Pages

Monday, February 20, 2012

Vihara Avalokitesvara

Peradaban manusia yang telah berjalan sejak lama menyisakan situs-situs yang begitu menarik dan berarti, salah satunya yaitu sebuah bangunan vihara peninggalan kerajaan Banten. Vihara yang namanya diambil dari nama seorang Buddha yakni Buddha Avalokitesvara ini, telah berdiri sejak abad ke 16 dan dikenal sebagai salah satu vihara tertua di indonesia.
Vihara yang termasuk dalam Kawasan Situs Banten Lama dan konon dibangun sekitar tahun 1652 ini diberi nama Vihara Avalokitesvara. Nama vihara tersebut diambil dari nama salah seorang penganut Buddha, yaitu Bodhisattva Avalokitesvara, yang artinya mendengar suara dunia.
Sementara itu, keberadaan vihara di pusat Kota Banten Lama dan letaknya yang tidak terlalu jauh dari Masjid Agung Banten, menjadi bukti lain dari fenomena kerukunan antarumat beragama di Banten pada masa lalu. Hinga kini, tradisi kerukunan antarumat beragama tersebut masih terjalin dengan baik.
Vihara Avalokitesvara
Secara administratif, Vihara Avalokitesvara masuk dalam wilayah Kampung Pamarican/Kampung Kasunyatan, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Indonesia.
Flashback
Vihara yang namanya diambil dari nama seorang Buddha yakni Buddha Avalokitesvara ini, telah berdiri sejak abad ke 16 dan dikenal sebagai salah satu vihara tertua di Indonesia. Vihara ini dibangun oleh salah satu raja Banten yang pernah memerintah di tahun 1652 bernama Syeh Syarief Hidayatullah.
Dalam catatan sejarah, keberadaan Vihara Avalokitesvara ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Syarif Hidayatullah (1450-1568) atau yang lebih populer dengan nama Sunan Gunung Jati, salah seorang wali yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Beliau terpantik mendirikan sebuah vihara di Serang karena melihat banyaknya perantau dari Tiongkok beragama Buddha yang membutuhkan tempat ibadah.
Vihara Avalokitesvara: Pintu Masuk
Saat itu Syeh Syarief Hidayatullah menikahi seorang putri Tiongkok. Sunan Gunung Jati yang merupakan seorang wali, melihat bahwa ada banyak perantau dari Cina yang membutuhkan tempat ibadah. Maka kemudian Sunan Gunung Jati berinisiatif untuk membangun sebuah vihara untuk tempat peribadatan umat Buddha pada masa itu, vihara tersebut kemudian diberi nama Vihara Avalokitesvara.
Bagi masyarakat Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak hanya sekedar menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata, tetapi juga sebagai simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Masyarakat Banten memang dikenal sebagai komunitas mayoritas muslim, namun keharmonisan beragama di kawasan Banten Lama ini terjalin sangat baik, bahkan tak jarang penduduk yang tinggal di sekitar kawasan vihara ikut terlibat dan membantu ketika ada acara dan perayaan-perayaan di vihara, contohnya seperti perayaan ulang tahun Buddha.
Vihara Avalokitesvara merupakan lambang toleransi agama yang sangat kuat di Pusat Pemerintahan Kesultanan Banten. Pada saat itu, kemajuan dan kejayaan Kesultanan Banten mengundang para saudagar atau pedagang dari penjuru dunia, dari India, Arab, Cina dan Eropa tentunya. Sehingga pada saat itu berkembanglah perkampungan-perkampungan dari masing-masing suku, seperti perkampungan Bugis dan China. Seperti pada umunya, perkampungan China ini disebut dengan Pecinan, nah di perkampungan inilah berdiri Vihara yang menjadi peribadatan masyarakat setempat. Toleransi beragama yang diusung oleh Islam sebagai agama resmi di Kesultanan Banten memberikan izin keberadaan Vihara ini, tidak jauh dari Vihara pun berdiri Masjid Pecinan sebagai siar Islam bagi percampuran masyarakat setempat.
Vihara Avalokitesvara: Sarana Ibadah
Toleransi beragama dan keharmonisan hubungan antara umat Islam dan umat Buddha di kawasan Banten lama juga dapat terpancar dari arsitektur bangunan Masjid Agung Banten Lama yang terletak tak jauh dari kawasan vihara. Masjid Agung Banten Lama yang juga adalah ikon Banten lama memiliki arsitektur bangunan yang bergaya Eropa Cina.
Present
Vihara Avalokitesvara setelah Belanda mengusai Kesultanan Banten berada di sebelah barat Benteng Speelwijk yang dibangun kemudian. Dan kini keberadaannya tetap terawat dengan baik, setiap hari-hari besar keagamaan Buddha, vihara ini menjadi sangat ramai yang para pengunjungnya kebanyakan berasal dari Jakarta atau kota-kota lain disekitar Banten. Kesenian seperti Barongsai menjadi sajian utama setiap ada perayaan seperti Hari Raya Imlek.
Untuk memasuki Vihara ini, pengunjung dibebaskan dari tiket, hanya terdapat tempat sumbangan yang dapat diberikan secara sukarela, terutama bagi pengunjung yang akan melaksanakan ibadah di vihara ini. Selain itu, fasilitas yang ada juga cukup baik, seperti terdapat pula penginapan bila ada pengunjung yang ingin menginap. Biasanya, penginapan ini akan penuh pada saat hari-hari besar keagamaan Buddha.
Vihara Avalokitesvara: Suasana di Sekitar Vihara
Di dalam vihara, pengunjung dapat menjumpai beraneka koleksi arsip, foto, lukisan, dan patung Dewi Kwan Im peninggalan Kekaisaran Tiongkok pada masa Dinasti Ming. Di samping itu, pengunjung juga dapat mengetahui reportase dahsyatnya gempa dan tsunami yang melanda kawasan sekitar Selat Sunda akibat letusan Gunung Krakatau pada tanggal 27 Agustus 1883. Reportase kronologi peristiwa tersebut dikisahkan dalam tiga bahasa, dan pengunjung dapat membacanya pada sebuah papan yang menempel di salah satu dinding vihara. Meski lokasi vihara dekat dengan laut, ajaibnya, vihara ini tidak terpengaruh oleh gempa tektonik dan tsunami dahsyat yang menewaskan ribuan korban yang sempat menggemparkan dunia itu.
Kompleks vihara yang luas dan suasana di sekitarnya yang tenang, serta lokasinya yang dekat dengan laut, menjadikan vihara ini begitu istimewa untuk dikunjungi. Angin laut yang berhembus pelan dan pesona daun nyiur yang melambai-lambai dengan latar Selat Sunda nan biru, menambah daya tarik kawasan ini. Sehingga, tidak mengherankan jika banyak orang yang datang ke sini, baik pemeluk agama Buddha yang ingin memanjatkan doa dengan khusyuk maupun turis yang ingin bertamasya atau sekadar mencari inspirasi. Biasanya, vihara ini ramai dikunjungi oleh turis dari dalam dan luar negeri pada saat perayaan Tahun Baru Imlek dan peringatan Lakwe Cakau, hari kesempurnaan Dewi Kwan Im sebagai Ibu Suri Buddha.
Setelah puas mengunjungi vihara ini, dapat pula mencoba suasana lain yang masih termasuk dalam Kawasan Wisata Situs Banten Lama, seperti Masjid Agung Banten, Benteng Speelwijk, bekas Keraton Surosowon dan Keraton Kaibon, serta bekas Pelabuhan Kramatwatu, sebuah pelabuhan yang sangat terkenal pada masa kegemilangan Kesultanan Banten. Obyek-obyek wisata ini lokasinya berdekatan dengan Vihara Avalokitesvara.
Vihara Avalokitesvara: Menara
Di sekitar kawasan vihara tersebut terdapat rumah makan, warung, dan pedagang asongan yang menyediakan berbagai kebutuhan wisatawan. Di depan vihara juga terdapat penjual aneka makanan laut yang telah dikeringkan sebagai oleh-oleh, mulai dari cumi, lontar telur, telur ikan, ikan japu, sampai terasi udang.
Di kawasan ini juga terdapat home stay, wisma, dan hotel dengan berbagai tipe, sehingga tidak perlu khawatir bila mengunjungi vihara ini pada malam hari. Bahkan, di dalam kompleks vihara disediakan tempat penginapan bagi yang ingin bermalam di sana.
Mengunjungi Vihara Avalokitesvara tergolong istimewa. Karena dengan mengunjungi vihara ini berarti seseorang telah mengunjungi sebuah situs sejarah dan sekaligus tempat ibadah. Sebagai situs sejarah, vihara ini termasuk salah satu vihara tertua di Indonesia. Vihara ini juga menjadi bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu. Sebagai tempat ibadah, vihara ini merupakan salah satu tempat ibadah favorit bagi umat Buddha dari dalam dan luar negeri.
Namun, vihara ini lebih dari sekadar situs sejarah dan tempat ibadah. Karena sesungguhnya, keberadaan vihara ini adalah simbol yang mencerminkan karakter masyarakat Banten yang mencintai kerukunan dan keharmonisan dengan berbagai suku, bangsa, dan agama pada masa lalu. Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, namun masyarakat Banten senantiasa terbuka dengan berbagai agama yang masuk ke kawasan tersebut.

No comments:

Post a Comment