Pages

Saturday, July 14, 2012

Gedung Sate

Membandingkan Gedung Sate dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol building) di banyak ibukota negara sepertinya tidak berlebihan. Persamaannya semua dibangun di tengah kompleks hijau dengan menara sentral yang megah. Terlebih dari segi letak gedung sate serta lanskapnya yang relatif mirip dengan Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat. Dapat dikatakan Gedung Sate adalah Gedung Putih-nya kota Bandung.
Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.
Jika mengunjungi Gedung Sate di Jalan Dipenogoro Nomor 22, Bandung, dapat ditemui sebuah tugu yang terbuat dari batu alam di halaman depannya. Pada batu tersebut terdapat tulisan yang berbunyi “Dalam mempertahankan Gedung Sate terhadap serangan pasukan Gurkha tanggal 3 Desember 1945, tujuh pemuda gugur dan dikubur oleh pihak musuh di halaman ini. Bulan Agustus 1952 diketemukan jenazah Suhodo, Didi, dan Muchtarudin, yang dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Cikutra. Jenazah Rana, Subengat, Surjono, dan Susilo tetap berada di sini.” Rupanya, ada jenazah yang masih terkubur di halaman gedung tersebut. Meskipun tidak banyak orang yang mengetahuinya, kisah yang terkandung pada tugu batu tersebut tidak akan pernah hilang dari sejarah.
Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².
Flashback
Gedung Sate didirikan pada 27 Juli 1920, gedung ini awalnya memang dibangun sebagai pusat pemerintahan pada saat itu dimana Pemerintahan Belanda menetapkan Kota Bandung sebagai Ibukota negeri jajahannya di Indonesia. Pemilihan Kota Bandung didasarkan pada pertimbangan iklim yang cocok karena Kota Bandung begitu sejuknya ditambah pemandangan alam yang indah. Konon, iklim Kota Bandung saat ini senyaman Perancis Selatan di musim panas.
Dengan penetapan pusat pemerintah itu, maka dibangunlah Gedung Sate atau Gouvernements Bedrijven sebutannya di masa itu dengan perencanaan yang dibuat secara matang oleh suatu tim yang diketuai Kolonel Purnawirawan V.L. Slors, beranggotakan antara lain Ir. J. Berger, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan In G. Hendriks serta pihak Gemeete van Bandoeng. (Website Resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat)
Gedung Sate
Selain itu, Gedung Sate juga merupakan hasil karya dan kreasi sebuah tim yang terdiri dari Ir. J. Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. V.L. Slors. (AnneAhira/Wikipedia/Wisata Bandung)
Tim bertugas merencanakan dan membangun berbagai gedung perkantoran yang merupakan pindahan dari keseluruhan departemen dan instansi lainnya yang berjumlah empat belas dari Batavia ke Bandung, termasuk pembangunan komplek perumahan untuk menampung sekitar 1.500 pegawai pemerintahan. Setelah berhasil disusun perancanaan pembangunan GB, dilakukan peletakan batu pertama gedung GB pada tanggal 27 Juli 1920 oleh Johana Catherina Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia.
Pembangunan Gedung Sate melibatkan sekitar 2.000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton. Selebihnya adalah tukang batu, kuli aduk, dan peladen yang merupakan pekerja bangunan yang berpengalaman menggarap Gedong sirap (Kampus ITB) dan Gedong papak (Balai Kota). Mereka adalah pendudukan dari kampung Sekeloa, Coblong, Dago, Gandok, dan Cibarengkok.
Selama kurun waktu empat tahun lamanya, di awal tahun 1924 berhasil diselesaikan Kantor Pusat PTT kemudian dilanjutkan dengan pembangunan induk bangunan utama GB yang tuntas dikerjakan pada September 1924 termasuk bangunan perpustakaan.
Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.
Kisah itu berawal setelah pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno. Saat itu, Keadaan Republik Indonesia begitu labil. Meskipun setelahnya kabinet pemerintahan telah dibentuk, insiden-insiden kecil yang menjurus kepada pertempuran melawan tentara asing kerap kali terjadi. Terutama, setelah datangnya tentara sekutu di Republik Indonesia untuk menggantikan Jepang dan pada tanggal 4 Oktober 1945, Kota Bandung mulai dimasuki oleh tentara sekutu. Sejak saat itu, para patriot yang berada di kota Bandung harus berhadapan dengan tentara Jepang dan tentara Sekutu.
Gedung Sate: Gedung Sate Tempo Dulu
Saat itu, Gedung Sate dijadikan kantor pusat Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Tepatnya pada tanggal 20 Oktober 1945, Ir. Pangeran Noor (Menteri Muda Perhubungan dan Pekerjaan Umum saat itu) meminta para pegawai Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum mengangkat sumpah setia kepada Republik Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap tentara asing di Bandung. Tentunya, Gedung Sate menjadi prioritas untuk di pertahankan bagi mereka yang telah mengangkat sumpah setia-nya.
Pada tanggal 24 November 1945, Kota Bandung mulai di guncang pertempuran dan Gedung Sate mulai dikepung oleh anggota tentara sekutu yakni tentara Gurkha (tentara dari Inggris) dan NICA (Netherlands Indiƫs Civil Administration). Suatu kelompok yang bernama Gerakan Pemuda Pekerjaan Umum mencoba untuk mempertahankan Gedung Sate dibantu oleh empat puluh orang dari pasukan Badan Perjuangan. Sayangnya, Gedung tersebut hanya dipertahankan oleh 21 orang dari anggota Gerakan Pemuda Pekerjaan Umum setelah bantuan dari pasukan Badan Perjuangan ditarik kembali pada tanggal 29 November 1945.
Tanggal 3 Desember 1945, setelah diadakan pembagian tugas oleh ke-21 anggota Gerakan Pemuda PU tersebut, pada pukul 11.00 siang WIB, Tentara Gurkha dan tentara NICA menyerbu dan mengepung Gedung Sate dari berbagai penjuru dengan persenjataan yang berat dan modern. Meskipun begitu, ke-21 anggota Gerakan Pemuda PU ini tak mau menyerah. Mereka melakukan perlawanan secara mati-matian dengan segala kekuatan untuk mempertahankan Gedung Sate. Terjadilah pertempuran yang tidak seimbang antara Gerakan Pemuda PU melawan tentara Gurkha dan NICA.
Merasa tidak seimbang, Gerakan Pemuda PU membutuhkan bantuan pasukan. Karena hubungan telepon telah terputus, maka seorang pemuda bernama Didi Hardianto Kamarga diutus sebagai kurir untuk meminta pasukan bantuan. Sayangnya, sebelum tugas terlaksana, Didi Hardianto Kamarga gugur terlebih dahulu. Hingga pada akhirnya, mereka harus menghadapi pertempuran yang tidak seimbang ini.
Dengan semangat yang berapi-api sebagai negara yang baru saja merdeka. Dengan persenjataan dan kekuatan seadanya, mereka berjuang mati-matian untuk menjaga Gedung Kantor yang menjadi salah satu lembaga kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia. Ikrar sumpah setia mereka kepada Republik Indonesia telah dipenuhi dengan mempertaruhkan nyawanya untuk menjaga dan mempertahankan Gedung Sate.
Pada pukul 14.00 WIB, Pertempuran yang tidak seimbang tersebut berakhir dan Gedung Sate akhirnya jatuh ke tangan musuh. Dalam pertempuran tersebut, baru diketahui dari 21 orang pemuda tujuh diantaranya hilang. Satu orang luka berat dan beberapa orang lainnya luka ringan. Pada awalnya, tidak diketahui kemana tujuh orang hilang tersebut.
Gedung Sate: Tugu 3 Desember
Pada bulan Agustus 1952, barulah dilakukan pencarian tujuh orang pemuda yang hilang tersebut oleh suatu tim yang sebagian besar adalah mereka yang sebelumnya ikut mempertahankan Gedung Sate. Hasilnya, hanya ditemukan tiga kerangka yang diketahui sebagai jenazah Didi Hardianto Kamarga, Suhodo dan Muchtarudin yang kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Ke-empat jenazah lainnya yang tidak ditemukan adalah Rio Susilo, Subengat, Rana, dan Surjono.
Sebagai tanda penghargaan bagi mereka yang jenazah-nya tidak ditemukan ini, dibuatlah dua tanda peringatan. Satu dipasang didalam Gedung Sate dan lainnya berupa tugu batu yang terbuat dari batu alam dengan tujuh nama mereka, yang telah gugur untuk mempertahankan Gedung Sate, tertulis disana.
Tanggal 3 Desember 1951, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga saat itu, Ir. Ukar Bratakusumah, menyatakan bahwa ketujuh pemuda pahlawan tersebut dihormati sebagai Pemuda yang Berjasa. Tanda penghargaan tersebut disampaikan kepada para keluarga mereka yang ditinggalkan.
Sepuluh tahun kemudian, tertanggal 2 Desember 1961, Menteri Pertama Ir. H. Djuanda memberikan Pernyataan Penghargaan tertulis kepada para pemuda yang gugur. Ditetapkanlah pada setiap tanggal 3 Desember sebagai Hari Bhakti Pekerjaan Umum. Di kalangan Departemen Pekerjaan Umum, peristiwa tanggal 3 Desember 1945 tersebut dikenal sebagai Jiwa Korsa Departemen Pekerjaan Umum.
Present
Gedung Sate boleh dikatakan sebagai ikon utama kota Bandung dan bahkan Jawa Barat. Gedung klasik nan megah yang merupakan peninggalan Belanda ini telah lama difungsikan sebagai kantor Gubernur Jawa Barat.
Kemegahan gedung ini tetap terpelihara dan terjaga hingga kini dengan pembenahan dan pengembangan di lingkungan sekitarnya. Kawasan kantor gubernur ini tidak hanya menjadi pusat pemerintahan Jawa Barat. Akan tetapi, juga sebagai tujuan wisata lokal bersejarah bagi wisatawan. Baik wisatawan domestik, maupun wisatawan mancanegara.
Gedung Sate:  Gedung Sate pada Tahun 1924
Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.
Arsitektur gedung yang dijadikan pusat pemerintahan ini merupakan perpaduan seni arsitektur Eropa dan arsitektur tradisional Indonesia. Kecantikan dan kemegahan gedung ini banyak mengundang opini positif berupa pujian dan perasaan kagum dari berbagai kalangan.
Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1×1×2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan memperhatikan standar teknik.
Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya adalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat tusuk sate dengan enam buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan enam juta gulden—jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.
Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.
Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir. Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga legislatif daerah.
Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Propinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Propinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga, Bandung.
Gedung Sate: Gedung Sate Tempo Dulu
Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai I bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur di bantu oleh tiga Wakil Gubernur yang menangani Bidang Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang Kesejahteraan Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan empat Asisten yaitu Asisten Ketataprajaan, Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial, dan Asisten Administrasi.
Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru.
Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang ditempati beberapa biro dengan stafnya.
Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan elevator atau dengan menaiki tangga kayu.
Di kawasan gedung perkantoran gubernur ini dilengkapi taman hijau yang luas dan memberi kesan sejuk. Taman tersebut terawat dan tertata apik sehingga menambah keindahan dan kecantikan gedung ini. Pemandangan gedung yang elok dengan taman yang asri ini kerap dijadikan tempat wisata.
Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan obyek wisata di kota Bandung. Khusus wisatawan mancanegara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki keterkaitan emosi maupun sejarah pada Gedung ini. Keterkaitan emosi dan sejarah ini mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada enam tangga yang harus dilalui dengan masing-masing sepuluh anak tangga yang harus dinaiki.
Khusus di hari minggu lingkungan halaman Gedung Sate dijadikan pilihan tempat sebagian besar masyarakat untuk bersantai, sekedar duduk-duduk menikmati udara segar kota Bandung atau berolahraga ringan.

No comments:

Post a Comment