Terletak di kaki Gunung Gede, bangunan yang kini menjadi Istana Cipanas
sejak awal benar-benar tempat tetirah bagi para Gubernur Jenderal, bukan gedung
pemerintahan atau rumah dinas seperti Istana Bogor atau Istana Merdeka.
Pemandian air panas, sumber air mineral, serta udara pegunungan yang bersih,
makin menyempurnakan kompleks itu sebagai tempat persinggahan yang digemari
para pejabat tinggi. Penciptanya adalah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron
van Imhoff, yang juga menggagas Puri Buitenzorg.
Istana Cipanas yang merupakan Istana Kepresidenan. Tepatnya lebih
kurang 103 km dari Jakarta ke arah Bandung melalui Puncak, atau sekitar 20 km
dari kota Kabupaten Cianjur. Istana ini terletak di Desa Cipanas, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur, di kaki Gunung Gede, Jawa Barat, pada ketinggian
1.100 m dpl. Luas areal kompleks istana ini lebih kurang 26 ha, namun sampai
saat ini hanya 7.760 m² yang digunakan untuk bangunan. Selebihnya dipenuhi
dengan tanaman dan kebun tanaman hias yang asri, kebun sayur dan tanaman lain
yang ditata seperti hutan kecil.
Istana Cipanas dibangun sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan.
Halamannya terbagi dalam dua areal, yakni areal taman istana dan areal hutan
istana. Dalam areal hutan istana hingga tahun 2001, menurut katalog Pertama
Daftar Tanaman Koleksi Istana Kepresidenan Cipanas terbitan Istana Kepresidenan
Cipanas, yang bekerja sama dengan Kebun Raya Cibodas, LIPI, tercatat sebanyak
1.334 spesimen, 171 spesies, 132 marga (yang 14 nomor di antaranya diketahui
nama marganya), serta 61 suku.
Flashback
Dari keenam istana Presiden, ternyata yang kurang dibekali dengan
kisah-kisah perjuangan bangsa Indonesia dari dulu sampai sekarang adalah Istana
Cipanas. Letaknya yang terpencil di daerah kaki gunung Gede itu memang tidak
memungkinkannya menjadi pusat kegiatan politik/pemerintahan atau bahkan menjadi
tempat tinggal yang tetap.
Seperti pesanggrahan di Bogor, pembangunan gedung itu juga diprakarsai
oleh van Imhoff. Ketika itu sedang mengadakan perjalanan turne, ia mendapat
laporan dari penduduk yang menyebutkan bahwa terdapat sumber air panas di suatu
tempat di Cipanas. Contoh air yang khabarnya bisa menyembuhkan berbagai
penyakit itu kemudian dibawa ke Batavia. Setelah diketahui bawa air panas itu
memang mengandung zat belerang dan besi, dan dapat menyembuhkan
penderita-penderita yang sulit disembhkan di Batavia, maka van Imhoff
memutuskan untuk membangun sebuah gedung kesehatan di sekitar sumber air panas
tersebut.Pembangunan kemudian terhenti di tengah jalan karena beayanya lebih
tinggi dari yang disediakan. Kurang diketahui oleh siapa, kapan dan bagaimana
istana itu diselesaikan, tetapi menurut catatan, pemblian tanah dilakukan pada
tahun 1740.
Waktu tempat itu diketemukan van Imhoff, disebutkan bahwa jaraknya 24
pal dari Buitenzorg. Dengan kereta kuda, jarak dai Batavia ke Buitenzorg saja
sudah memakan waktu setengah hari. Apalagi ke Cipanas yang letanya lebih ke
atas lagi, melewati daerah Puncak. Dan kereta-api Batavia-Buitenzorg baru mulai
menjalankan dinasnya pada tahun 1864. Sebelum itu orang bepergian dengan
berkendaaan kuda atau kereta kuda.
Istana Cipanas |
Pada jaman Kompeni, gedung kesehatan ini dapat menampung kira-kira 30
anggota militer yang memerlukan perawatan dan dapat memanfaatkan sumber air
mineral dan udara pegunungan yang dingin dan bersih. Alamnya yang luas,
lingkungannya yang ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi besar dan penuh
daun-daunan, mata air yang hangat bersuhu 43ᵒC dan mengandung mineral,
udara yang sejuk yang dapat turun sampai di bawah 10ᵒC—semuanya itu membuat Cipanas
menjadi tempat persinggahan yang akan tetap dikenang. Akhirnya para Gubernur
Jenderal menggunakan tempat itu sebagai tempat istirahat. Bangunan istana yang
tidak begitu nyata kelihatan dari jalan itu makin lama makin diperbaiki dan
diperbesar. Malahan beberapa pembesar menjadikan istana Cipanas sebagai tempat
tinggal keluarga.
Misalnya Thomas Stamford Raffles, seperti juga Daendels, pada masa
dinasnya menempatkan beberapa ratus orang ditempat itu. Sebagian bekerja
dikebun apel atau kebun bunga, sebagian bekerja di pabrik penggilingan padi ,
sebagian lagi mengerjakan peternakan sapi, biri-biri, dan kuda. Belum lagi
orang-orang yang dipekerjakan untuk mengurus rumah tangga istana dan halamannya.
Untuk merka khusus dibangun perkampungan yang tidak jauh dari gedung induk.
Istana Cipanas ini tidak pernah dianggap sebagai puri resmi. Tidak
semua Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pernah menggunakan istana ini untuk
tetirah—khususnya pada abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19. Perjalanan
dari Batavia atau Buitenzorg dengan menunggang kuda mendaki ke Cipanas
merupakan tantangan yang tidak terlalu menarik bagi para Gubernur Jenderal.
Jaringan kereta api Batavia Buitenzorg baru mulai dioperasikan pada 1864.
Pada pertiga awal abad ke- 20, Istana Cipanas pernah berfungsi sebagai
tempat tinggal keluarga tiga Gubernur Jenderal: Andreas Cornelis De Graeff,
Bonifacius Cornelis De Jonge, dan Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer. Hingga
kini, bufet dan kandelabra peninggalan StarkenborghStachouwer, Gubernur
Jenderal Hindia-Belanda yang terakhir, masih terdapat di sana.
Seperti waktu jaman penjajahan, peranan istana Cipanas setelah masa
kemerdekaan tidaklah besar. Peranannya dalam sejarah perjuangan bangsa pun
tidak sebesar istana-istana presiden lainnya. Ada juga beberapa kisah yang
menarik di tinjau dari sejarah. Ruang makan di gedung induk pernah di pakai
sidang oleh Presiden Soekarno yang hasilnya menetapkan perubahan nilai uang
dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Ini terjadi pada tahun 1965, pada waktu Frans Seda
menjabat Menteri Keuangan.
Gedung Bentol bukannya satu-satunya bangunan yang ada dihalaman istana
Cipanas yang luasnya 25 ha itu. Selain gedung induk seluas 900 m², terdapat 22
bangunan lainnya yang seluruhnya kalau dijumlah mencapai luas 5.850 m²,
sebagian dipakai untuk kantor, sebagian lagi untuk tempat-tempat penginapan.
Istana Cipanas: Istana Cipanas Tempo Dulu |
Presiden Soeharto dan keluarga sekali-sekali singgah di istana Cipanas
Untuk mandi belerang dan menggunakan paviliun di belakang istana yang khusus
tersedia untuk kepala Negara dan keluarga.
Pada waktu sekarang gedung Istana Cipanas jarang dipakai, tetapi tetap
dirawat dengan baik. Karena perbaikan-perbaikannya diadakan secara berkala,
maka keadaanya masih seperti waktu pertama dibangun. Arsitekturnya mempunyai
ciri yang khas, sehingga mempunyai daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.
Segi lainnya yang juga menarik adalah koleksi lukisan yang ada disana yang
berjumlah sekitar 300 buah.
Walupun jarang dipakai, tetapi sekali-kali dipakai juga sebagai tempat
singgah, seperti yang dilakukan oleh Ratu Yuliana sewaktu berkunjung ke
Indonesia tahun 1971.
Present
Secara garis besar, bangunan induk yang dibangun van Imhoff itu hingga
kini masih kelihatan hampir seperti saat pertama selesai dibangun. Serambi
depannya yang cukup luas itu ditutup dengan jendela-jendela kaca lebar pada
kiri-kanannya untuk menahan tiupan angin dingin. Lantai serambi ditinggikan
sekitar 2 m dari permukaan tanah, membuatnya terkesan lebih anggun.
Bangunan induk ini mempunyai beberapa ruang tidur, ruang kerja, ruang
rias (sekarang menjadi ruang duduk), ruang makan, dan serambi belakang yang
lebih luas daripada serambi depan. Dari serambi belakang ini tersaji
pemandangan lereng Gunung Gede dan Pangrango yang asri. Ruang makannya yang
luas juga berfungsi sebagai ruang pertemuan.
Ketika Istana Cipanas makin banyak dipakai, pada 1916 Pemerintah
menambahkan tiga bangunan di sekeliling bangunan induk. Paviliun-paviliun itu
sekarang. bernama Arjuna, Yudhistira, dan Bima. Bagian belakang bangunan induk
juga diperpanjang untuk mementaskan berbagai kesenian.
Istana Cipanas: Penggagas, Gustaaf Willem van Imhoff |
Berbagai bangunan ditambahkan lagi pada era Republik Indonesia setelah
penetapan rumah tetirah di Cipanas itu sebagai Istana Presiden.
Istana Kepresidenan terdiri dari sebuah bangunan induk, enam buah
paviliun, sebuah gedung khusus, dan dua buah bangunan yang lain, yaitu
penampungan sumber air panas dan sebuah masjid.
Sekalipun dibangun secara bertahap, enam buah paviliun istana akhirnya
berdiri di sekitar Gedung Induk, tepatnya di halaman belakang gedung ini.
Keenam buah paviliun tersebut diberi nama Paviliun Yudistira, Paviliun Bima,
Paviliun Arjuna, Paviliun Nakula, Paviliun Sadewa, dan Paviliun Abimanyu. Di
samping itu juga terdapat dua bangunan lainnya yang diberi nama Paviliun
Tumaritis I dan Paviliun Tumaritis II, yang lokasinya agak terpisah dari
sekitar Gedung Induk dan keenam paviliun tersebut.
Paviliun Yudistira, Paviliun Bima dan Paviliun Arjuna yang dibangun
secara bertahap pada 1916. Penamaan ini dilakukan setelah Indonesia Merdeka,
oleh Presiden Soekarno. Di bagian belakang agak ke utara terdapat Gedung
Bentol, yang dibangun pada 1954 sedangkan dua bangunan terbaru yang dibangun
pada 1983 adalah Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.
Bangunan Induk, yang secara resmi disebut Gedung Induk Istana
Kepresidenan Cipanas, berdiri di atas areal seluas 982 m². Sesuai dengan
namanya, gedung ini merupakan gedung yang paling besar jika dibandingkan dengan
gedung-gedung lainnya yang ada di kompleks istana ini. Gedung Induk merupakan
gedung peristirahatan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya.
Setiap ruangan di Istana ini dilengkapi dengan perabot yang terbuat
dari kayu. Di Istana ini tersimpa berbagai koleksi ukiran Jepara dan lukisan
dari maestro seni lukis Indonesia seperti Basuki Abdullah, Dullah Sujoyono, dan
Lee Man Fong.
Istana Cipanas |
Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas, sesuai dengan fungsinya,
terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, ruang kerja, ruang rias, ruang makan, dan
serambi belakang. Secara khusus ruang tamunya berupa bangunan panggung yang
berlantaikan kayu. Salah satu dinding lorong utama Gedung Induk dipajangi
dengan sebuah lukisan karya Soejono D.S., yang dibuatnya pada tahun 1958;
lukisan ini dikenal dengan nama Jalana
Seribu Pandang. Nama tersebut diabadikan kepada lukisan itu karena
keistimewaannya sendiri, yaitu bahwa dari arah mana pun lukisan itu di pandang
mata memandang. Lukisan Jalan Seribu Pandang tersebut judul aslinya adalah Jalan Menuju Kaliurang.
Gedung Bentol terletak di belakang Gedung Induk, gedung ini amat mungil
karena bangunannya memang jauh lebih kecil daripada Gedung Induk dan keenam
paviliunnya. Namun, gedung ini berdiri lebih tinggi daripada bangunan-bangunan
yang lain, termasuk Gedung Induk. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa gedung
ini memang berada di lereng gunung. Seperti telah dikemukakan, gedung ini amat
unik; namanya Gedung Bentol. Gedung ini merupakan produk dua arsitek anak
bangsa, yang bernama R.M. Soedarsono dan F. Silaban.
Di bagian belakang Gedung Induk, masih terdapat beberapa bangunan.
Namun, yang paling besar peranannya terhadap keberadaan Istana Kepresidenan
Cipanas adalah sumber mata air panas yang mengandung mineral itu. Manfaatnya
bagi kesegaran dan kebugaran raga memang sangat alami. Oleh karena itu, untuk
menampung limpahan air dari sumber alam tersebut didirikan dua buah bangunan
pemandian. Bangunan yang satu dikhususkan untuk mandi Presiden dan Wakil
Presiden beserta keluarganya, sedang bangunan satunya yang lebih besar
disediakan untuk rombongan yang menyertai Presiden atau Wakil Presiden. Baik
dalam bangunan pemandian yang pertama maupun yang kedua, perabotannya berkaitan
dengan keperluan mandi.
Tidak jauh sebelum Gedung Pemandian itu tampak sebuah danau terbuka
yang berdiri di atas kolam pemancingan ikan. Selain itu, di sebelah kiri
halaman belakang Gedung Induk juga terdapat sebuah bangunan masjid bernama
Masjid Baiturrahim serta beberapa rangkaian bangunan kecil lainnya sebagai
ruang perkantoran istana ini. Di samping itu, di sisi sebelah kiri Gedung Induk
tampak Rumah Kebun, tempat pembibitan dan perancangan taman bunga, dan taman
hutan istana.
Lahan Istana Cipanas yang naik-turun ini membuatnya menarik untuk
melakukan jalan- jalan santai, lari-lari, atau berkuda mengelilingi kompleks.
Di kompleks Istana Cipanas kini tersedia lapangan tenis, lapangan bermain untuk
kanak-kanak, kolam pemancingan ikan, kolam renang, dan tentu saja juga kolam
untuk berendam di air panas. Di dekat sumbernya dibangun tempat berendam khusus
untuk Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan di depannya dibangun sebuah
bangunan panjang untuk para pejabat tinggi negara menikmati sumber air panas
belerang itu.
Presiden Soekarno cukup banyak memanfaatkan Istana Cipanas, terutama
sebagai tempat mencari inspirasi bagi pidato-pidatonya, terutama untuk
peringatan kemerdekaan pada 17 Agustus. Suasana damai dan sejuk Cipanas
bagaikan magnet yang mampu menarik semua gagasan yang tersimpan dalam benak
Soekarno ke atas kertas. Di Istana Cipanas inilah Presiden pertama itu
melangsungkan akad nikah dengan Ibu Hartini pada 1953.
Pada 1954, Bung Karno memerintahkan pembangunanan sebuah studio
terpencil di salah satu puncak bukit dalam lingkungan Istana Cipanas sebagai
tempat merenung. Puncak bukit itu dipilihnya karena merupakan sebuah titik
tempat orang dapat memandang Gunung Gede pada pagi hari dengan jelas, sebelum
kabut kemudian menutupi puncaknya.
Istana Cipanas |
Dua orang arsitek-R.M. Soedarsono dan F. Silaban—bersama-sama menggarap
desain studio itu. Hasilnya adalah sebuah bangunan sederhana dari bahan dasar
batu kali dan menonjolkannya sebagai ragam hias. Karenanya, gedung itu hingga
sekarang disebut Gedung Bentol karena bentol-bentol batu kali yang diekspos,
baik pada dinding maupun pada lantai luar bangunan.
Pada masa Presiden Soeharto, kursi-kursi ukiran Jepara pun ditambahkan
di berbagai ruang Istana Cipanas, digabungkan dengan perabotan tinggalan lama.
Namun demikian, lukisan-lukisan dan patung-patung yang dikoleksi Bung Karno
masih merupakan hiasan utama interior dan eksterior Istana Cipanas, misalnya
saja karya-karya Lee Man Fong, Theo Meier, Batara Lubis, Basoeki Abdullah,
Rustamadji, Russel Flynt, Rudolf Bonnet, Dullah, dan S. Sudjojono.
Hingga sekarang pun pengunjung Istana Cipanas dapat segera merasakan
keunikan arsitekturnya. Gaya dasarnya adalah rumah musim panas Eropa, tetapi
dengan penguatan arsitektur tropis yang menyiratkan adanya keinginan untuk
menampilkan nuansa Jawa Barat.
Tampaknya, Istana Cipanas justru populer bagi beberapa wakil presiden.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan
Try Soetrisno adalah para Wakil Presiden yang sering berkunjung ke sini. Pak
Umar sering menggunakan Istana Cipanas selama libur Idul Fitri. Pak Try hampir
selalu menggunakannya setiap pergantian tahun. Acara-acara keluarga seperti itu
selalu meriah dihadiri oleh keluarga-keluarga besar mereka. Presiden Soeharto
dan Presiden Habibie hanya sesekali saja bermalam di Istana Cipanas.
Tetapi, Presiden Megawati justru sering berkunjung ke sana, terutama
untuk menanam berbagai pepohonan di kompleks Istana yang luas itu. Kegemaran
Ibu Mega akan tanaman khususnya pohon buah-buahan—menemukan lahan yang cocok
di Istana Cipanas.
Pada tanggal 14-17 April 1993, Istana Cipanas juga menjadi tempat bagi
pertemuan damai bagi faksi-faksi Filipina yang bertikai. Atas inisiatif
Presiden Soeharto, Menteri Luar Negeri Ali Alatas memimpin perundingan antara
Pemerintah Filipina dan kelompok MNLF (Moro National Liberation Front) yang
dipimpin oleh Nur Misuari. Semua delegasi menginap di kompleks istana Cipanas.
Istana Cipanas akan selalu berfungsi sebagaimana maksud pendirinya
lebih dari dua setengah abad yang lalu, yakni sebagai tempat tetirah untuk
menyegarkan raga dan pikiran bagi para penyelenggara tertinggi pemerintahan
negara.
Diakses terakhir: Selasa, 28 Agustus 2012
(Disbudpar Jawa Barat/Istana Kepresidenan Cipanas/Istana Kepresidenan RI/Kepustakaan Presiden RI)
(Disbudpar Jawa Barat/Istana Kepresidenan Cipanas/Istana Kepresidenan RI/Kepustakaan Presiden RI)
No comments:
Post a Comment