Pages

Sunday, February 12, 2012

Keraton Surosowan

Keraton Surosowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan Maulana Hasanudin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 m mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 ha. Keraton Surowowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Keraton Surosowan: Sisa-sisa Pendopo Utama Keraton
Flashback
Keraton Surosowan dibangun dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin dan Pangeran Fatahillah setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Pajajaran dan merebut ibukota mereka, Banten Girang. Putra Maulana Hasanuddin, Sultan Maulana Yusuf, memperkuat benteng tersebut dengan batu karang dan batu merah. Disekeliling benteng dibangun parit-parit yang konon dulunya bisa dilayari perahu-perahu kecil hingga sampai ke laut Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, untuk mempercantik keraton Surosowan disewa tenaga ahli dari Portugal dan Belanda, di antaranya Hendrik Lucasz Cardeel yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Benteng keraton diperkuat dan dipojok-pojoknya dibangun bastion, bangunan setengah lingkaran dengan lubang-lubang tembak prajurit mengintai dan menembak musuh. Ciri bangunan hasil rehabilitasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa dengan pembangunan pada masa Sultan Maulana Yusuf. Pembangunan keraton Surosowan memiliki karya seni dekor tinggi pada masa itu. Bukti ini masih bisa dijumpai pada sisa ubin merah yang dipasang dengan komposisi belah ketupat. Belum lagi sistem parit dan saluran air bawah tanah ke dalam kompleks keraton. Menurut Paulus Van Solt, pada 1605 dan 1607 benteng keraton sempat mengalami kebakaran.
Keraton Surosowan: Lokasi Sisa Bangunan Keraton
Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan Gunung Jati menentukan posisi Keraton, Benteng, Pasar, dan Alun-Alun yang harus dibangun di dekat kuala Sungai Banten yang kemudian diberi nama Keraton Surosowan. Hanya dalam waktu 26 tahun, Banten menjadi semakin besar dan maju, dan pada tahun 1552 Masehi, Banten yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi negara bagian Kesultanan Demak dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai Sultan di Kesultanan Banten dengan gelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan.
Keraton Surosowan: Lokasi Sisa Bangunan Keraton
Berdiri dan dibangun dengan kata Gawe Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis yang arti bebasnya adalah Membangun kota dan perbentengan dari bata dan karang. Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (sekarang di kenal dengan daerah Banten Girang di Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang—Wahanten Girang merupakan bagian wilayah dari Kerajaan Padjadjaran yang berpusat di Pakuan—sekarang di kenal dengan wilayah Pakuan Bogor) pada tahun 1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai Kesultanan Banten dengan dipindahkannya Pusat Pemerintahan Banten dari daerah Pedalaman ke daerah Pesisir pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526.
Present
Kini, Keraton Surosowan tinggal puing-puing setelah diruntuhkan oleh Belanda. Karena kedahsyatan perjuangan rakyat Banten pada waktu itu, dan agar tidak menimbulkan benih-benih perjuangan nantinya, seluruh bangunan Kesultanan Banten dihancurkan, sebagian besar material bangunan diambil dan dialihkan untuk membangun Pusat Pemerintahan Hindia Belanda di Serang, sebagai pusat pemerintahan baru. Bangunan tersebut kini digunakan sebagai Pendopo Gubernur Banten.
Keraton Surosowan: Kolam Pemandian
Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok.
Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan 30 x 13 m serta kedalaman kolam 4,5 m. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar 2 km dari Surosowan.
Keraton Surosowan: Pancuran Mas
Hal menarik lain pada pemandian Rara Denok ini adalah pancuran emas. Pancuran yang sebenarnya terbuat dari tembaga dan bukan emas itu dahulu biasa digunakan untuk mandi para pejabat dan juga abdi kerajaan. Begitu terkenalnya nama Pancuran Mas sehingga orang-orang yakin bahwa pancuran itu memang terbuat dari emas. Bukan hal aneh saat Kasultanan Banten runtuh, terjadi penjarahan dan semua pancuran yang ada diambil semua karena mungkin dikira terbuat dari emas.
Keraton berbentuk segi empat seluas 3 ha itu nyaris rata dengan tanah, sulit sekali membayangkan seperti apa bentuk Keraton Surosowan tersebut berdiri sebelum akhirnya hancur karena strategi politik adu domba yang diterapkan oleh pemerintah Belanda. Walau hanya tersisa reruntuhan, situs Surosowan sebetulnya masih cukup menarik sebagai salah satu obyek wisata arkeologis. Kondisi situs Keraton Surosowan saat ini sangat memperihatinkan. Di sekeliling kompleks situs dipenuhi pedagang kaki lima. Para pedagang ini membuka kios-kios sempit, menjajakan aneka barang bagi pengunjung Masjid Agung Banten Lama. Sampah pun berceceran di mana-mana. Situs Keraton Surosowan juga tak mendapat penjagaan yang layak, walau di sekelilingnya telah dipagari. Setiap orang bisa bebas berkeliaran ke dalam dengan beragam tujuan. Dari sekadar melihat-lihat, berwisata sampai bertapa di salah satu sudut. Lebih miris lagi, pada halaman depan dan bagian dalam keraton kawanan ternak ikut ambil bagian. Kerbau, domba dan kambing asyik menikmati rumput yang ada disekitar situs Keraton Surosowan tersebut.

No comments:

Post a Comment