillah menempati dua gedung panjang di area Kota Tua Jakarta. Dahulu museum ini merupakan gedung balai kota (stadhuis) pertama di Batavia yang dibagun tahun 1707 oleh pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoon. Pembangunan gedung ini selesai tahun 1712 dan diresmikan dua tahun sebelumnya oleh Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck. Setelah mengalami beberapa perubahan fungsi, gedung ini ditetapkan sebagai Museum Sejarah Jakarta pada 30 Maret 1974. (Visit Indonesia)
Flashback
Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sebagai gedung balai kota kedua pada tahun 1626 (balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah sel yang berada di bawah gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan menambah masing-masing satu ruangan di bagian barat dan timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan penjara-penjaranya terus dilakukan hingga menjadi bentuk yang ada sekarang ini. (Wikipedia)
Selain digunakan sebagai stadhuis, gedung ini juga digunakan sebagai Raad van Justitie (Dewan Pengadilan). Pada tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu diubah kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Museum Fatahillah: Gedung Balai Kota Tahun 1770
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh pegawai VOC Johannes Rach yang berasal dari Denmark, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju stadhuisplein. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu Taman Fatahillah untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta.
Pada tahun 1937, Yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk mendirikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia, yayasan tersebut kemudian membeli gudang perusahaan Geo Wehry & Co yang terletak di sebelah timur Kali Besar tepatnya di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27 (kini museum Wayang) dan membangunnya kembali sebagai Museum Oud Batavia. Museum Batavia Lama ini dibuka untuk umum pada tahun 1939.
Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968 Museum Djakarta Lama diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin, kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum Sejarah Jakarta sejak tahun 1999 bertekad menjadikan museum ini bukan sekedar tempat untuk merawat, memamerkan benda yang berasal dari periode Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat bagi semua orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa bahkan bagi penyandang cacat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman, serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi. Untuk itu Museum Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini dalam bentuk yang lebih rekreatif. Selain itu, melalui tata pamernya Museum Sejarah Jakarta berusaha menggambarkan Jakarta Sebagai Pusat Pertemuan Budaya dari berbagai kelompok suku baik dari dalam maupun dari luar Indonesia dan sejarah kota Jakarta seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta juga selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif sehingga dapat merangasang pengunjung untuk tertarik kepada Jakarta dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya.
Museum Fatahillah: Gedung Stadhuis di Awal Abad ke-20
Arsitektur bangunannya bergaya abad ke-17 yaitu Barok klasik. Museum berlantai 3 ini bercat kuning tanah sedangkan kusen pintu dan jendelanya dari kayu jati berwarna hijau tua, sementara bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin. Museum ini memiliki pekarangan dengan susunan konblok dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon.
Arsitektur gedung ini juga sebagian besar masih merupakan arsitektur asli yang dilengkapi dengan beberapa perangkat interior masa VOC Bagian dalam gedung Museum Jakarta dibagi dalam beberapa ruang pamer seperti seperti Ruang Prasejarah Jakarta (berisi koleksi artefak seperti beliung dan kapak batu yang banyak ditemukan sepanjang sisi Sungai Ciliwung), Ruang Tarumanegara & Ruang Jayakarta (berisi arca-arca kuno dan beberapa prasasti mengenai Sunda Kelapa dan puji-pujian terhadap Raja Purnawarman), Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan yang terakhir adalah Ruang M.H. Thamrin.
Present
Museum ini menyimpan sekitar 25.000 koleksi mulai dari periode prasejarah hingga koleksi abad ini. Koleksi yang dapat dilihat mulai dari Prasasti Ciaruteun yang merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara dimana terdapat jejak telapak kaki Dewa Wisnu, Meriam si Jagur yang terkenal sebagai lambang kesuburan, Patung Dewa Hermes (Dalam mitologi Yunani merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang), Mimbar Masjid Kampung Baru, penjara bawah tanah dimana Untung Suropati (1670) dan Pangeran Diponegoro (1830) pernah ditahan. Ada juga air mancur di tengah Taman Fatahillah yang dahulu berjasa menjadi salah satu sumber air di kawasan Balaikota. (Visit Indonesia)
Perbendaharaannya mencapai jumlah 23.500 buah berasal dari warisan Museum Jakarta Lama (Oud Batavia Museum), hasil upaya pengadaan Pemerintah DKI Jakarta dan sumbangan perorangan maupun institusi. Terdiri atas ragam bahan material baik yang sejenis maupun campuran, meliputi logam, batu, kayu, kaca, kristal, gerabah, keramik, porselen, kain, kulit, kertas dan tulang. Di antara koleksi yang patut diketahui masyarakat adalam Meriam si Jagur, sketsel, patung Hermes, pedang eksekusi, lemari arsip, lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia Belanda tahun 1602-1942, meja bulat berdiameter 2,25 m tanpa sambungan, peralatan masyarakat prasejarah, prasasti dan senjata. (Wikipedia)
Museum Fatahillah: Lukisan Jan Pieterszoon Coen
Museum Fatahillah juga memiliki fasilitas perpustakaan yang menyimpan 1200 koleksi judul buku. Buku-buku tersebut sebagian besar merupakan peninggalan masa kolonial. Banyak di antaranya berbahasa Belanda, Melayu, Inggris, dan Arab. Salah satu yang tertua adalah Alkitab berangka tahun tahun 1702.
Koleksi yang dipamerkan berjumlah lebih dari 500 buah, yang lainnya disimpan di storage. Umur koleksi ada yang mencapai lebih 1.500 tahun khususnya koleksi peralatan hidup masyarakat prasejarah seperti kapak batu, beliung persegi, kendi gerabah. Koleksi warisan Museum Jakarta Lama berasal dari abad ke-18 dan 19 seperti kursi, meja, lemari arsip, tempat tidur dan senjata. Secara berkala dilakukan rotasi sehingga semua koleksi dapat dinikmati pengunjung. Untuk memperkaya perbendaharaan koleksi museum membuka kesempatan kepada masyarakat perorangan maupun institusi meminjamkan atau menyumbangkan koleksinya kepada Museum Sejarah Jakarta.
Disini juga dapat dilihat mebel antik mulai dari abad ke-17 hingga 19 yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, China, dan Indonesia. Juga ada koleksi keramik, gerabah, serta batu prasasti. Terdapat juga berbagai koleksi kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak.
Selain memiliki koleksi barang-barang antik, Museum Jakarta juga menyimpan beberapa kisah tragis seperti pernah digunakan sebagai tempat hukum gantung bagi ribuan etnis Tionghoa yang terlibat dalam pemberontakan melawan kekuasaan kolonial tahun 1740 dihalaman depannya (sekarang Taman Fatahillah)
Museum Fatahillah
Kompleks ini juga memiliki ruang bawah tanah yang pernah digunakan sebagai penjara. Sampai sekarang ruangan penjara bawah tanah ini masih bisa dilihat, lengkap dengan rantai untuk mengikat kaki narapidana serta terali.
Tersedia pula Kafe Museum dengan suasana nyaman bernuansa Jakarta Tempo Doeloe, souvenir shop, musholla, serta ruang pertemuan dan pameran,  juga taman dalam.
Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 2.000 (dewasa) kita akan dibawa dalam suasana Jakarta Tempoe Doloe dengan pintu-pintu dan jendela berbadan lebar.
Sebagai salah satu andalan tujuan wisata Kota Tua Pemkot DKI Jakarta gedung tua ini sangat menarik untuk dikunjungi. Lokasinya pun mudah dijangkau karena terletak tepat ditengah kawasan kota tua Jakarta. Dekat dengan stasiun kereta Kota maupun halte busway.

(okezone.com/Visit Indonesia/Warta Warga Universitas Gunadarma/Wikipedia)

2 comments:

Explorer Learning Center said...

Bapak/ibu , mas/mbak izin copas fotonya yah...terima kasih

Ahmad Rusli said...

Silakan

Post a Comment