Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang
penuh dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para
peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari
berbagai daerah di Pulau Jawa.
Selain sebagai obyek wisata ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan
obyek wisata pendidikan dan sejarah. Dengan mengunjungi masjid ini, wisatawan
dapat menyaksikan peninggalan bersejarah Kerajaan Islam di Banten pada abad
ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya
Hindu Jawa, Cina, dan Eropa.
Masjid Agung Banten termasuk dalam wilayah Desa Banten, Kecamatan
Kasemen, Kabupaten Serang. Bangunan masjid berbatasan dengan perkampungan di
sebelah utara, barat dan selatan, alun-alun di sebelah timur, dan Keraton Surosowan
di sebelah tengah. Arahnya ke sebelah utara dari pusat Kota Serang Keadaan
masjid ini relatif terpelihara meskipun banyak yang sudah rusak. Bangunan
Masjid Agung Banten, terdiri dari bangunan masjid, dengan serambi pemakaman, di
kiri dan kanannya bangunan tiyamah, menara, dan tempat pemakaman di halaman sisi
utara.
Masjid Agung Banten |
Masjid Agung Banten merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi
Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung
Jati, sekitar tahun 1552-1570. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan
taman yang dihiasi bunga-bunga flamboyan. (Sejarah/Wikipedia/Wisata Melayu)
Masjid Agung Banten didirikan pertama kali pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Hasanuddin dan putranya Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566 M
atau bulan Zulhijjah 966 H. Bangunan Tiyamah merupakan bangunan tambahan yang
letaknya di sebelah selatan masjid. Bangunan ini mempunyai langgam arsitektur
Belanda kuno. Di bangun oleh Hendrick Lucas Cardeel, seorang arsitek Belanda yang
beragama Islam dan oleh sultan diberi gelar Pangeran Wiraguana. Menara Mesjid
Agung Banten dibangun oleh Lucas Cardeel, Menurut K.C. Crucg berpendapat bahwa
menara Mesjid Agung Banten ini sudah ada sebelum tahun 1569/1570, bahkan
berdasarkan tinjauan seni bangunan dan hiasannya, ia berkesimpulan menara ini
didirikan pada pertengahan kedua abad XVI yaitu antara tahun 1560 sampai 1570.
(Disbudpar Banten)
Flashback
Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sultan
Gunung Jati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung Jati memerintahkan
kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih suci sebagai tempat
pembangunan Kerajaan Banten. Setelah mendapat perintah ayahnya tersebut,
Hasanuddin kemudian sholat dan bermunajat kepada Allah agar diberi petunjuk
tentang tanah untuk mendirikan kerajaan. Konon, setelah berdoa, secara spontan
air laut yang berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan. Di lokasi
itulah kemudian Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana
pendukung lainnya, seperti masjid, alun-alun, dan pasar. Perpaduan empat hal:
istana, masjid, alun-alun, dan pasar merupakan ciri tradisi kerajaan Islam di
masa lalu.
Masjid Agung Banten: Litrografi Masjid Agung Banten di Tahun 1880-an |
Keunikan arsitektur Masjid Agung Banten terlihat pada rancangan atap
masjid yang beratap susun lima, yang mirip dengan pagoda Cina. Konon, masjid
yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Pulau Jawa ini desainnya dirancang
dan dikerjakan oleh Raden Sepat. Ia adalah seorang ahli perancang bangunan dari
Majapahit yang sudah berpengalaman menangani pembangunan masjid, seperti Demak
dan Cirebon. Selain Raden Sepat, arsitek lainnya yang ditengarai turut berperan
adalah Tjek Ban Tjut, terutama pada bagian tangga masjid. Karena jasanya itulah
Tjek Ban Tjut memperoleh gelar Pangeran Adiguna.
Kemudian pada tahun 1620 M, semasa kekuasaan Sultan Haji, datanglah
Hendrik Lucaz Cardeel ke Banten, ia seorang perancang bangunan dari Belanda
yang melarikan diri dari Batavia dan berniat masuk Islam. Kepada sultan ia
menyatakan kesiapannya untuk turut serta membangun kelengkapan Masjid Agung
Banten, yaitu menara masjid serta bangunan Tiyamah yang berfungsi untuk tempat
musyawarah dan kajian-kajian keagamaan. Hal ini dilakukan sebagai wujud
keseriusannya untuk masuk Islam. Karena jasanya tersebut, Cardeel kemudian
mendapat gelar Pangeran Wiraguna.
Present
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan
utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda Cina yang juga merupakan karya arsitek
Cina yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian
menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Masjid Agung Banten: Bagian Dalam Masjid |
Bangunan Masjid Agung Banten merupakan suatu komplek dengan luas tanah
1,3 ha yang dikelilingi pagar tembok setinggi 1 m. Pada sisi tembok timur dan
masing-masing terdapat dua buah gapura dibagian utara dan selatan yang letaknya
sejajar. Bangunan masjid menghadap ketimur berdiri diatas pondasi masif dengan
ketingggian 1 m dari halaman.
Bangunan ruang utama berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 25 x
19 m. Lantai terbuat dari ubin berukuran 30 x 30 cm. Berwarna hijau muda dan
dibatasi dinding pada keempat sisinya. Dinding timur memisahkan ruang utama
dengan serambi timur. Pada dinding ini terdapat empat pintu (dengan lubang
angin) yang merupakan pintu masuk utama. Pintu terletak dengan bidang segi
empat dari dinding yang menonjol berukuran 174 x 98 cm dengan dua daun pintu
dari kayu. Bagian atas pintu berbentuk lengkung setengah lingkaran. Lubang
angin pada dinding timur ada dua buah yang mengapit pintu, pintu paling selatan
berbentuk persegi panjang dan di dalamnya terdapat hiasan motif kertas tempel, dinding barat tersebut berhiaskan pelipit rata, penyangga setengah lingkaran, dan pelipit cekung.
Dinding sisi utara membatasi ruang utama dengan serambi utama dengan
sebuah pintu masuk berbentuk empat persegi panjang ukuran 240 x 125 cm, berdaun
pintu dua buah dari kayu. Jendela pada dinding utara dua buah dengan dua daun
jendela berbentuk segi empat berukuran 180 x 152 cm. Sedangkan dinding selatan
hanya mempunyai satu pintu yang menghubungkan ruang utama dengan pawestren di
dekat sudut barat dinding.
Masjid Agung Banten: Kolam |
Di serambi kiri masjid ini terdapat Makam Sultan Maulana Hasanuddin
dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Nashr Abdul Kahar
(Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana
Muhamad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan
Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan
Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.
Kolam berada di dalam serambi timur berbentuk persegi panjang terbagi
atas empat kolam kotak yang dipisahkan oleh pematang tembok dan dihubungkan
dengan lubang pada masing-masing pematang. Kolam berukuran 28,1 x 3,1 m dan
dalamnya antara 75-100 cm. Di sekeliling kolam terdapat tembok setinggi 1,29 m
dan tebalnya 32,5 cm. untuk mencapai kolam di sediakan tangga turun sebanyak
tiga anak tangga dari arah halaman dan lima anak tangga dari serambi timur.
Selain terdapat kolam ada juga bangunan yang dinamakan Pawastren
letaknya bersampingan dengan ruang utama. Pada dinding selatan terdapat pintu
yang menghubungkan Pawastren dengan serambi pemakaman selatan. Lubang angin di
dinding ini berbentuk segi tiga dan hanya sebagian terbuka karena tertutup atap
makam selatan. Dinding barat Pawastren hanya terdapat lubang angin dengan
bentuk kumpulan segi tiga dengan bunga di antaranya.
Masjid Agung Banten: Menara |
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di
sisi selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini dinamakan
Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno,
bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda Hendick Lucasz Cardeel.
Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Sekarang bangunan ini digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang pusaka.
Menara yang menjadi ciri khas Masjid Agung Banten terletak di sebelah
timur masjid. Menara ini diperkirakan dibangun abad ke-18 yang terbuat dari batu bata dengan ketinggian
kurang lebih 24 m, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 m. Di dalam menara terdapat empat pintu dan
bentuknya sama dengan pintu masuk menara. Bangunan menara terbagi atas tiga
bangunan yaitu kaki, tubuh, dan kepala. Pemandangan di sekitar masjid dan
perairan lepas pantai dapat terlihat di atas menara, karena jarak antara menara
dengan laut yang hanya sekitar 1,5 km.
Pada zaman dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan
adzan, bangunan ini difungsikan sebagai menara pandang ke lepas pantai. Selain
itu, menara ini juga digunakan oleh masyarakat Banten untuk menyimpan senjata
pada masa pendudukan Belanda.
No comments:
Post a Comment