Museum Fatahillah dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta atau
Museum Batavia. Museum ini merupakan museum terbesar di Jakarta. Di Museum
Sejarah Jakarta bisa ditelusuri jejak sejarah kota Jakarta yang menempati
gedung bekas Stadhuis atau Balai Kota.
Terletak di ujung jalan yang sibuk atau tepatnya di Jalan Taman
Fatahillah Nomor 2, gedung ini merupakan sebuah gedung tua peninggalan kolonial
Belanda yang dibangun pada tahun 1620-1707 atas perintah Gubernur Jendral Jan
Pieterszoon Coen semasa VOC berkuasa dengan luas bangunan 1.300
m².
(Warta Warga Universitas Gunadarma/Wikipedia)
Bangunan Museum Fatahilah selesai dibangun pada 1710 dan pernah menjadi
kantor gubernur Hindia Belanda. Kompleks bangunan ini cukup luas, terdiri dari
bangunan utama yang mempunyai tiga lantai serta dua bangunan sayap di bagian
kiri dan kanan. (okezone.com)
Museum Fatahillah |
Museum Fatahillah menempati dua gedung panjang di area Kota Tua
Jakarta. Dahulu museum ini merupakan gedung balai kota (stadhuis) pertama di
Batavia yang dibagun tahun 1707 oleh pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van
Hoon. Pembangunan gedung ini selesai tahun 1712 dan diresmikan dua tahun
sebelumnya oleh Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck. Setelah mengalami
beberapa perubahan fungsi, gedung ini ditetapkan sebagai Museum Sejarah Jakarta
pada 30 Maret 1974. (Visit Indonesia)
Flashback
Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh
Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sebagai gedung balai kota kedua pada
tahun 1626 (balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar
Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat satu dan
pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi gedung sangat
buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung menyebabkan bangunan
ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh pemerintah
Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai
sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah sel yang berada di bawah
gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan
menambah masing-masing satu ruangan di bagian barat dan timur. Setelah itu
beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan penjara-penjaranya
terus dilakukan hingga menjadi bentuk yang ada sekarang ini. (Wikipedia)
Selain digunakan sebagai stadhuis,
gedung ini juga digunakan sebagai Raad van Justitie (Dewan Pengadilan). Pada
tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini
menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu diubah kembali menjadi KODIM
0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta,
lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Museum Fatahillah: Gedung Balai Kota Tahun 1770 |
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan
yang dinamakan stadhuisplein. Menurut
sebuah lukisan yang dibuat oleh pegawai VOC Johannes
Rach yang berasal dari Denmark, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah
air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air
itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju stadhuisplein. Pada tahun 1972, diadakan
penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap
dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali
sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman
Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman
tersebut dengan memberi nama baru yaitu Taman
Fatahillah untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta.
Pada tahun 1937, Yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk
mendirikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia, yayasan tersebut kemudian
membeli gudang perusahaan Geo Wehry & Co yang terletak di sebelah timur
Kali Besar tepatnya di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27 (kini museum Wayang)
dan membangunnya kembali sebagai Museum Oud Batavia. Museum Batavia Lama ini
dibuka untuk umum pada tahun 1939.
Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama
di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun
1968 Museum Djakarta Lama diserahkan
kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin,
kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30
Maret 1974.
Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum Sejarah Jakarta
sejak tahun 1999 bertekad menjadikan museum ini bukan sekedar tempat untuk merawat,
memamerkan benda yang berasal dari periode Batavia, tetapi juga harus bisa
menjadi tempat bagi semua orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak,
orang dewasa bahkan bagi penyandang cacat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman, serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi. Untuk itu Museum
Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi mengenai perjalanan panjang
sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini dalam bentuk yang
lebih rekreatif. Selain itu, melalui tata pamernya Museum Sejarah Jakarta
berusaha menggambarkan Jakarta Sebagai
Pusat Pertemuan Budaya dari berbagai kelompok suku baik dari dalam maupun
dari luar Indonesia dan sejarah kota Jakarta seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta
juga selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif sehingga dapat
merangasang pengunjung untuk tertarik kepada Jakarta dan meningkatkan kesadaran
akan pentingnya warisan budaya.
Museum Fatahillah: Gedung Stadhuis di Awal Abad ke-20 |
Arsitektur bangunannya bergaya abad ke-17 yaitu Barok klasik. Museum
berlantai 3 ini bercat kuning tanah sedangkan kusen pintu dan jendelanya dari
kayu jati berwarna hijau tua, sementara bagian atap utama memiliki penunjuk
arah mata angin. Museum ini memiliki pekarangan dengan susunan konblok dan
sebuah kolam dihiasi beberapa pohon.
Arsitektur gedung ini juga sebagian besar masih merupakan arsitektur
asli yang dilengkapi dengan beberapa perangkat interior masa VOC Bagian dalam
gedung Museum Jakarta dibagi dalam beberapa ruang pamer seperti seperti Ruang
Prasejarah Jakarta (berisi koleksi artefak seperti beliung dan kapak batu yang
banyak ditemukan sepanjang sisi Sungai Ciliwung), Ruang Tarumanegara &
Ruang Jayakarta (berisi arca-arca kuno dan beberapa prasasti mengenai Sunda
Kelapa dan puji-pujian terhadap Raja Purnawarman), Ruang Fatahillah, Ruang Sultan
Agung, dan yang terakhir adalah Ruang M.H. Thamrin.
Present
Museum ini menyimpan sekitar 25.000 koleksi mulai dari periode
prasejarah hingga koleksi abad ini. Koleksi yang dapat dilihat mulai dari
Prasasti Ciaruteun yang merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara dimana
terdapat jejak telapak kaki Dewa Wisnu, Meriam si Jagur yang terkenal sebagai
lambang kesuburan, Patung Dewa Hermes (Dalam mitologi Yunani merupakan dewa
keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang), Mimbar Masjid Kampung Baru,
penjara bawah tanah dimana Untung Suropati (1670) dan Pangeran Diponegoro
(1830) pernah ditahan. Ada juga air mancur di tengah Taman Fatahillah yang
dahulu berjasa menjadi salah satu sumber air di kawasan Balaikota. (Visit
Indonesia)
Perbendaharaannya mencapai jumlah 23.500 buah berasal dari warisan
Museum Jakarta Lama (Oud Batavia Museum), hasil upaya pengadaan Pemerintah DKI
Jakarta dan sumbangan perorangan maupun institusi. Terdiri atas ragam bahan
material baik yang sejenis maupun campuran, meliputi logam, batu, kayu, kaca,
kristal, gerabah, keramik, porselen, kain, kulit, kertas dan tulang. Di antara
koleksi yang patut diketahui masyarakat adalam Meriam si Jagur, sketsel, patung
Hermes, pedang eksekusi, lemari arsip, lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia
Belanda tahun 1602-1942, meja bulat berdiameter 2,25 m tanpa sambungan,
peralatan masyarakat prasejarah, prasasti dan senjata. (Wikipedia)
Museum Fatahillah: Lukisan Jan Pieterszoon Coen |
Museum Fatahillah juga memiliki fasilitas perpustakaan yang menyimpan
1200 koleksi judul buku. Buku-buku tersebut sebagian besar merupakan
peninggalan masa kolonial. Banyak di antaranya berbahasa Belanda, Melayu,
Inggris, dan Arab. Salah satu yang tertua adalah Alkitab berangka tahun tahun
1702.
Koleksi yang dipamerkan berjumlah lebih dari 500 buah, yang lainnya
disimpan di storage. Umur koleksi ada
yang mencapai lebih 1.500 tahun khususnya koleksi peralatan hidup masyarakat
prasejarah seperti kapak batu, beliung persegi, kendi gerabah. Koleksi warisan
Museum Jakarta Lama berasal dari abad ke-18 dan 19 seperti kursi, meja, lemari
arsip, tempat tidur dan senjata. Secara berkala dilakukan rotasi sehingga semua
koleksi dapat dinikmati pengunjung. Untuk memperkaya perbendaharaan koleksi
museum membuka kesempatan kepada masyarakat perorangan maupun institusi
meminjamkan atau menyumbangkan koleksinya kepada Museum Sejarah Jakarta.
Disini juga dapat dilihat mebel antik mulai dari abad ke-17 hingga 19
yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, China, dan Indonesia. Juga ada
koleksi keramik, gerabah, serta batu prasasti. Terdapat juga berbagai koleksi
kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak.
Selain memiliki koleksi barang-barang antik, Museum Jakarta juga
menyimpan beberapa kisah tragis seperti pernah digunakan sebagai tempat hukum
gantung bagi ribuan etnis Tionghoa yang terlibat dalam pemberontakan melawan
kekuasaan kolonial tahun 1740 dihalaman depannya (sekarang Taman Fatahillah)
Kompleks ini juga memiliki ruang bawah tanah yang pernah digunakan
sebagai penjara. Sampai sekarang ruangan penjara bawah tanah ini masih bisa
dilihat, lengkap dengan rantai untuk mengikat kaki narapidana serta terali.
Tersedia pula Kafe Museum dengan suasana nyaman bernuansa Jakarta Tempo
Doeloe, souvenir shop, musholla,
serta ruang pertemuan dan pameran, juga
taman dalam.
Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 2.000 (dewasa) kita akan dibawa
dalam suasana Jakarta Tempoe Doloe dengan pintu-pintu dan jendela berbadan
lebar.
Sebagai salah satu andalan tujuan wisata Kota Tua Pemkot DKI Jakarta gedung tua ini sangat menarik untuk
dikunjungi. Lokasinya pun mudah dijangkau karena terletak tepat ditengah
kawasan kota tua Jakarta. Dekat dengan stasiun kereta Kota maupun halte busway.
(okezone.com/Visit Indonesia/Warta Warga
Universitas Gunadarma/Wikipedia)
2 comments:
Bapak/ibu , mas/mbak izin copas fotonya yah...terima kasih
Silakan
Post a Comment