Pages

Tuesday, October 11, 2011

Gereja Immanuel Jakarta

Gereja Immanuel mulai dibangun tahun 1834. Gereja yang terletak di sudut Jalan Merdeka Timur dan Pejambon ini semula bernama Willemskerk. Penamaan tersebut diberikan untuk menghormati Raja Willem I, yang menurut daftar raja Negara Rendah terbitan Utrech 1971 menjadi raja Belanda antara tahun 1813-1840. (Arsitektur Indis/Wikipedia)
Gereja Immanuel Jakarta
Salah satu aset yang berseberangan dengan Stasiun Gambir, Jakarta, Gereja Immanuel yang dahulu bernama Willemskerk, dibangun pada tanggal 24 Agustus 1835. Proses pembangunannya sendiri memakan waktu sekitar 4 tahun. Gereja ini sebenarnya adalah tempat pelayanan dan pertemuan yang diperuntukkan kepada para karyawan-karyawan Pemerintah Kolonial Belanda dan dibangun di bawah perjanjian Lutheran. (Enjoy Jakarta/Kerontjong Toegoe)
Flashback
Gereja ini adalah hasil rancangan dari J.H. Horst yang mempunyai gaya dan corak Klasisisme. Serambi-serambi di bagian utara dan selatan mengikuti bentuk bundar gereja dengan membentuk dua bundaran konsentrik, yang mengelilingi ruang ibadah. Menara bundar atau lantern yang pendek di atas kubah dihiasi plesteran bunga teratai dengan enam helai daun, simbol Mesir untuk dewi cahaya. Menara atau lantern tersebut dibuat sedemikian rupa dengan perhitungan yang sangat cermat dan tepat sehingga sinar matahari dapat langsung masuk secara tepat, merata, dan menerangi seluruh ruangan ibadah yang ada di dalam gedung Gereja ini.
Gereja Immanuel Jakarta: Gereja Willemskerk Tahun 1875
Gaya ini antara lain terlihat dari desain dasar lantai gereja yang sangat simetris, berbentuk bundar sempurna berdiameter 9,5 m, ukiran-ukiran indah pada kayu pegangan tangga, serta pilar-pilar monumental, yang berjumlah enam pilar pada tiap sisi gereja. Terdapat pula ornamen kepala pilar berwarna kuning keemasan, dengan ukiran yang rumit dan indah bergaya korint.
Gereja bergaya klasisisme itu bercorak bundar di atas fondasi 3 m. Bagian depan menghadap Stasiun Gambir. Di bagian ini terlihat jelas serambi persegi empat dengan pilar-pilar paladian yang menopang balok mendatar. Paladinisme adalah gaya klasisisme abad ke-18 di Inggris yang menekan simetri dan perbandingan harmonis.
Sebuah orgel pipa raksasa tua buatan Jonathan Batz pada tahun 1843 digunakan mengiringi lagu pujian saat kebaktian. Orgel tua ini konon memiliki 1.116 pipa yang berfungsi baik sesuai sistem aslinya meski kompresor telah dieletrikkan. Pada 1985, orgel ini dibongkar dan dibersihkan sehingga sampai kini dapat berfungsi dengan baik.
Gereja Immanuel Jakarta: Orgel Pipa Jonathan Batz
Menurut buku Gereja-gereja Tua di Jakarta karangan A. Heuken S.J., di dalam gereja disimpan Kitab Suci (Staatenbijbel), cetakan tahun 1748 oleh N. Goetzee di Belanda. Sementara itu, di bagian belakang mimbar gereja terdapat beberapa papan kayu yang bertuliskan nama-nama pendeta beserta tahun karyanya. Papan tersebut tak hanya memuat nama pendeta gembala Willemskerk, namun juga pendeta gereja-gereja lain, antara lain nama pendeta Jemaat Jerman Rendah (Nederduitse Gemeente) atau Jemaat berbahasa Belanda (1619-1810), nama pendeta jemaat berbahasa Melayu (sejak 1622). Kemudian, papan lain bertuliskan nama pendeta jemaat berbahasa Portugis (1633-1787), jemaat Lutheran (1746-1854), dan jemaat Injili (sejak 1855).
Rumah ibadat tua ini, sejak 1948 dinamai Immanuel, kata dalam bahasa Ibrani, bahasa penduduk Israel sejak 250 SM, yang melambangkan kepercayaan dan pengharapan bahwa Tuhan selalu beserta kita.
Present
Kini, gereja tua ini sedikit memprihatinkan. Warna putih tembok gereja memudar, anak tangga berderak, eternit ternodakan bercak-bercak air, pelituran kayu mengusam, dan karpet merah gereja telah lusuh. Jangan pandang gereja ini sebagai tempat ibadah semata, namun pandanglah sebagai peninggalan masa lampau, sebagai bagian perjalanan bangsa. Ketahuilah bahwasanya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993, Gereja Immanuel telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya.
Gereja Immanuel Jakarta
Tengoklah saksi bisu sejarah bangsa ini karena dia bukan milik umat GPIB, bukan milik umat Kristen semata, namun juga milik bangsa Indonesia.