Keraton Surosowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun
sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan
Maulana Hasanudin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu
Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk
Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 m mengitari
area keraton sekitar kurang lebih 3 ha. Keraton Surowowan mirip sebuah benteng
Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat
sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh.
Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi
empat yang jumlahnya puluhan.
Keraton Surosowan: Sisa-sisa Pendopo Utama Keraton |
Flashback
Keraton Surosowan dibangun dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin dan
Pangeran Fatahillah setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Pajajaran dan merebut
ibukota mereka, Banten Girang. Putra Maulana Hasanuddin, Sultan Maulana Yusuf,
memperkuat benteng tersebut dengan batu karang dan batu merah. Disekeliling
benteng dibangun parit-parit yang konon dulunya bisa dilayari perahu-perahu
kecil hingga sampai ke laut Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa, untuk mempercantik keraton Surosowan disewa tenaga ahli dari
Portugal dan Belanda, di antaranya Hendrik Lucasz Cardeel yang memeluk Islam
yang bergelar Pangeran Wiraguna. Benteng keraton diperkuat dan dipojok-pojoknya
dibangun bastion, bangunan setengah lingkaran dengan lubang-lubang tembak
prajurit mengintai dan menembak musuh. Ciri bangunan hasil rehabilitasi oleh
Sultan Ageng Tirtayasa dengan pembangunan pada masa Sultan Maulana Yusuf.
Pembangunan keraton Surosowan memiliki karya seni dekor tinggi pada masa itu.
Bukti ini masih bisa dijumpai pada sisa ubin merah yang dipasang dengan
komposisi belah ketupat. Belum lagi sistem parit dan saluran air bawah tanah ke
dalam kompleks keraton. Menurut Paulus Van Solt, pada 1605 dan 1607 benteng keraton
sempat mengalami kebakaran.
Keraton Surosowan: Lokasi Sisa Bangunan Keraton |
Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan Gunung Jati menentukan
posisi Keraton, Benteng, Pasar, dan Alun-Alun yang harus dibangun di dekat
kuala Sungai Banten yang kemudian diberi nama Keraton Surosowan. Hanya dalam
waktu 26 tahun, Banten menjadi semakin besar dan maju, dan pada tahun 1552 Masehi,
Banten yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi negara bagian
Kesultanan Demak dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai Sultan di Kesultanan
Banten dengan gelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan.
Keraton Surosowan: Lokasi Sisa Bangunan Keraton |
Berdiri dan dibangun dengan kata Gawe
Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis yang arti bebasnya adalah Membangun kota dan perbentengan dari bata
dan karang. Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (sekarang di
kenal dengan daerah Banten Girang di Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang—Wahanten
Girang merupakan bagian wilayah dari Kerajaan Padjadjaran yang berpusat di
Pakuan—sekarang di kenal dengan wilayah Pakuan Bogor) pada tahun 1525
selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai Kesultanan Banten
dengan dipindahkannya Pusat Pemerintahan Banten dari daerah Pedalaman ke daerah
Pesisir pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober
1526.
Present
Kini, Keraton Surosowan tinggal puing-puing setelah diruntuhkan oleh
Belanda. Karena kedahsyatan perjuangan rakyat Banten pada waktu itu, dan agar
tidak menimbulkan benih-benih perjuangan nantinya, seluruh bangunan Kesultanan
Banten dihancurkan, sebagian besar material bangunan diambil dan dialihkan
untuk membangun Pusat Pemerintahan Hindia Belanda di Serang, sebagai pusat
pemerintahan baru. Bangunan tersebut kini digunakan sebagai Pendopo Gubernur
Banten.
Keraton Surosowan: Kolam Pemandian |
Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing
terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup
dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton
terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh
ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang
berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal
adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok.
Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan 30 x 13 m serta
kedalaman kolam 4,5 m. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau
Tasikardi yang terletak sekitar 2 km dari Surosowan.
Keraton Surosowan: Pancuran Mas |
Hal menarik lain pada pemandian Rara Denok ini adalah pancuran emas.
Pancuran yang sebenarnya terbuat dari tembaga dan bukan emas itu dahulu biasa
digunakan untuk mandi para pejabat dan juga abdi kerajaan. Begitu terkenalnya
nama Pancuran Mas sehingga orang-orang yakin bahwa pancuran itu memang terbuat
dari emas. Bukan hal aneh saat Kasultanan Banten runtuh, terjadi penjarahan dan
semua pancuran yang ada diambil semua karena mungkin dikira terbuat dari emas.
Keraton berbentuk segi empat seluas 3 ha itu nyaris rata dengan tanah,
sulit sekali membayangkan seperti apa bentuk Keraton Surosowan tersebut berdiri
sebelum akhirnya hancur karena strategi politik adu domba yang diterapkan oleh
pemerintah Belanda. Walau hanya tersisa reruntuhan, situs Surosowan sebetulnya
masih cukup menarik sebagai salah satu obyek wisata arkeologis. Kondisi situs
Keraton Surosowan saat ini sangat memperihatinkan. Di sekeliling kompleks situs
dipenuhi pedagang kaki lima. Para pedagang ini membuka kios-kios sempit,
menjajakan aneka barang bagi pengunjung Masjid Agung Banten Lama. Sampah pun
berceceran di mana-mana. Situs Keraton Surosowan juga tak mendapat penjagaan
yang layak, walau di sekelilingnya telah dipagari. Setiap orang bisa bebas
berkeliaran ke dalam dengan beragam tujuan. Dari sekadar melihat-lihat,
berwisata sampai bertapa di salah satu sudut. Lebih miris lagi, pada halaman
depan dan bagian dalam keraton kawanan ternak ikut ambil bagian. Kerbau, domba
dan kambing asyik menikmati rumput yang ada disekitar situs Keraton Surosowan
tersebut.
No comments:
Post a Comment